Selasa, 07 Februari 2017
Budidaya Bandeng
Budi daya ikan bandeng (Chanos chanos) di Indonesia cukup maju. Bandeng dapat dibudidayakan di air laut, air payau, dan air tawar sekitar 98% bandeng diproduksi dari budi daya di tambak. Budi daya bandeng dilakukan untuk memproduksi ikan konsumsi, ekspor, dan umpan dalam penangkapan tuna dan cakalang.
MENGENAL BANDENG
Ikan bandeng memiliki bentuk badan yang baik, hal ini memudahkan untuk bandeng berenang dengan cepat, bentuk yang hampir menyerupai tornadao. Kepala bandeng juga tidak memiliki sisik seperti ikan laut pada umumnya, mulut kecil terletak di ujung rahang tanpa gigi, dan lubang hidung terletak di depan mata Mata diseliputi oleh selaput bening (subcutaneus). Warna badan putih keperak perakan dengan punggung biru kehitaman Bandeng mempunyai sirip punggung yang jauh di belakang tutup insang. dengan 14-16 jari-jari pada sirip punggung, 16 – 17 jari jari pada sirip dada 11-12 jari jari pada sirip perut, 10 jari-jari pada sirip anus/dubur (sirip dubur/anal finn terletak jauh di belakang sirip punggung), dan pada sirip ekor berlekuk simetris dengan 19 jari-jari Sisik pada garis susuk berjumlah 75-80 sisik Bandeng juga mempunyai tulang atau duri di dalam tubuhnya sebanyak 164 duri.
Bandeng adalah ikan asli air laut yang dikenal sebagai petualang ulung walaupun dapat hidup di tambak air payau, maupun dipelihara di air tawar. Ikan ini dapat berenang mulai dari perairan laut yang salinitasnya tinggi, 35 ppt atau lebih (ini adalah habitat aslinya), kemudian dapat masuk mendekat ke muara muara sungai (salinitas 15-20 per mil) dan dapat masuk ke sungai dan danau yang airnya tawar. Sehingga bandeng digolongkan sebagai ikan euryhaline.
Bandeng yang dapat menempuh perjalanan yang jauh ini, akan tetap kembali apabila akan berkembang biak. Benih bandeng yang masih bersifat planktonik (terbawa oleh gerakan air, berupa arus, angin, atau gelombang akan mencapai di daerah pantai, dengan ukuran panjang sekitar 11-13 mm dan berat 0,01 gr dalam usia 2-3 minggu, yang dikenal sebagai nener.
Bandeng digolongkan dalam herbivora pemakan tumbuh tumbuhan. Karena ikan ini selain memakan banyak tumbuhan berupa plankton (tumbuhan dan hewan yang melayang-layang di dalam air). juga karena ikan bandeng bergigi, pada lengkung insang terdapat alat tapisan. kerong kongannya berlekuk dua kali yang berpilin-pilin, perutnya berdinding tebal dan ususnya panjang, sekitar 3-12 kali panjang badannya. Ciri-ciri seperti ini, dalam ichthyology (ilmu tentang ikan) digolongkan ke dalam pemakan tumbuhan atau herbivora.-iklan-
Makanan yang dimakan bandeng berupa ganggang benang (Chlorophyceae), Diatomae, Rhyzopoda (Amuba), Gastropoda (siput), dan beberapa jenis plankton lainnya sedangkan di tambak, bandeng dikenal sebagai pemakan klekap (tahi air atau bangkai) yang merupakan kehidupan kompleks yang didominasi oleh ganggang biru (cyanophyceae) dan ganggang kersik (Bacciliariophyceae). Di samping itu, adanya bakteri. protoaca, cacing, udang renik, dan sebagainya sehingga sering disebut ‘microbentie biological complex’
Klekap, selain terdiri dari organisme yang disebut di atas, juga masih banyak jenis jenis organisme bentik, yang terdiri dari hewan dan tumbuhan yang dapat dimakan oleh ikan bandeng, sehingga klekap merupakan makanan utama dalam budi daya bandeng di tambak sistens ekstensif (tradisional). Bandeng yang sudah dewasa, juga memakan makanan dari daun daunan tanaman tingkat tin seperti Najas, Ruppia. dan sebagainya. Jenis jasad yang dimakan oleh bandeng dikelompokkan ke dalam lumut, klekap, dan plankton.
Sewaktu masih muda, bandeng berenang hingga di sekitar pantai dan masuk ke muara muara sungai, namun bandeng tetap memijah di laut. Bandeng mulai dewasa ketika mencapai umur 3 tahun. Bandeng memijah di dekat pantai pada perairan yang jernih, pada kedalaman 40-50 meter seekor bandeng betina dapat mengeluarkan telur sebanyak 5 juta sampai 6 juta butir Telur yang dikeluarkan berdiameter sekitar 1,2 mm dan akan menetas 24-34 jam setelah pembuahan. Larva yang ditetaskan berukuran panjang sekitar 35 mm dan warnanya bening Larva ini bersifat planktonik dan terbawa oleh arus, angin, dan gelombang hingga mencapai pantai yang biasa disebut nener. Nener ini berukuran panjang sekitar 11- 13 mm, berat 0,01 gr dan berumur 2-3 minggu.
BENIH BANDENG
Benih bandeng (dikenal dengan sebutan “nener”) untuk budi daya berasal dari hasil penangkapan di alam atau pembenihan terkontrol Lokasi penangkapan benih bandeng adalah daerah pesisir yang landai, berpasir dengan arus yang tenang dan air jernih. Saat ditangkap benih bandeng mempunyai ukuran 11-13 mm, berat sekitar 0,01 gr/ekor, tinggi badan 1 mm. tubuhnya transparan, kedua matanya merupakan bintik yang berwarna hitam, dan berumur 2 sekitar minggu. Nener ditangkap dengan seset soplat, blabar, dan trawl nener.
Nener tersebar di Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Bali, tombok, Sumbawa, Timor. Papua. Ternate, Halmahera, dan Bacan Di Sumatera, nener terdapat di pantai utara Aceh (dari Banda Aceh sampai ke Lhok Seumawe) dan pantai barat Sumatera (Pulau-pulau Pagai Selatan dan Bengkulu). Di Jawa umumnya terdapat di pantai utara lawa, yaitu Jawa Barat (dari Panimbang sampai Cirebon), Jawa Tengah (mulai dari Brebes, Weleri sampai Rembang), Jawa Timur (dari Tuban sampai Baluran, dan Pulau Bawean, Madura, dan sekitarnya. Pantai utara bagian barat dan timur, pantai timur, pantai selatan bagian tengah dan timur, Pulau Sapudi. Pulau Puteran, dan Pulau Masalembu). Di Kalimantan terdapat di Pulau-pulau Bunyu, Balikpapan, Pasir, Pulau Laut, Kota Banu. Kan- dangan, dan 60 km selatan ketapang.
Di Sulawesi terdapat di Pulau-pulau Sangihe Talaud, Kerna, Belong, Teluk Toli-Toli, Manado, Suppa, Barru, Pangkajene, Tabolu, pulau-pulau Spermonde, Jeneponto, Bulukumba, Sinjai, Bone, Pulau Muna (pantai timur), dan Buton bagian tenggara. Di Bali terdapat di sepanjang pantai barat bagian tengah, pantai utara (tanjung, Jambuanom) dan pantai tenggara (Labuhan Haji), Di Sumbawa terdapat di pantai Utara(Teluk Saleh, Bima, dan Dompu), di pantai timur(Teluk Sape), dan sepanjang pantai Pulau Komodo. Di pulau Timor terdapat di Kupang, Batu Putih, dan Maumere.Di Irian (Papua) terdapat di Jaya Pura dan Demuan Di Maluku terdapat di Ternate, Halmahera, Bacan, dan Obi.
Sedangkan benih bandeng dari hasil pembenihan terkontrol telah dibenihkan di Bali (Gondol) dan Sulawesi Selatan (Barru). Benih bandeng
dapat diperoleh dari pembenih baik di hatchri skala besarMengkap (HSL) maupun di hatchri skala rumah tangga (HSRT)
PEMELIHARAAN BANDENG DI TAMBAK
Pemeliharaan bandeng di tambak dapat ditujukan untuk produksi bandeng konsumsi langung(300 -500 gr/ekor). bandeng ukuran super untuk ekspor ( > 800 gr/ekor), bandeng umpan (80-200 gr/ekor), dan produksi induk Bandeng( > 4.000 gr/ekor)
Tambak untuk pemeliharaan bandeng berupa tambak lama atau tambak baru. Tambak bekas atau “tambak parkir” yang terlantar karena gagal dalam budi daya udang dapat digunakan untuk budi daya bandeng.
Sebelum ditebari benih, tambak perlu dipersiapkan. Tambak dikeringkan 4-7 hari, kemudian dilakukan pencangkulan dan pembalikan dasar tambak sedalam 15-20 cm dan perataan kembali. Peningkatan pH pada tambak dilakukan dengan menambahkan kapur sebanyak 800-1000 kg/ha dan pupuk organik sebanyak 2.000-2.500 kg/ha.
Bila tambak telah diisi air dan ketinggiannya telah mencapai 40 cm, penebaran benih sudah dapat dilakukan Benih dari hasil pendederan yang berukuran rata-rata 0,5-1.0 gr/ekor atau panjang 3-5 cm, yang biasa disebut gelondongan muda, ditebar dengan kepadatan 1-5 ekor/m2 atau 10,000-50.000 ekor/ha.
Padat penebaran pada tambak tradisional antara 0.3-0,8 ekor/m2 (3.000-8.000 ekor/ha). Bila pemeliharaan bandeng dirujukan untuk memproduksi umpan, padat penebaran dapat ditingkatkan hingga mencapai 10-12 ekor/m atau 100.000-120.000 ekor/ha untuk benih berukuran 2-3 cm.
Aklimatisasi di petak pembesaran biasanya berlangsung 3-7 hari. Pada saat ina pakan buatan belum diberikan. Sesudah aklimatisasi, ketinggian air di tambak dinaikkan secara bertahap pada setiap pasang naik sampai mencapai 1 m. Pakan buatan mulai diberikan. Tanggapan terhadap pakan buatan akan tampak setelah 3-4 hari pemberian.
Untuk budi daya intensif, pemberian pakan buatan yang baik diberikan sebanyak 3 bobot biomassa dengan frekuensi 3 kali sehari, yaitu 20% pada pagi hari antara pukul 07.00-08.00, 40% pada siang hari antara pukul 11.00-12.00, dan 40% pada sore hari antara pukul 16.00-17.00 Pakan buatan yang baik mengandung protein tidak kurang dari 20%, butirannya utuh, tidak berjamur, tidak lembap, dan berbau khas seperti ikan kering.
Oksigen terlarut dalam air tambak badi daya bandeng intensif harus dipertahankan agar berkisar pada konsentrasi jenuh (6-7 ppm. tergantung air dan salinitas). Kondisi kritis, dalam kaitannya dengan konsentrasi oksigen terlant, dapat dilihat dari jumlah ikan yang cenderung berenang di permukaan air.
Hal ini biasanya terjadi pada pagi hari saat konsentrasi oksigen terlarut menurun hingga kurang dari 2 ppm. Kondisi tersebut tidak boleh dibiarkan berlangsung terus setiap hari karena dapat menghambat pertumbuhan, bahkan mengakibatkan kematian massal. Cara mengatasinya adalah dengan memasang sistem aerasi untuk memasok oksigen dengan cepat.
Umumnya aerator yang digunakan di Indonesia berkekuatan 1 kw. maka diperlukan 16 unit aerator untuk menaikkan konsentrasi oksigen terlarut dari 146 ppm
menjadi 3 ppm atau menghasilkan 15,4 kg o2 kw. jam. Secara teoretis, bila aerator
dioperasikan selama 4 jam (dari pukul 01.00 – 05.00), maka 4 buah aerator per hektar tambak yang diatur pada posisi yang tepat sudah memadai.
Untuk memproduksi bandeng umpan. lama pemeliharaan sekitar 2,5-3 bulan. Pemeliharaan untuk memproduksi bandeng untuk konsumsi langsung antara 4-5 bulan, sedangkan untuk produksi bandeng super tujuan ekspor, 7-9 bulan.
Sementara untuk memproduksi induk bandeng dilakukan selama 4 tahun. Bila hendak memproduksi induk bandeng, saat ikan telah mencapai ukuran 1 kg/ekor, padat penebarannya harus segera diturunkan menjadi 1 ekor/m2.
Produksi induk dapat dilakukan lebih cepat bila ikan yang ditebar berukuran lebih besar, misalnya penebaran dimulai dari bandeng berukuran 800-1.000 gr/ekor, maka untuk mencapai ukuran 4 kg ekor dibutuhkan waktu sekitar 3 tahun.
Selama pemeliharaan, pertumbuhan ikan harus diamati secara sanping setiap dua minggu dengan menggunakan jaring arad lumlah sampel sebaiknya tidak kurang dari 50 ekar yang diambil secara acak Penimbangat dan pengukuran dilakukan terhadap kampel yang telah dibius dengan phenoxy ethanol 200-225 ppm.
Karena benih yang dibesarkan di tambak adalah gelondongan muda yang telah beradaptasi dengan lingkungan tambak. kelangungan hidup atau sintasan (survival rate) sangat tingui, antara 80-90%, bila mutu air dipertahankan tetap optimal. Dalam kasus-kasus tertentu, misalnya terlambat ganti air, konsentrasi oksigen terlarut kurang dari 2 ppm untuk jangka waktu lebih dari 5 jam, biasanya sintasan akan menurun sampai 60%.
PEMELIHARAAN BANDENG DI KJA
Produksi bandeng di keramba jaring apung (KJA) lebih unggul dibanding produksi tambak. Pembudi daya tidak perlu mengolah tanah, tidak membutuhkan lahan yang luas, jumlah dan mutu air selalu memadai, dapat diterapkan padat penebaran tinggi, pengendalian gangguan predator, dan mudah pula memanennya.
Pemeliharaan bandeng di KJA sebenarnya baru mulai berkembang dan merupakan sistem
budi daya intensif. Usaha pembesaran bandeng di KJA dapat ditujukan untuk produksi umpan, untuk konsumsi langsung, untuk ekspor, dan untuk induk. Prinsip pengelolaan masing-masing sistem relatif sama. Perbedaannya hanya pada padat tebar, lama pemeliharaan, dan ukuran bandeng saat dipanen.
Untuk kegiatan pembesaran, baik untuk memproduksi bandeng umpan. konsumsi langsung maupun untuk ekspor sebaiknya menggunakan benih gelondongan dengan berat sekitar 50 gr/ekor dan panjang 7-10 cm (bisa menggunakan benih ukuran > 20 gr/ekor).
Seleksi perlu dilakukan sebelum benih ditebarkan ke dalam KJA guna memperoleh benih yang sehat dan seragam Padat penebaran optimal adalah 500-600 ekor/m3 dengan perkiraan tingkat kematian mencapai 10%.
Sebelum ditebarkan dalam KJA, benih perlu diadaptasikan ke dalam kondisi lingkungan perairan budi daya Penebaran hendaknya dilakukan pada pukul 06.00-08.00 atau 1900-2000 untuk menghindari stres akibat perubahan kandisi lingkungan perairan.
Padat penebaran sangat dipengaruhi oleh ukuran ikan dan luas wadah budi daya. Selain itu, sifat ikan sebagai perenang cepat dan melawan arus juga perlu dipertimbangkan dalam menentukan padat penebaran. Padat penebaran ikan dalam KJA memengaruhi pemanfaatan ruang gerak, peluang mendapatkan pakan, serta kualitas air, terutama konsentraki oksigen terlarut. Dalam kondisi berjejal, persaingan sintuk mendapatkan oksigen terlarut menjadi sangat tinggi, terutama pada malam hari di arus tenang di mana penurunan kadar oksigen terlarut cukup dristis.
Konsentrasi oksigen terlarut dalam KJA yang ditebari 750 ikan/m dapat mencapai 2 ppm saat pasang tertinggi atau surut terendah yang terjadi di malam hari.
Pemeliharaan ikan bandeng di KJA hanya mengandalkan pakan buatan. Oleh karena itu, teknik, jumlah, waktu, dan frekuensi pemberian pakan perlu diperhatikan dengan cermat. Umumnya pakan diberikan sebanyak 5-10% dari total berat ikan per hari dengan metode satiasi (sekitar 90% ikan dalam kondisi kenyang Pemberian pakan sebaiknya dilakukan pada saat surut atau pasang duduk (mencapai puncak dan sunut terendah), atau di saat arus sangat lemah, sebanyak 2-3 kali sehari, yaitu pagi antara pukul 07.00-08.00, siang antara 11.00-12.00, dan sore sekitar pukul 16.00-17.00 Pemberian pakan dilakukan sedikit demi sedikit agar tidak banyak yang terbuang saat diberi pakan, bandeng akan bergerak aktif, berebut, sehingga menimbulkan gerakan arus air dalam KJA.
Pertumbuhan ikan perlu dipantau tiap 2 minggu sekali guna mendapat kan data yang
kemudian akan digunakan dalam menentukan jumlah pakan yang harus diberikan serta mengevaluasi perkembangan bobot dan kesehatan ikan lumlah sampel sebaiknya tidak kurang dari 50 ekor, diambil secara acak. Penimbangan berat dan pengukuran panjang dilakukan terhadap sampel yang telah dibias dengan Pheaay echanal 200-225 ppm.
Pemanenan dilakukan bila ukuran bandeng telah mencapai target ukuran. Untuk memproduksi bandeng umpan dibutuhkan waktu pemeliharaan sekitar 2 bulan. Untuk memprodukai bandeng konsumsi langsung 3-4 bulan, bandeng tujuan ekspor ( > 800 gr ekor) dibutuhkan waktu peme liharaan 5-7 bulan. Sedangkan untuk memproduksi bandeng tujuan induk (4 kg/ekor), membutuhkan waktu sekitar 3 tahun.
Waktu pemeliharaan untuk memproduksi induk bandeng dapat diper pendek bila bandeng yang ditebar berukuran lebih besar (1.000 gr/ekor). Ikan bandeng berukuran 1 000 gr/ekor ditebar dengan kepadatan 4-5 ekor/m2. Pakan yang diberikan kepada handeng ukuran 1 000 gr sebanyak 3% bobot biomassa per hari dan diberikan tiga kali sehari. Dengan pemeliharaan selama 24 bulan(2 tahun), ikan akan dapat mencapai ukuran 4 kg/ekor dengan rata-rata panjang cagak 60 cm.
Produksi induk bandeng dalam KJA di laut memiliki beberapa keunggulan, di antaranya lahan yang digunakan relatif sempit dan tidak memerlukan sarana pengairan dan manajemen air, padat tebar cukup tinggi, dapat mencapai 4-5 ekor/m3 (ukuran keramba minimal 18 m3) sehingga memiliki tingkat produktivitas yang lebih tinggi dibanding luasan yang sama untuk lahan tambak, pertumbuhan relatif cepat untuk mencapai ukuran induk, yaitu dengan waktu pemeliharaan sekitar tiga tahun, kualitas induk lebih baik dan higienis karena mendiami habitat perairan terbuka yang memiliki sirkulasi air cukup memadai, pemantauan kondisi ikan lebih intensif dan mudah dilakukan serta, pemanenan mudah dilakukan sehingga terhindar dari cacat fisik.
Selain itu, induk bandeng yang diproduksi di KJA memiliki penampilan lebih bersih, sisik mengilap kehitaman, vitalitas tubuh lebih baik waktu untuk pulih kembali ke kondisi normal, terutama tanggap terhadap pakan buatan adalah sekitar 3-5 hari, lebih cepat dibandingkan dengan induk yang berasal dari tambak (Rachmansyah dan Usman, 1998)
PEMELIHARAAN BANDENG DI HAMPANG
Bandeng juga dapat dipelihara di hampang Hampang untuk budi daya bandeng ditempatkan di teluk teluk yang terlindung Budi daya bandeng dengan menggunakan hampang cukup maju di Filipina.
Berat awal benih bandeng yang ditebar pada hampang ditentukan oleh ukuran celah atau mata jala/kawat anyam bahan hampang. Sedangkan padat penebaran ditentukan oleh tingkat kesuburan lahan dan sistem pengelolaan. Atas dasar ini maka padat penebaran bandeng untuk berat benih 20-50 gr/ekor cukup ditebar sebanyak 4-5 ekor/m.
Jika ukuran hampang lebih kecil, maka pengelolaan mudah dilakukan Bandeng di hampang diberi pakan buatan berupa pelet mengandung protein minimal 20% dengan ranium 5-10% dari bobot ikan per hari Karena hampang berada di perairan dangkal dan air dalam kondisi tenang diam, maka pemberian pakan cukup 2-3 kali sehari. Pemberian pakan yang banyak akan mempercepat penimbunan limbah di dalam hampang
PEMELIHARAAN BANDENG DI JKD
Bandeng juga dapat dipelihara di jaring kurung dasar (JKD), baik secara monokultur maupun polikultur. Untuk monokultur, bandeng ditebar dengan kepadatan 5-10 ekor/m3 untuk benih ukuran 10 20 gr/ekor, sedangkan bila dipolikultur cukup 1-3 ekor/m3, alah satu biota yan dapat dipolikultur dengan bandeng adalah rajungan (Portunus sp), dan rajungan merupakan komoditas utama.
Padat penebaran untuk polikultur rajungan dan bandeng adalah, benih rajungan berumur 25-30 hari ditebar dengan kepadatan 3-7 ekor/m3, sedangkan ikan bandeng berukuran 10-20 gr/ekor ditebar dengan kepadatan 1-3 ekor/m3 Pakan berupa ikan-ikan nacah, daging kerang atau pelet diberikan kepada rajungan secukupnya, dan diberikan pada pagi dan sore hari. Jumlah pakan yang diberikan kepada rajungan adalah 5-10% dari berat biomassa, namun jumlah tersebut bukanlah patokan baku. Karena itu, setiap kali pemberian pakan harus dilakukan peng amatan terhadap nafsu makan rajungan budi daya untuk menentukan jumlah pakan secara tepat.
Sementara ikan bandeng dapat memanfaatkan pakan alami di dalam JKD. Jika ingin mempercepat pertumbuhan bandeng, maka dapat diberikan pakan tambahan 2-3 hari sekali Pakan tambahan yang diberikan berupa Pelet
Sumber : http://www.agrotani.com
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar