A. KLASIFIKASI & MORFOLOGI
Klasifikasi udang vaname adalah sebagai berikut:
Phylum : Arthropoda
Kelas : Crustacea
Sub-kelas : Malacostraca
Series : Eumalacostraca
Super order : Eucarida
Order : Decapoda
Sub order : Dendrobranchiata
Infra order : Penaeidea
Famili : Penaeidae
Genus : Penaeus
Sub genus : Litopenaeus
Spesies : Litopenaeus vannamei
B. MORFOLOGI
Udang
penaeid mempunyai ciri khas yaitu: kaki jalan 1,2, & 3 bercapit dan kulit citin.Udang penaeid termasuk crustaceae yang
merupakan binatang air memiliki tubuh
beruas-ruas, pada setiap ruasnya terdapat sepasang kaki. Udang vaname termasuk salah satu famili penaide termasuk semua jenis
udang laut, udang air tawar.
Secara
morfologi udang dapat di bedakan menjadi 2 bagian:
- Cephalothorax
(bagian.kepala dan badan yang dilindungi carapace)
- Abdomen (bagian perut
terdiri dari segmen/ruas-ruas)
a). Bagian kepala
Pada
ruas kepala terdapat mata majemuk yang bertangkai. Selain itu, memiliki 2 antena yaitu: antenna I dan antenna II. Antena I
dan antenulles mempunyai dua buah flagellata
pendek berfungsi sebagai alat peraba atau penciuman.
Antena II atau antenae mempunyai dua cabang, exopodite berbentuk pipih disebut prosantema dan endopodite berupa cambuk
panjang yang berfungsi sebagai alat perasa dan
peraba. Juga, pada bagian kepala terdapat mandibula yang berfungsi untuk menghancurkan makanan yang keras dan dua
pasang maxilla yang berfungsi membawa makanan
ke mandibula.
b). Bagain dada (thorax)
Bagian
dada terdiri 8 ruas, masing-masing mempunyai sepasang anggota badan disebut thoracopoda. Thoracopoda 1-3 disebut
maxiliped berfungsi pelengkap bagian mulut
dalam memegang makanan. Thoracopoda 4-8 berfungsi sebagai kaki jalan (periopoda); sedangkan pada periopoda 1-3 mempunyai
capit kecil yang merupakan ciri khas udang
penaeidae.
c). Bagian perut
(abdomen)
Bagian
abdomen terdiri dari 6 ruas. Ruas 1-5 memiliki sepasang anggota badan berupa kaki renang disebut pleopoda (swimmered).
Pleopoda berfungsi sebagai alat untuk berenang
bentuknya pendek dan ujungnya berbulu (setae). Pada ruas ke 6, berupa uropoda dan bersama dengan telson
berfungsi sebagai kemudi.
C. TENTANG
UDANG VANAME
1). Penyebaran
Daerah
penyebaran alami L.vaname ialah pantai Lautan Pasifik sebelah barat Mexiko, Amerika Tengah dan Amerika Selatan dimana suhu air
laut sekitar 20 o C sepanjang tahun. Sekarang
L.vaname telah menyebar, karena diperkenalkan diberbagai
belahan dunia karena sifatnya yang relatif mudah dibudidayakan, termasuk di Indonesia.
2). Daur Hidup.
L.vaname
adalah binatang catadroma , artinya ketika dewasa ia bertelur dilaut lepas berkadar garam tinggi, sedangkan ketika stadia
larva ia migrasi ke daerah estuaria berkadar
garam rendah. Pada awalnya udang vaname ditemukan setelah matang kelamin akan melakukan perkawinan di laut
dalam sekitar 70 m diwilayah Pasifik lepas
pantai (depan) Mexico dan Amerika tengah dan Selatan pada suhu air 26-28oC dan salinitas 35 ppt. Telurnya menyebar
dalam air dan menetas menjadi nauplius
diperairan laut lepas (off shore) bersifat zooplankton. Selanjutnya dalamperjalanan migrasi kearah estuaria, larva L.vaname
mengalami beberapa kali metamorfosa, seperti
halnya pada udang P.monodon.
Diwilayah
estuaria yang subur dengan pakan alaminya, larva udang-udang itu berkembang cepat sampai stadia juwana dimana telah
terbentuk alat kelaminnya. Tetapi, tidak dapat
matang telur karena masih berada pada salinitas rendah. Sehingga ia bermigrasi kembali ketengah laut yang berkadar
garam tinggi, tempat udang itu menjadi dewasa,
dapat matang kelamin dan kawin serta bertelur.
3). Pakan
& Kebiasaan Makan
Semula
udang Penaeid dikenal sebagai hewan bersifat omnivorous scavenger artinya ia
pemakan segala bahan makanan dan sekaligus juga pemakan bangkai. Namun penelitian selanjutnya dengan cara memeriksa
isi usus, mengindikasikan bahwa udang Penaeid
bersifat karnivora yang memangsa berbagai krustasea
renik amphipoda, dan polychaeta (cacing).
Oceanic
Institute di Hawai membuktikan bahwa bacteria dan algae yang banyak tumbuh di badan (kolom) air kolam yang agak keruh,
ternyata berperan penting sebagai makanan
udang, menyebabkan udang tumbuh lebih cepat 50% dibanding
dengan udang L.vannamei yang dipelihara didalam kolam/bak yang berair sangat bersih. Catatan ini membuktikan bahwa udang tumbuh
optimum dikolam karena adanya komunitas
microbial (Wyban & Sweeney,1991).
L.vannamei
bersifat nocturnal. Sering ditemukan L.vannamei memendamkan diri dalam lumpur/pasir dasar kolam bila siang hari, dan
tidak mencari makanan. Akan tetapi pada kolam
budidaya jika siang hari diberi pakan maka udang vaname akan bergerak untuk mencarinya, ini berarti sifat nocturnal
tidak mutlak
L.vannamei
memerlukan pakan dengan kandungan protein 35 %. Ini lebih rendah dibanding dengan kebutuhan untuk udang P.monodon,
dan P.japonicus yang kebutuhan protein
pakannya mencapai 45 % untuk tumbuh baik. Ini berarti dari segi pakan L.vannamei lebih ekonomis, sebab bahan pangan yang
mengandung protein banyak tentu lebih mahal.
L.vannamei tumbuh cepat jika pakannya mengandung cumi-cumi. Cumi-cumi telah diketahui mengandung banyak lemak tak jenuh
(HUFA) antara lain Cholesterol yang diperlukan
untuk pertumbuhan gonada udang, maupun untuk
percepatan pertumbuhannya
4).
Pertumbuhan
Kecepatan
tumbuh pada udang dipengaruhi oleh 2 faktor, yaitu frekuensi molting (ganti kulit) dan kenaikan berat
tubuh setelah setiap kali ganti kulit.Karena
daging tubuh tertutup oleh kulit yang keras, secara periodik kulit keras
itu akan lepas dan diganti dengan kulit
baru yang semula lunak untuk beberapa jam, memberi kesempatan daging untuk
bertambah besar, lalu kulit menjadi keras kembali. Proses molting dimulai dari lokasi kulit
diantara karapas dan intercalary sclerite (garis molting dibelakang karapas)
yang retak/ pecah memungkinkan cephalothorax dan kaki-kaki (appendiges) depan
ditarik keluar. Udang dapat lepas sama sekali dari kulit yang lama dengan cara
sekali melentikkan ekornya. Semula kulit yang baru itu lunak, lalu mengeras
yang lamanya tak sama menurut ukuran/umur udangnya. Udang yang masih kecil,
kulitnya yang baru akan mengeras dalam 1-2 jam, pada udang yang besar bisa
sampai 1-2 hari.
Kondisi
lingkungan dan faktor nutrisi juga mempengaruhi frekuensi molting. Misalnya, suhu semakin tinggi semakin sering molting.
Ketika sedang molting, penyerapan oksigen
kurang efisien, sehingga seringkali udang mati disebabkan hypoxia (kurang oksigen). Udang yang menderita stress,
dapat melakukan molting secara tiba-tiba,
karena itu tehnisi harus waspadadengan keadaan yang menyebabkan stress itu (molting merupakan proses
fisiologi). Secara alamiah, udang yang sedang
molting membenamkan diri didalam pasir dasar perairan untuk menyembunyikan diri terhadap predator
Tidak ada komentar:
Posting Komentar