Pria yang biasa disapa “pak Pri” ini menyatakan, harga nila gelondongan di Jogjakarta cukup menggiurkan, antara Rp 17.000 – Rp 19.000 perkg. Sementara, baby nila juga mulai mendapatkan pasar untuk dibuat baby nila crispy, seharga Rp 21.000/kg. Sementara harga kebul/burayak nila eks BBI (Balai Benih Ikan) berkisar Rp 8 – Rp 10/ekordan benih 1 cm (B1) Rp 20/ekor. Sementara harga pakan tenggelam dengan kadar protein 30% Rp 7.000 dan pakan udang berprotein 38% Rp 13.000/kg.
Pakan Protein Tinggi
Menurut Soepri, pakan protein tinggi diberikan sejak dari bibit berukuran B1 (1 cm). “Pakan udang jenis Do diberikan sejak bibit berumur 7 hari dari burayak (lepas dari mulut induk),” terangnya. Pakan berkadar protein 40% itu diberikan hingga umur 14 hari. Kepadatan tebar bisa mencapai 150 ekor/m2.
Nila berumur 14 hari itu kemudian diberi ransum pakan udang crumble berprotein 38% (pakan tenggelam) hingga genap berumur 1 bulan. Saat itu nila sudah berukuran 5 – 10 gram/ekor. “Di bawah 8 gram sebenarnya termasuk kategori kecil. Sebaiknya dilakukan penyortiran,” ungkapnya.
Nila kecil yang berukuran 5-7 g/ekoritu, menurut Soepri, sudah laku dijual untuk bahan baku pembuatan baby nila crispy yang saat ini sedang berkembang dan kekurangan bahan baku.
Soepri menjelaskan, memasuki masa penggelondongan, kepadatan tebar diturunkan menjadi 75-100 ekor/m2. Untuk memanen nila gelondongan berukuran 40-50 ekor/kg (20g – 25g perekor) perekor, butuh waktu tambahan 40 hari dari size baby nila, jika menggunakan pakan ikan berkadar protein 30% (pakan ikan mas, jenis tenggelam).
Namun, lanjutnya,panen akan maju 7 – 10 hari jika pembudidaya melanjutkan pemberian pakan dengan kadar protein 38% sebagaimana digunakan pada fase sebelumnya. “Bukan hanya maju waktu panennya, tapi FCR (konversi pakan) juga turun dari 0,7 – 0,8 menjadi 0,5 – 0,6,” tegasnya.
Pria yang didaulat sebagai pendamping kelompok-kelompok pembudidaya ikan binaan CSR (Corporate Social Responsibility) Pertamina ini menjelaskan, pakan udang sangat baik untuk memacu pertumbuhan dan mengefisienkan FCR. Sebab pakan udang dirancang memiliki tingkat kecernaan tinggi, disesuaikan dengan sistem pencernaan udang yang pendek dan sederhana. “Sehingga jika diberikan pada ikan yang lebih kompleks seperti nila, hasilnya tentu lebih bagus,” simpulnya.
Menurut Soepri, pakan protein tinggi diberikan sejak dari bibit berukuran B1 (1 cm). “Pakan udang jenis Do diberikan sejak bibit berumur 7 hari dari burayak (lepas dari mulut induk),” terangnya. Pakan berkadar protein 40% itu diberikan hingga umur 14 hari. Kepadatan tebar bisa mencapai 150 ekor/m2.
Nila berumur 14 hari itu kemudian diberi ransum pakan udang crumble berprotein 38% (pakan tenggelam) hingga genap berumur 1 bulan. Saat itu nila sudah berukuran 5 – 10 gram/ekor. “Di bawah 8 gram sebenarnya termasuk kategori kecil. Sebaiknya dilakukan penyortiran,” ungkapnya.
Nila kecil yang berukuran 5-7 g/ekoritu, menurut Soepri, sudah laku dijual untuk bahan baku pembuatan baby nila crispy yang saat ini sedang berkembang dan kekurangan bahan baku.
Soepri menjelaskan, memasuki masa penggelondongan, kepadatan tebar diturunkan menjadi 75-100 ekor/m2. Untuk memanen nila gelondongan berukuran 40-50 ekor/kg (20g – 25g perekor) perekor, butuh waktu tambahan 40 hari dari size baby nila, jika menggunakan pakan ikan berkadar protein 30% (pakan ikan mas, jenis tenggelam).
Namun, lanjutnya,panen akan maju 7 – 10 hari jika pembudidaya melanjutkan pemberian pakan dengan kadar protein 38% sebagaimana digunakan pada fase sebelumnya. “Bukan hanya maju waktu panennya, tapi FCR (konversi pakan) juga turun dari 0,7 – 0,8 menjadi 0,5 – 0,6,” tegasnya.
Pria yang didaulat sebagai pendamping kelompok-kelompok pembudidaya ikan binaan CSR (Corporate Social Responsibility) Pertamina ini menjelaskan, pakan udang sangat baik untuk memacu pertumbuhan dan mengefisienkan FCR. Sebab pakan udang dirancang memiliki tingkat kecernaan tinggi, disesuaikan dengan sistem pencernaan udang yang pendek dan sederhana. “Sehingga jika diberikan pada ikan yang lebih kompleks seperti nila, hasilnya tentu lebih bagus,” simpulnya.
Manajemen Pakan
Menurut Soepri,frekuensi pemberian pakan nila di kolamnya hanya 2 kali sehari, dengan metode tingkat kekenyangan 90%. “Tidak dibuat kenyang 100% supaya tidak banyak pakan tersisa sehingga lebih efisien,” katanya.
Cara mengkalibrasi kekenyangan 90% adalah dengan memberi pakan yang telah ditimbang, diperkirakan melebihi konsumsi pakan biasanya. Pakan kemudian diberikan hingga ikan tidak mau makan. “Jika memakai pakan apung lebih mudah. Tandanya pakan tak lagi dilahap,”sebutnya. Sedangkan jika memakai pakan tenggelam, tandanya adalah ikan tak lagi mendekat meski pakan ditebarkan. Sisa pakan kemudian ditimbang, dipakai untuk mengurangi timbangan awal. Selisih timbangan itulah yang akan dipakai untuk standar pemberian pakan selama 7 hari ke depan.
Menurut Soepri,frekuensi pemberian pakan nila di kolamnya hanya 2 kali sehari, dengan metode tingkat kekenyangan 90%. “Tidak dibuat kenyang 100% supaya tidak banyak pakan tersisa sehingga lebih efisien,” katanya.
Cara mengkalibrasi kekenyangan 90% adalah dengan memberi pakan yang telah ditimbang, diperkirakan melebihi konsumsi pakan biasanya. Pakan kemudian diberikan hingga ikan tidak mau makan. “Jika memakai pakan apung lebih mudah. Tandanya pakan tak lagi dilahap,”sebutnya. Sedangkan jika memakai pakan tenggelam, tandanya adalah ikan tak lagi mendekat meski pakan ditebarkan. Sisa pakan kemudian ditimbang, dipakai untuk mengurangi timbangan awal. Selisih timbangan itulah yang akan dipakai untuk standar pemberian pakan selama 7 hari ke depan.
Sumber : http://www.bibitikan.net
Tidak ada komentar:
Posting Komentar