Sabtu, 10 Juni 2017

Vaksinasi, Efisien dan Penting dalam Budidaya Ikan



Salah satu penghambat dalam budidaya perikanan adalah penyakit yang menyerang ikan. Cara penanganan ikan yang sakit bisa dilakukan dengan pencegahan maupun pengobatan, salah satunya dengan vaksinasi.



Penggunaan obat dan antibiotika efektif dalam pengobatan penyakit prasitik dan bakterial. Namun, penggunaan antibiotika saat ini menimbulkan masalah, antara lain resistensi bakteri, residu antibiotika pada ikan untuk keamanan pangan, dan residu antibiotika di perairan yang menyebabkan kerusakan lingkungan. Tak heran jika beberapa produk perikanan di Indonesia ditolak di pasar Uni Eropa karena adanya residu antibiotik.

Cara paling murah dan efisien dalam pengendalian penyakit adalah dengan pencegahan. Mencegah timbulnya penyakit dapat dengan pengelolaan lingkungan, penggunaan pakan yang bermutu, serta tepat jumlah dan tepat pemberiannya. Salah satu cara pencegahan yang sekarang sudah mulai diaplikasikan adalah dengan vaksinasi. Tujuannya adalah untuk memperoleh ketahanan terhadap suatu infeksi tertentu sehinga diperoleh sintasan hidup yang tinggi akibat proteksi imunologik.

Seperti yang pernah disampaikan Alm. Prof. Kamiso H. N, Guru Besar Fakultas Pertanian UGM. Menurutnya, Indonesia sedang melakukan revolusi di bidang perikanan budidaya, antara lain pemuliaan, vaksinasi, pengembangan pakan murah, dan berbagai teknik budidaya. Namun, apapun yang dilakukan, ada masalah yang relatif penting dan tidak dapat ditinggalkan, yaitu pengelolaan kesehatan ikan dan lingkungan.

Kamiso menyebutkan, dengan semakin cepat gerakan ekstensifikasi dan intensifikasi, risiko timbulnya penyakit ikan semakin besar. Apalagi penyakit ikan saat ini menjadi salah satu persyaratan sangat penting dalam pemasaran produk perikanan, terutama ekspor. Untuk itu, perlu teknologi pengelolaan kesehatan ikan yang menjamin daya tahan dan kenyamanan ikan serta keamanan pangan bagi konsumen.

Vaksinasi termasuk salah satu yang memenuhi persyaratan untuk hal tersebut. Alasannya, ujar Kamiso, antara lain karena tidak menimbulkan residu dalam daging ikan serta tidak menyebabkan resistensi patogen sasaran yang dikendalikan atau bukan sasaran. Selain meningkatkan daya tahan ikan, vaksin juga dapat meningkatkan kecepatan pertumbuhan dan memperbaiki konversi pakan (FCR). Vaksin dapat diberikan untuk semua ukuran ikan, baik benih, pembesaran, calon induk, dan induk. Tidak kalah pentingnya, vaksin dapat menggantikan antibiotik.

Senada dengan hal itu, drh. Yuli Setiarini Pancawati, M.Si., Aqua Ranger MSD Animal Health Indonesia PT Intervet Indonesia, mengatakan bahwa vaksinasi pada ikan bukan hal yang baru. Efektivitas vaksinasi dalam memperbaiki performance produksi ikan telah dibuktikan pada budidaya ikan salmon di Norwegia sekitar 30 tahun yang lalu. Vaksin yang dikembangkan pada saat itu terbukti efektif dalam strategi pengendalian penyakit, bahkan menurunkan secara besar-besaran penggunaan antibiotika pada pembudidayaan salmon.

“Saya kira di Indonesia sendiri telah berjalan sekitar 9—10 tahun, tetapi penyampaian mengenai vaksinasi ikan terhadap masyarakat pembudidaya ikan secara luas memang masih perlu dilakukan secara berkelanjutan. Tidak hanya itu saja, perlakuan ini sebagai dukungan terhadap manajemen kesehatan ikan yang terintegrasi. Beberapa vaksin penting untuk spesies ikan tertentu telah dikembangkan dan bahkan digunakan secara rutin,” ungkap Yuli.

Vaksinasi adalah proses menginduksi imunitas adaptif yang bersifat spesifik, yaitu terbentuknya antibodi sebelum ikan terserang patogen sehingga berfungsi sebagai pencegahan. Berikut beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam vaksinasi.
Ikan yang divaksin adalah ikan sehat dan tidak mengandung patogen yang akan dicegah. Akan lebih baik jika benih ikan Specific Pathogen Free (SPF).

Umur cukup agar organ tubuh yang memproduksi antibodi lengkap dan siap.
Setiap ukuran, baik benih, konsumsi, calon induk, serta induk memerluka dosis dan metode vaksinasi berbeda.
Suhu air sangat berpengaruh terhadap kecepatan proses produksi antibodi dan tingkat perlindungan ikan yang divaksin. Jika suhu air penampungan sebelum dan setelah vaksinasi rendah, proses produksi antibodi lambat dan tingkat perlindungannya lebih rendah dibandingkan ketika berada pada suhu optimal.
Setiap metode vaksinasi mempunyai kelebihan dan kelemahan, baik ditinjau dari kepraktisan dan 
efektivitas.
Dosis vaksin optimal perlu ditentukan untuk setiap jenis, umur ikan, dan metode vaksinasi.
Jenis patogen mempengaruhi jenis dan bentuk vaksin, monovalen, polivalen atau koktail, cair atau freeze dryer, serta umur kadaluwarsa.
Jenis ikan meliputi ikan laut atau ikan air tawar. Ikan laut minum sehingga metode rendaman cukup efektif. Ikan air tawar tidak minum oleh sebab itu metode rendaman relatif kurang efektif dibandingkan ikan laut. Adapun 3 cara aplikasi vaksin pada ikan melalui perendaman, pakan, dan suntikan.
Meskipun sudah divaksin, cara budidaya ikan sehat, terutama sistem atau pola budidaya sehat perlu diterapkan. Kesehatan ikan saja belum cukup sehingga diperlukan kesehatan lingkungan, terutama kualitas air yang baik dan biosekuriti.
Buster dan vaksinasi ulang perlu dilakukan untuk meningkatkan dan memperpanjang daya tahan. Vaksinasi ulang diperlukan apabila waktu pemeliharaan ikan lebih dari tiga bulan.
Perlu diperhatikan petunjuk penggunaan, penyimpanan, dan waktu kadaluwarsa pada label dan leaflet. Monitoring kualitas air dan kesehatan ikan perlu dilakukan secara periodik.
Evaluasi efektivitas vaksinasi, antara lain titer antibodi, pertahanan seluler, laju sintasan (SR), pertumbuhan ikan yang meliputi berat dan panjang, produksi, FCR, dan analisis ekonomi.

Metode aplikasi vaksin
MSD Animal Health merupakan salah satu perusahaan yang memproduksi vaksin ikan. Yuli mengatakan, metode aplikasi vaksin yang diproduksi perusahaannya berupa injeksi IP (intra peritoneal). Menurutnya, metode pemberian vaksinasi pada ikan secara umum meliputi beberapa cara, yaitu oral bersama pakan, rendam, dan injeksi IP. “Metode vaksinasi secara injeksi IP termasuk metode yang paling efektif dan efisien. Namun, diperlukan keterampilan lewat beberapa kali latihan menyuntik yang baik dan penanganan ikan yang baik. Ikan dibius atau di-anaesthesia sebelum diinjeksi,” terangnya.

Yuniar Mulyani, SP., M.Si., Dosen Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjajaran membenarkan. Menurutnya, metode penyuntikan memang paling efektif dibandingkan dengan metode lainnya, tetapi ukuran ikan harus agak besar. Sementara itu, metode perendaman (immersion) dilakukan dengan jumlah vaksin yang cukup banyak, tetapi dapat diaplikasikan pada ikan dengan berbagai ukuran. Sementara metode melalui pakan bisa menghindarkan ikan dari stres karena perlakuan vaksin. Vaksin disemprotkan pada pakan, dikering-anginkan, lalu baru bisa diberikan pada ikan.

Selama ini, pendampingan pada pembudidaya ikan selalu dilakukan dalam melakukan vaksinasi, termasuk mendiskusikan metode yang simpel, efektif, dan baik untuk dikerjakan dalam suatu proses vaksinasi. “Yang terpenting adalah penanganan ikan yang baik, aman, selalu memeriksa ikan secara fisik selama injeksi, dan menghindari kegiatan yang dapat menimbulkan kondisi stres pada ikan sebelum dan paling tidak 2—3 minggu setelah proses vaksinasi. Hal ini dapat dimonitor dari status kesehatan ikan seperti catatan kematian dan feed intake,” jelas Yuli. 

Sumber : http://infoakuakultur.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar