Rabu, 08 Februari 2017

Tehnik Pembenihan Ikan Bandeng

Image result for pembenihan ikan bandeng

Ikan Bandeng

Ikan Bandeng digolongkan sebagai ikan pemakan tumbuhan (Herbivora), namun dalam pemeliharaan di tambak, ikan ini lebih suka memakan “klekap” yaitu kehidupan komplek yang terdiri dari ganggang kersik (Bacillariopyceae), bakteri, protozoa, cacing dan udang renik yang sering juga disebut “Microbenthic Biological Complex”

Ikan bandeng termasuk dalam famili Chanidae (milk fish) yaitu jenis ikan yang mempunyai bentuk memanjang, padat, pipih (compress) dan oval. Menurut Sudrajat (2008) taksonomi dan klasifikasi ikan bandeng adalah sebagai berikut :

Kingdom : Animalia, Filum : Chordata, Subfilum : Vertebrata, Kelas : Osteichthyes, Subkelas : Teleostei, Ordo : Malacopterygii, Famili : Chanidae, Genus : Chanos, Spesies : Chanos chanos, Forskall

Nama dagang : Milkfish
Nama lokal : Bolu, muloh, ikan agam

Ikan bandeng dikenal sebagai ikan petualang yang suka merantau. Ikan bandeng ini mempunyai bentuk tubuh langsing mirip terpedo, dengan moncong agak runcing, ekor bercabang dan sisiknya halus. Warnanya putih gemerlapan seperti perak pada tubuh bagian bawah dan agak gelap pada punggungnya (Mudjiman, 1998)

Bandeng banyak dikenal orang sebagai ikan air tawar. Habitat asli ikan bandeng sebenarnya di laut, tetapi ikan ini dapat hidup di air tawar maupun air payau.

Ikan bandeng hidup di Samudra Hindia dan menyeberanginya sampai Samudra Pasifik, mereka cenderung bergerombol di sekitar pesisir dan pulau-pulau dengan koral. Ikan yang muda dan baru menetas hidup di laut untuk 2 – 3 minggu, lalu berpindah ke rawa-rawa bakau, daerah payau, dan kadangkala danau-danau. Bandeng baru kembali ke laut kalau sudah dewasa dan bisa berkembang biak (Anonim, 2009).

Ikan bandeng merupakan jenis ikan laut yang daerah penyebarannya meliputi daerah tropika dan sub tropika (Pantai Timur Afrika, Laut Merah sampai Taiwan, Malaysia, Indonesia dan Australia). Di Indonesia penyebaran ikan bandeng meliputi sepanjang pantai utara Pulau Jawa, Madura, Bali, Nusa Tenggara, Aceh, Sumatra Selatan, Lampung, Pantai Timur Kalimantan, sepanjang pantai Sulawesi dan Irian Jaya. (Purnomowati, dkk., 2007).

Ikan bandeng mempunyai kebiasaan makan pada siang hari. Di habitat aslinya ikan bandeng mempunyai kebiasaan mengambil makanan dari lapisan atas dasar laut, berupa tumbuhan mikroskopis seperti: plankton, udang renik, jasad renik, dan tanaman multiseluler lainnya. Makanan ikan bandeng disesuaikan dengan ukuran mulutnya (Purnomowati, dkk., 2007).

Selama ini nener ikan bandeng yang digunakan untuk pembesaran ikan bandeng itu sendiri masih mengandalkan dari alam. Sedangkan produksi nener alam belum mampu untuk mencukupi kebutuhan budidaya bandeng yang terus berkembang, oleh karena itu peranan usaha pembenihan bandeng dalam upaya untuk mengatasi masalah kekurangan nener tersebut menjadi sangat penting (Fujiana Nursyamsiah, dkk., 2008).

Seleksi Induk

Untuk meningkatkan mutu induk yang akan digunakan dalam proses budidaya maka induk yang akan digunakan harus dilakukan seleksi. Seleksi ikan bertujuan untuk memperbaiki genetik dari induk ikan yang akan digunakan. Oleh karena itu dengan melakukan seleksi ikan yang benar akan dapat memperbaiki genetik ikan tersebut sehingga dapat melakukan pemuliaan ikan. Tujuan dari pemuliaan ikan ini adalah menghasilkan benih yang unggul dimana benih yang unggul tersebut diperoleh dari induk ikan hasil seleksi agar dapat meningkatkan produktivitas (Reza, 2011)

Induk yang unggul akan menurunkan sifat-sifatnya kepada keturunannya. Ciri – cirinya :
– bentuk normal, perbandingan panjang dan berat ideal.
– ukuran kepala relatif kecil, diantara satu peranakan pertumbuhannya paling cepat.
– susunan sisik teratur, licin, mengkilat, tidak ada luka.
– gerakan lincah dan normal.
– umur antara 4 5 tahun.

Pemeliharaan Ikan Bandeng

Pengelolahan Tanah
Tanah yang baik adalah tanah liat dengan sedikit berpasir. Tanah liat dan sedikit berpasir dapat menahan air dengan baik karena tidak mudah merembes ke luar, sehingga tidak banyak terjadi kebocoran kolam. Tanah tersebut juga subur, sehingga biota-biota air lain yang bermanfaat untuk makanan ikan dapat tumbuh subur (Mimit et. al., 2006).

Tekstur tanah yang baik untuk dijadikan pematang adalah yang tidak berporus dan tidak mudah longsor. Lebar pematang antara 1 – 2 meter. Bentuk kolam yang ideal adalah persegi panjang. Air yang masuk kolam harus jernih dan melewati bak pengendapan (Soeseno, 1983).

a. Pengeringan tanah dasar tambak
Pengeringan tanah dasar tambak yang diperlukan antara lain sebagai berikut :
– Pengeringan selama 7 hari dan jika cuaca kurang baik 14 hari
– Pengeringan tanah tambak dilakukan hingga jika tanah diinjak hanya terbenam sekitar 1 cm
– Pengeringan sampai 2 lapisan sebelah atas tanah dasar tambak
– Pengeringan sampai tanah dasar tambak retak-retak dan kadar airnya 18 – 20 %

b. Perbaikan kontruksi tambak
Tahap awal dari persiapan tambak adalah perbaikan tata pertambakan yaitu meliputi perbaikan pematang, perbaikan pintu dan saringan, pembuatan caren (saluran keliling) dan perbaikan bocoran. Pemetang petakan yang telah terkikis (longsor atau aerosi) harus diperbaiki. Bocoran pada pematang akibat kepiting atau hewan lain perlu ditutup. Pada kaki pematang petakan sebaiknya dibuat ”berm” yang dapat berfungsu sebagai penahan longsoran tanah dari pematang dan sebagai tempat untuk memperbaiki bocoran. Keadaan pintu yang sudah atau agak rusak perlu diperbaiki. Pada bagian pintu arah petakan dipasang saringan halus (kasa nillon atau yang sejenisnya) yang berfungsi untuk mencegah masuknnya ikan liar atau udang dipelihara selama pengaturan air dipetakan tambak.

c. Pengapuran tanah dasar
Pengapuran tanah dasar tambak mempunyai peranan sebagai berikut :
– Menetralisirkan asam bebas yang terdapat di air.
– Menyangga goncangan pH tanah yang mencolok.
– Membantu mengendapkan bahan koloid yang terdapat dalam larutan tanah.
– Mendorong bakteri pemecah bahan-bahan organic untuk bekerja lebih aktif dalam pelepasan bahan organic.
– Mendorong pertumbuhan spesies pertumbuhan air yang cocok untuk manakan ikan.
– Membantu pembentukan tulang ikan dan pencegah kelainan tulang.
– Memperbaiki kondisi tanah.

Pengapuran adalah pemberian kapur pada kolam ikan sebagai penambah kualitas unsur-unsur pembudidayaan ikan yang baik. Dalam hal ini pengapuran berperan penting dalam peningkatan kualitas tanah, kualitas pH tanah dan juga bertujuan sebagai pemberantasan hama dan penyakit (Cahyono, 2000).

Pengapuran pada budidaya bertujuan untuk meningkatkan produksi tanah, terutama pH dan alkalinitasnya (Dewi, 2011).

Dosis kapur yang ditebarkan harus tepat ukurannya, karena jika berlebihan akan menyebabkan kolam tidak subur, sedangkan bila kekurangan kapur dalam kolam akan menyebabkan tanah dasar kolam menjadi masam. Sebagai acuan dalam memberikan kapur pada kolam budidaya ikan pada tahap awal, tetapi ada juga paraa petani menggunakan dosis kapur berkisar antara 100-200g/m2, hal ini dilakukan bergantung pada keasaman tanah kolam (Reza, 2011).

Menurut Dewi (2011), untuk pengapuran tanah dasar kolam dengan menggunakan kapur tohor atau dolomit, dengan dosis 25 kg/m2.

Pemberantasan Hama
Hama tidak hanya menurunkan produksi bandeng tetapi juga merusak ekologi tambak. Menurut Antoni dan Wibowo (1996) hama digolongkan menjadi :
– Hama pemangsa, contohnya Ikan kakap, ikan bulan-bulanan, ikan keting, ikan kipper, ikan sembilang, dll.
– Hama penyaing, contohnya ikan belanak, ikan mujair, trisipan.
– Hama perusak, contohnya kepiting dan ular.

Untuk membrantas ikan liar seperti belanak, bronang, mujair, dan ikan-ikan buas digunakan akar tuba atau jenu yang mengandung rotene. Takaran pemakaian 4 – 6 kg akar dan setiap 1 Ha tambak. Sedangkan, untuk membrantas sifut (terutama trisipan) menggunakan brestan dengan takaran 1 kg/Ha

Penyakit yang sering menyerang ikan bandeng yaitu pembusukan ekor/sirip. Vibriosis dan streptoccosis. Obat yang diberikan pada ikan yang terserang penyakit yaitu dengan pemberian antibiotik.

Pemupukan
Pemupukan dimaksudkan untuk menyuburkan tanah dalam merangsang pertumbuhan klekap. Pemupukan dilakukan setelah tanah dasar dikeringkan. Tanah dasar yang telah dikeringkan ditaburi dengan dedak kadar (500 kg/ha) dan bungkil kelapa (500 kg/ha, kemudian diari sekitar 10 cm, setelah kering baru diberi pupuk kandang atau kompos (100 kg/ha) dan diairi lagi sedalam 5 – 10 cm kemudian diberi pupuk organic berupa urea (150 kg/ha) dan TSP ( 75 kg/ha). Setelah tumbuh klekap (sekitar seminggu sesudahnya) secara berangsur-angsur tinggi air dinaikan dan pada saat itu bandeng sudah dapat ditebar.

Pemupukan dilanjutkan dapat dilakukan beberapa kali dan dilakukan setelah melewati 2 bulam pemulihan (atau tergantung dari kesuburan tambak). Pupuk yang digunakan adalah Urea dan TSP dengan dosis 10 – 25 kg/ha dan 15 kg/ha. Pada saat dilakukan pepupukan susulan tinngi air tambak tidak boleh lebih dari 1 meter. Setiap kali dilakukan pemupukan cuaca harus dalam keadaan cerah.

Pemupukan yang dilakukan di kolam bertujuan untuk menghasilkan pakan alami sebagai persedian makanan bagi ikan. Pupuk merupakan bahan penting yang diberikan pada media budidaya dengan tujuan memperbaiki keadaan fisik, biologi, dan kimia media budidaya. Bahan yang diberikan dapat bermacam-macam, yaitu pupuk hijau, pupuk kompos, pupuk buatan dan sebagainya (Zeni, 2011).

Pemupukan bertujuan untuk meningkatkan kandungan hara bagi kebutuhan fitoplankton untuk berfotosintesis. Dampak pemupukan dapat dari perubahan warna kolam atau tambak menjadi hijau atau kecoklatan. Peningkatan pertumbuhan populasi fitoplankton di air dapat mendorong pertumbuhan zooplankton sehingga dapat meningkatkan ketersediaan pakan alami bagi hewan kultur (Effendy, 2004)

Menurut Nirhono (2009) Jumlah pupuk yang digunakan tergantung dari tingkat kesuburan kolam. Dosis pemupukan awal untuk penyuburan dasar kolam adalah 100kg/m2. Pemupukan dapat dilakukan dengan:

a. Ditebarkan keseluruh permukaan dasar kolam ketika kolam dialiri sekitar 10cm atau;
b. Dimasukkan ke dalam kantong plastik yang berlubang halus dan dicelupkan kedalam air kolam didekat pintu masuk agar pupuk larut secara bertahap. Dosis pemupukan lanjutan adalah 20kg/1000m2kolam.

Pemupukan kolam dilakukan dengan tujuan untuk menumbuhkan pakan alami. Pupuk yang digunakan yaitu pupuk kandungan sebesar 2kg/10m2 untuk kolam tembok 30/150 m2 untuk kolam tanah (Nontji, 2005).

Penebaran Benih
Penebaran nener yang baik yaitu dengan langkah awal dalam budidaya bandeng. Selanjutnya nener akan berkembang dalam setiap petakan pada tambak yag telah disediakan. Saat yang baik untuk menebarkan nener ialah pada pagi atau sore hari pada pertengahan musim penghujan. Pada saat-saat tersebut jumlah air dalam tambak tercukupi sehingga kadar asam dan gas-gas beracun teroksidasi. Dengan demikian nener tidak mengalami kematian. Penebaran yang tepat ialah pada pukul 6.00 sampai pukul 7.00 pagi yang mana udara masih segar dan suhu belum naik.

Jumlah benih yang harus ditebarkan tergantung dari kesuburan tambak dan tingkat pengelolaannya. Namun, bila makanan alami (klekap, lumut, plankton) cukup tersedia. Maka untuk bandeng dapat dilakukan penebaran nener dengan padat penbaran 30 – 60 ekor/m2(ukuran antara 0,005 – 0,007 gram).

Padatnya penebaran harus seimbang dengan persediaan makanan alami. Apabila merangsang makanan alami seperti klekap dan plankton lebih pesat dengan pemupukannya. Perhitungan penebaran yang tepat ialah satu Hektar diisi maksimal 5000 – 7000 ekor/Ha.

Potensi sumber daya hayati perikanan budidaya sesuai data Direktorat Jendral Perikanan dan Pengembangan Perikanan 2010, diketahui bahwa potensi nener atau benih bandeng di Indonesia cukup melimpah, terutama nener hasil pemijahan alam, (Kordi dan Ghufron, 2005).

Pemberian Pakan
Tersedianya makanan alami dalam tambak tergantung pada pemupukan tambak sebelum nener ditebar. Dengan pemupukan, banyak unsure hara yang terlarut, selain komposisi kimiawi yang ada pada dasar tanah menjadi lebih baik dalam menyediakan unsur nitrogen, fosfor, kalium, magnesium, ferum, serta unsur-unsur mikro lainnya.

Ditambak terdapat beberapa jenis pakan alami yang sangat penting dalam menunjang pertumbuhan bandeng. Jenis tersebut adalah klekap, lumut, plankton dan organisme dasar (benthos). Namun demikian, jarang sekali semua jenis tersebut dapat hidup dan tumbuh dalam tepat dan waktu yang kebersamaan. Hal ini tergantung dari keadaan kulaitas air dan tanah serta kedalam air tambak.

Pakan merupakan unsur penting dalam menunjang pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan. Pakan yang baik harus dapat memenuhi persyaratan, pakan harus bisa dimakan ikan,pakan harus mudah dicerna dan dapat diserap tubuh ikan. Apabila persyaratan tersebut dipenuhi, pemberian pakan akan memberikan manfaat yang optimal bagi pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan (Khairuman dan Amri, 2002).

Perkembangan menyangkut adanya proses pematangan sel-sel tubuh, jaringan tubuh, organ-organ dan sistem organ yang berkembang sedemikian rupa, sehingga masing-masing dapat memenuhi fungsinya, termasuk juga emosi, intelektual dan tingkah laku ikan (Mimit et. al., 2006).

Pengelolahan Tambak
Kualitas air yang telah sesuai dengan kebutuhan ikan harus tetap dipertahankan. Bila terjadi perubahan mendadak, secepatnya diupayakan pemulihan agar ikan tidak stress atau mati. Perhatian serius kearah ini akan menbuahkan hasil yang memuaskan Karena kualitas sangat erat hubungannya dengan menumbuhkan makanan alami.

Air merupakan media paling penting dalam budidaya ikan. Kualitas air juga membutuhkan perhatian yang lebih serius agar dapat memenuhi syarat untuk mencapai kondisi air yang optimal sebagai salah satu kunci keberhasilan budidaya ikan. Manajemen kualitas air adalah suatu usaha untuk menjaga kondisi air tetap dalam kondisi baik untuk budidaya ikan dengan memperhatikan fisika, kimia, dan biologinya (Amri, 2003).

Sifat fisika kualitas air adalah suhu, cahaya, kecerahan, warna air, kekeruhan serta padatan tersuspensi. Sedangkan untuk sifat kimianya yaitu pH, oksigen terlarut, amonia, CO2 dan nitrogen (Cahyono, 2000).

Teknik Pemijahan
Pemijahan adalah pencampuran induk jantan dan berina yang telah matang sel sperma dan sel telurnya agar terjadi pengeluaran (ejakulasi) kedua sel tersebut. Setelah berada di air, sel sperma akan membuahi sel telur karena sistem pembuahan ikan terjadi diluar tubuh. Pemijahan dilakukan pada kolam khusus pemijahan.

Induk yang telah matang gonad di pelihara dalam bak berbentuk bulat dengan kisaran volume 30 ton dengan kedalaman 2,5 meter dan bak sebaiknya ditutupi dengan jaring dan dihindarkan dari cahaya malam hari untuk mencegah induk keluar dari tangki. Bandeng memijah dengan pemijahan alami biasanya berlangsung pada malam hari, dimana induk jantan mengeluarkan sperma dan induk betina mengeluarkan telur sehingga pembuahan terjadi secara eksternal, telur yang telah terbuahi mengapung di permukaan. Macam pemijahan, yakni :

1) Pemijahan Alami.
a. Ukuran bak induk 30-100 ton dengan kedalaman 1,5-3,0 meter berbentuk bulat dilengkapi aerasi kuat menggunakan “diffuser” sampai dasar bak serta ditutup dengan jaring.
b. Pergantian air minimal 150 % setiap hari.
c. Kepadatan tidak lebih dari satu induk per 2-4 m3 air.
d.Pemijahan umumnya pada malam hari. Induk jantan mengeluarkan sperma dan induk betina mengeluarkan telur sehingga fertilisasi terjadi secara eksternal
2) Pemijahan Buatan
a. Pemijahan buatan dilakukan melalui rangsangan hormonal. Hormon berbentuk cair diberikan pada saat induk jantan dan betina sudah matang gonad sedang hormon berbentuk padat diberikan setiap bulan (implantasi).
b. Induk bandeng akan memijah setelah 2-15 kali implantasi tergantung dari tingkat kematangan gonad. Hormonyang digunakan untuk implantasi biasanya LHRH –a dan 17 alpha methyltestoterone pada dosis masingmasing 100-200 mikron per ekor induk (> 4 Kg beratnya).
c. Pemijahan induk betina yang mengandung telur berdiameter lebih dari 750 mikron atau induk jantan yang mengandung sperma tingkat tiga dapat dipercepat dengan penyuntikan hormon LHRH- a pada dosis 5.000-10.000IU per Kg berat tubuh.
d. Volume bak 10-20 kedalaman 1,5-3,0 meter berbentuk bulat terbuat dari serat kaca atau beton ditutup dengan jaring dihindarkan dari kilasan cahaya pada malam hari untuk mencegah induk meloncat keluar tangki.

Kriteria induk yang siap untuk dipijahkan antara laian yaitu untuk induk betina mempunyai diameter telur 750 um, sedangkan untuk induk jantan mengandung sperma tingkat III yaitu pada saat stripping sperma cukup banyak. Dengan ciri-ciri bewarna putih susu dan kental. Jumlah telur yang dihasilkan tergantung dari ukuran induknya. Semakin besar induk maka semakin besar juga jumlah telur yang dihasilkan. Telur yang sudah dibuahi akan berwarna transparan dan mengapung, sedangkan telur yang kurang baik menendap didasar bak dan berwarna putih keruh. Untuk menjaga kualitas telur, telur yang diperoleh diinkubasi dan diberi aerasi yang cukup sampai pada tingkat embrio. Setelah telur dipanen dilakukan desinfeksi menggunakan larutan formalin selama 10 -15 menit untuk mencegah serangan pathogen (Taufik, 1998).

Penetasan Telur
Telur bandeng yang dibuahi berwarna transparant, mengapung pada permukaan, sedangkan yang tidak terbuahi akan tenggelam dan berwarna putih keruh. Untuk mempermudah dalam hal pengumpulan terus, bak pemijahan dirancang dengan sistem pembuangan air permukaan. Selama ini inkubasi telur harus diaerasi dengan cukup sehingga terlur mencapai tingkat embrio dan sebelum di pindahkan, aerasi dihentikan.

Setelah telur dipanen dilakukan desinfeksi dalam larutan formain selama 10 – 15 menit untuk mencegah pertumbuhan bakteri atau parasit (Taufik, 1998).

Pemeliharaan Larva dan Benih

Air media pemeliharaan larva yang bebas dari pencemaran, suhu 27-310C salinitas 30 ppt, pH 8 dan oksigen 5-7 ppm diisikan ke dalam bak tidak kurang dari 100 cm yang sudah dipersiapkan dan dilengkapi sistem aerasi dan batu aerasi dipasang dengan jarak antara 100 cm (Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, 2010).

Larva umur 0-2 hari kebutuhan makanannya masih dipenuhi oleh kuning telur sebagai cadangan makanannya. Hari kedua setelah ditetaskan diberi pakan alami yaitu chlorella dan rotifera. Masa pemeliharaan berlangsung 21-25 hari saat larva sudah berubah menjadi nener. Pada hari ke nol telur-telur yang tidak menetes, cangkang telur larva yang baru menetas perlu disiphon sampai hari ke 8-10 larva dipelihara pada kondisi air stagnan dan setelah hari ke 10 dilakukan pergantian air 10% meningkat secara bertahap sampai 100% menjelang panen (Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, 2010).

Masa kritis dalam pemeliharaan larva biasanya terjadi mulai hari ke 3-4 sampai ke 7-8. Untuk mengurangi jumlah kematian larva, jumlah pakan yang diberikan dan kualitas air pemeliharan perlu terus dipertahankan pada kisaran optimal (Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, 2010).

Nener yang tumbuh normal dan sehat umumnya berukuran panjang 12-16 mm dan berat 0,006-0,012 gram dapat dipelihara sampai umur 25 hari saat penampakan morfologisnya sudah menyamai bandeng dewasa (Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, 2010).

1. Persiapan Bak
Bak pemeliharaan larva harus bersih dan terbebas dari segala kotoran dan terbebas dari mikroorganisme pathogen. Untuk menciptakan kondisi tersebut , maka pertama-tama bak isiram dengan kaporit dengan dosis 5-10 ppm dan di endapkan selama 1 hari setelah itu baru disiram dengan air tawar sampai bak bersih dari kaporit.

2. Pengisian Air
Pengisian air media pemeliharaan di lakukan apabila pencucian bak selesai atau pengisian air media merupakan kegiatan terakhir dalam persiapan bak. Air yang digunakan adalahh air laut yang telah melalui saringan filter bag. Ketinggian air media pemeliharaan sampai 7 ton.

3. Penebaran Telur
sebelum telur ditebarkan terlebih dahulu diberikan elbosin kedalam bak. Setelah itu baru ditebar secara berlahan-lahan.

4. Pemberian Pakan
Ketersediaan pakan sangat menentukan dalam keberhasilan pemeliharaan larva ikan bandeng. Pemberian makanan pada pada larva ikan bandeng harus sesuai dengan bukaan mulut larva. Jadi beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam pemberian pakan pada larva ikan bandeng antara lain jenis makanan, jumlah pakan, waktu dan frekuensi serta cara pemberian pakan. apabila bukaan mulut larva kurang sempurna dan tidak ada kesesuian dalam menangkap makanan alami maka larva akan banyak mengalami stress dan pada akhirnya mati.

Lebar bukaan mulut larva ikan bandeng 225 mikon dan panjang rahang 200 mikron. Makanan yang cocok untuk bagi larva ikan bandeng yang sesuai dengan bukaan mulutnya yaitu Rotifer (Brachionus plicatillis), yang ukurannya kurang dari 200 mikron. Selain itu jenis makanan yang lain yang diberikan adalah Chlorella sp. selain berfungsi sebagai bahan makanan alami bagi larva bandeng juga berfungsi sebagai makanan Rotifer.

Larva bandeng mulai makan pada saat larva berumur tiga hari, dimana pada saat itu cadangan makanan (yolk egg) sudah habis diserap. Pada masa itu merupakan masa kritis bagi larva karena organ pencernaannya mulai dalam tahap penyempurnaan. Menurut (Anindistuti dkk 1995), bekal kuning telur pada larva bandeng hanya cukup untuk persediaan selama tidak lebih dari tiga hari, setelah itu larva harus aktif mengambil makanan dari sekitar lingkungannya.

Pada saat larva berumur 3 hari sudah mulai diberikan pakan alami berupa Chlorella sp. dan Rotifera. Pemberian Chlorella sp. berfungsi sebagai peneduh pada media pemeliharaan larva terhadap cahaya matahari yang masuk. Dalam hal ini Chorella sp. akan mengurangi intensitas cahaya matahari dan juga berfungsi sebagai makanan bagi Rotifera. Pemberian pakan alami pada larva bandeng dilakukan 2 kali sehari yaitu pagi dan sore hari setelah pemanenan Rotifer.

5. Pengelolaan Air
Menurut Effendi (1976). Bahwa salah satu faktor yang sangat menentukan dalam kehidupan dan pertumbuhan pada ikan adalah kualitas air, makanan, dan keadaan biologis ikan bersangkutan. Beberapa faktor kualitas air yang penting dalam pembenihan ikan bandeng yaitu faktor kimia, faktor fisika, dan faktor biologi. Parameter kualitas air yang menentukan adalah : oksigen terlarut, karbondioksida, derajat keasaman, suhu, kandungan nitrit, kandungan amoniak, dan kadar garam air (salinitas).

Pengelolaan kualitas air bertujuan untuk menjaga kualitas air media pemeliharaan agar tetap optimal untuk pemeliharaan larva ikan bandeng. Adapun pengelolaan kualitas air yang dilakukan yaitu dengan cara penyiponan, pergantian air, dan sirkulasi air.

Penyiponan dilakukan selama pemeliharaan larva bandeng yaitu sebanyak 3 kali. penyiponan pertama dilakukan pada saat larva berumur 2 hari setelah menetas. penyiponan ini perlu dilakukan pada bagian dasar bak agar cangkang-cangkang telur akibat proses penetasan dan telur-telur yang tidak menetas dapat dikeluarkan. Karena bila tidak disipon akan membusuk dan menjadi amoniak dan akan menjadi racun bagi larva. Penyiponan kedua dilakukan pada saat larva berumr 10 hari. 

Penyiponan ini dilakuan supaya kotoran yang berupa sisa pakan, feses larva, dan larva yang mati berada di dasar bak dikeluarkan. Penyiponan ketiga dilakukan pada saat larva berumur 18 hari menjelang panen. Penyiponan ini dilakukan untuk membersihkan kotoran dan lumut yang menempel di dasar bak, penyiponan ini sangat perlu dilakukan karena jika tidak disipon larva akan tersangkut dilumut pada saat panen nener dilakukan.

Selain penyiponan, pergantian air dan sirkulasi air perlu dilakukan pada saat pemeliharaan larva supaya kualitas air media pemeliharaan larva tetap bagus. Pergantian air mulai dilakukan pada saat larva berumur 10 hari dengan cara mengeluarkan air sebanyak 10 % dari volume awal dan ini dilakukan setiap hari dengan volume yang semakin meningkat sampai dengan panen. Pergantian air ini bertujuan agar air sebagai media pemeliharaan tetap dalam kondisi yang optimal bagi larva bandeng.

Menurut Zakaria (2010) mengatakan bahwa suhu yang baik untuk kehidupan dan pertumbuhan ikan bandeng berkiasar antara 24 sampai 31 °C. Hal ini juga didukung oleh pendapat Kordi (2005) bahwa suhu optimal untuk pemeliharaan ikan bandeng berkisar antara 23 sampai 32°C.

Menrut Zakaria (2010), kandungan oksigen yang sesuai untuk pemeliharaan ikan bandeng tidak kurang dari 3 ppm.

Kordi (2009) yang mengatakan bahwa ikan bandeng masih dapat tumbuh optimal pada pH 6.5 sampai 9. Sedangkan salinitas yang diperoleh yaitu berkisar antara 31 sampai 32 ppt. Kisaran ini masih sesuai untuk pemeliharaan larva ikan bandeng. Menurut Anonim, (2010) salinitas yang sesuai untuk pemeliharaan larva ikan bandeng berkisar 29 sampai 32 ppt.

6. Panen Larva
Pemanenan adalah suatu unit kegiatan akhir dalam pembenihan ikan bandeng. Panen larva ikan bandeng dilakukan dengan cara pemanenan total kemudian dilakukan pemeliharaan selanjutnya di bak sortiran selama 3 sampai 5 hari. Pemanenan larva dimulai dengan menurunkan volume air sebanyak 80%, kemudian kelambu panen dipasang pada ujung pipa pengeluaran air bak larva. Jika nener sudah terlihat banyak yang tertampung di dalam kelambu panen segera diseser dan dipindahkan ke bak sortiran untuk disortir dan dipelihara.

Waktu pemanenan larva dilakukan pada pagi hari. Pemanenan dilakukan pada saat larva berumur 17 hari (D17) sampai larva berumur 20 hari (D20) atau ketika benih telah mencapai ukuran 12 mm dengan berat 0,006 gram dan saat penampakan morfologisnya sudah menyamai bandeng dewasa. Menurut Anonim (2010), nener yang tumbuh normal dan sehat umumnya berukuran panjang 12-16 mm dan berat 0,006-0,012 gram dapat dipelihara sampai umur 25 hari saat penampakan morfologisnya sudah menyamai bandeng dewasa.

(Ghufron dan Kordi, 2005), menyatakan bahwa tingkat kelangsungan hidup larva ikan bandeng selama 20 sampai 25 hari yaitu berkisar 65% sampai 80%. Tingginya tingkat kelangsungan hidup larva ikan bandeng diakibatkan oleh pengelolaan air media pemeliharaan yang terkontrol serta jumlah dan jenis pakan yang diberikan pada larva yang sudah tepat sesuai dengan kebutuhannya.

Pendederan
Pendederan nener dapat dilakukan di petakan tambak, bak terkontrol, maupun hapa yang ditancapkan di tambak. Pendederan umumnya berlangsung selama 80 hari. Pendederan bertujuan untuk mendapatkan gelondongan bandeng berukuran 75—100 g/ekor. Selama tahap pendederan pertambahan bobot ikan per hari berkisar 40-50 mg.

Menurut Murtidjo, (2002) telur yang dibuahi kemudian dipanen dan diinkubasi dan diaerasi hingga telur pada tingkat embrio, selain itu pada pukul 17.00 suhu di dalam air rendah yaitu 280C.

Pemanenan
Menurut Cahyono (2007), ikan bandeng dengan berat awal atau berat saat penebaran benih pertama dengan berat 40 gram dengan lama pemeliharaan 4 – 6 bulan akan mengalami peningkatan berat tubuh sebesar 250 gram.

Pemanenan dapat di lakukan maksimal setelah benih berumur 25 hari.Bandeng dapat dipanen setelah mencapai ukuran konsumsi (300-500 g/ekor) dengan lama pemeliharaan 4-5 bulan dari gelondongan. Sementara itu, bandeng super dapat dipanen setelah berukuran 800 g/ekor dengan masa pemeliharaannya selama 120 dari gelondongan ukuran 100-150 g/ekor. Tingkat produktivitas bandeng dalam KJA ditentukan oleh faktor laju pertumbuhan, sintasan, kuantitas, dan kualitas pakan serta pengelolaan budi daya. Panen bisa dilakukan secara selektif atau total dengan menggunakan seser (Murtidjo, 2002).

Air bak pemeliharaan larva diturunkan airnya sebanyak 80% atau sebanyak 5 ton. Kelambu panen size 50 dipasang di ujung saluran pipa pengeluran bak pemeliharaan larva. Penutup pipa pengeluaran dibuka pelan-pelan supaya nenernya keluar sedikit demi sedikit. Nener yang berada di kelambu panen diseser menggunakan gayung dan dimasukkan ke dalam ember. Nener yang sudah dipanen dipindahkan ke bak sortiran untuk disortir dan dipelihara selama 3-5 hari baru panen untuk dipacking.

Referensi 

Anindiastuti, 1995. Pemeliharaan Larva Ikan Bandeng (Chanos-chanos Forskall). Balai Budidaya Air Payau, Jepara.

Anonim, 2010. Derektorat Jendral Perikanan Budidaya. 2010. Budidaya Bandeng. Jakarta.

Aslamyah, S. 2008. Pembelajaran Berbasis SCL pada Mata Kuliah Biokimia Nutrisi. UNHAS. Makassar.

Ayusta, I.M.P, 1991. Pengaruh Pemberian Pakan Alami Terhadap Kelangsungan Hidup Larva Bandeng. Skripsi Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian Universitas Warmadewa, Denpasar. 12 Hal.

Afrianto Eddy, Liviawaty E. 2002.Pakan IKAN dan Perkembangannya. Jakarta: Kanisius.

Anonym, 2010.http/: Usaha budidaya ikan bandeng.

Arisman, 1986 Pembenihan & Pembesaran Bandeng Secara Intensif (ed. Revisi).AgroMedia.Jakarta

Cholik, 1990. Penetasan Telur dan Perawatan Larva Bandeng di Pembenihan.

Effendi, I., 1978. Biologi Perikanan (Bag. I Study Natural History). Fakultas Perikanan, IPB. Bogor. 105 hal.

Fujaya. Y, 2008. Fisiologi Ikan, Dasar Pengembangan Teknik Perikanan. PenerbitRineka cipta. JakartaGhufron. M, 2001. . Pembesaran Ikan Bandeng di Keramba Jaring Apung. Kanisius.Yogyakarta

Kordi dan Ghufron. 2005. Budidaya Ikan Laut. Rineka Cipta. Jakarta.

Murtidjo, B. A,. 2002. Bandeng. Kanisius. Yogyakarta

Nontji, A, 1988. Laut Nusantara. Penerbit Djambatan, Jakarta.Romimohtarto. K dan Juwana.s, 1998. Plankton Larva dan Hewan Laut. Penerbitpusat penelitian dan pengembangan oseanologi LIPI-jakarta

Purnomowati, I., Hidayati, D., dan Saparinto, C. 2007. Ragam Olahan Bandeng. Kanisius. Yogyakarta.

Rinrin Sriyani, 1993. Perkembangan dan Kelangsungan Hidup Embrio dan Larva Bandeng (Chanos-chanos Forsk). Skripsi. Program Studi Budidaya Perikanan. Fakultas Perikanan. IPB. Bogor.

Rumiyati, S. 2012. Budidaya Bandeng Super. Pustaka Baru Press. Yogyakarta.

Sudradjat, A. 2008. Budidaya 23 Komoditas Laut Menguntungkan. Penebar Swadaya, Jakarta.

Taufik. A, 1993. Pedoman Teknis Pembenihan Ikan Bandeng. Seri PengembanganHasil Penelitian Perikanan. Jakarta

Willyarta Yudisti, 2010. Teknik budidaya Chlorella sp. dan Beberapa Pemanfaatannya dalam Kehidupan Sehari-hari. Program Studi Teknologi Akuakultur Sekolah Tinggi Perikanan Jakarta. Jakarta.

Zakaria. 2010. Petunjuk Teknik Budidaya Ikan Bandeng. Dari http://cvrahmat.blogspot.com/2011/04/budidaya-ikan-bandeng.html (Diakses tanggal 15 Juli 2013)

Sumber : https://mjakfaramir.wordpress.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar