Sabtu, 09 Desember 2017

Penanganan Tangkapan Ikan Tuna

Hasil gambar untuk Penanganan Ikan Tuna

Indonesia merupakan salah satu negara pengekspor tuna terbesar di dunia. Ikantuna pada umumnya diekspor dalam bentuk segar utuh disiangi (fresh whole gilledand gutted); produk beku utuh disiangi (frozen whole gilled and gutted), loin (frozenloin) dan steak beku (frozen steak); serta produk dalam kaleng (canned tuna).

Produk-produk tuna tersebut sebagian besar diekspor ke manca negaradan hanya sebagian kecil yang dipasarkan di dalam negeri. Dalam kurunwaktu 1999- 2004, volume ekspor tuna mengalami kenaikan rata-ratasebesar 2,72 per tahun yakni dan 87.581 ton menjadi 94,221 ton.Sedangkan dan sisi nilai, terjadi kenaikan rata-rata sebesar 5,56 % pertahun, yaitu dan US $ 189,397 juta pada tahun 1999 menjadi US $ 243,937juta pada tahun 2004 (Departemen Kelautan dan Penikanan, 2005).
Negara yang menduduki peringkat atas sebagai tujuan ekspor tuna Indonesia adalah Jepang (36,84%), disusul Amerika Serikat (20,45%) dan Uni Eropa (12,69%). Data mi menggambarkan bahwa tiga negaralkawasan tersebut sangat berpengaruh terhadap kinerja ekspor tuna Indonesia (Departemen Kelautan dan Penikanan, 2005). Sementara itu, ekspor ikan tuna ke Uni Eropa merosot dan 7.400 ton di tahun 2004 menjadi 2.416 ton pada tahun 2006.Penurunan volume ekspor ikan tuna segar khususnya ke Uni Eropa terhambatoleh beberapa masalah, antara lain tingginya kadar histamin dan logam berat (Putro, 2008). Di tahun 2004, dalam laporan RASFF (Rapid Alert System forFood and Feed) Uni Eropa terdapat 39 kasus histamin pada ikan, dengan32 kasus terdapat pada tuna. Dan 32 kasus tersebut, tuna yang berasal daniIndonesia sebanyak 21 kasus. Selain kasus histamin, terdapat juga 20kasus logam berat yaitu kadmium dan merkuni (European Communities,2006). Sementara itu, laporan FDA (Food and Drug Administration) menjelaskan bahwa dan tahun 2001-
2005 terdapat 350 penolakan pada produk tuna Indonesia karena kasushistamin dan logam berat.

Ikan merupakan bahan pangan yang mudah mengalami kerusakanbiologis oleh enzim atau mikroorganisme pembusuk, sehingga memerlukan penanganan yang khusus untuk mempertahankan mutunya. Proseskerusakan ikan berlangsung lebih cepat di daerah tropis karena suhu dankelembaban harian yang tinggi. Proses kemunduran mutu tersebut makindipercepat dengan cara penanganan atau penangkapan yang kurang baik,fasilitas sanitasi yang tidak memadai serta terbatasnya sarana distribusi dan pemasaran.

Penanganan yang baik sejak ikan diangkat dan air sangat pentingmengingat sifat ikan yang penuh gizi dan punya Aw tinggi sehingga cepatbusuk. Usaha untuk memanfaatkan ikan sebaik-baiknya agar dapatdigunakan semaksimal mungkin sebagai bahan pangan banyak dilakukandengan berbagai cara. Salah satunya adalah penggunaan suhu rendah padasemua rantai produksi dan distnibusi sehingga dapat mempertahankantingkat kesegaran ikan.

Ikan segar merupakan ikan yang barn saja ditangkap, belum disimpanatau diawetkan dan mempunyai mutu yang tidak bernbah serta tidakmengalami kerusakan (SNI 01-2729-1992). Perubahan pada ikan setelahditangkap dan selama penyimpanan meliputi aktifitas mikroba, enzim autolisis dan reaksi kimia yang dapat dijadikan sebagai indikator mutu.Proses degradasi ATP dapat menj adi indikator mutu yang dapat ditentukandengan menghitung nilai-K. Kemunduran mutu ikan juga dapat dideteksidengan pengujian secara kimiawi seperti kandungan TVB (Total VolatileBase), TBA (Thiobarbituric Acid), TMA (Trimethyl Amine), dan aminabiogenik terutama histamin.

Bakteri penyebab pembusukan pada suatu jenis ikan kemungkinan akanberbeda dengan penyebab pembusukan pada ikan yang lain. Demikian pulabakteri penyebab kerusakan ikan di suatu daerah mungkin j uga berbeda dengan di daerah lainnya. Jenis-jenis bakteri pembusuk pada ikan antaralain adalah Aeromonas, Enterobactericeae, Pseudomonas, Shewanella,Vibrio dan lain lain. Bakteri penghasil histamin termasuk pada golonganEnterobacteriaceae, beberapa Vibrio sp, Clostridium dan Lactobacillus sp.Penghasil histamin paling banyak adalah Morganella morganii,Klebsiellapneumoniae danHafnia alvei (Huss, 1994).

Tuna merupakan salah satu bahan makanan yang mudah membusuk. Apabila tuna yang baru ditangkap tidak diberi perlakuan atau penanganan yang tepat maka tuna tersebut mutunya menurun .Ikan tuna salah satu komoditi unggulan perikanan di Indonesia. Penanganan tuna harus dimulai segera setelah ikan diangkat dari air tempathidupnya, dengan perlakuan suhu rendah dan memperhatikan faktorkebersihan dan kesehatan.Penggunaan suhu rendah pada semua rantai produksi dan distribusi sampai penyimpanan ikan tuna dapat mempertahankan mutu ikan.
Cara penanganan bahan baku yang baik akan menghasilkan produk pangan yang bermutu. Penanganan Tuna bertujuan untuk memperoleh bahan baku yang bermutubaik Apabila bahan baku ini diolah akan menghasilkan produk yangbermutu serta aman dikonsumsi. Upaya mempertahankan mutu ikan tunadilakukan secara intensif.
Tuna merupakan komoditas ekonomi yang tinggi dan mampu menembuspasarinternasional seperti halnya udang. Ikan tuna adalah jenis ikan dengan kandungan protein yang tinggi danlemak yang rendah. Ikan tuna mengandung protein antara 22,6 - 26,2g/100 g daging. Lemak antara 0,2 - 2,7 g/100 g daging. Di samping itu ikan tunamengandung mineral kalsium, fosfor, besi dan sodium, vitamin A(retinol), dan vitamin B (thiamin, riboflavin dan niasin)
Faktor-faktor utama yang mempengaruhi mutu ikan, baik yang didaratkandari laut maupun yang ditangani di darat adalah penerapan suhu rendah(pendinginan), kecermatan, kebersihan, dan kecepatan bekerja (faktor waktu). Mutu ikan dapat dipertahankan apabila sejak penangkapan sampai padaproses pembekuannya tidak lebih dari empat jam dan tidak terkena sinarmatahari langsung.
1. Penanganan ikan tuna diatas kapal
Tuna merupakan ikan ekonomis penting yang ada di daerah PPSNZJ, ada dua jenis tuna yang diolah disini yaitu madidihang (Thunnus albacores) dan tuna mata besar (Thunnus obesus).Madidihang memiliki bentuk tubuh lebih ramping dan memiliki sirip dorsal yang lebih panjang dibanding tuna mata besar. Tuna ditangkap menggunakan rawai tuna atau tuna longline. Satu tuna longline biasanya mengoperasikan 1000-2000 mata pancing untuk sekali turun. Setelah ditangkap, ikan lalu disortir. 

Penyortiran dilakukan untuk meminimalisir bakteri pengurai sehingga ikan tidak cepat busuk.
Jenis penyortiran di atas kapal adalah sebagai berikut:
1. Headless (HDD)
Yaitu perlakuan ikan segar dengan cara memotong kepala dan pangkal ekor. Contoh ikan yang mendapat perlakuan tersebut adalah meka, marlin, dan layaran.
2. Gillnes (GTT)
Yaitu perlakuan ikan segar dengan memotong seluruh bagian sirip dan membuang isi perut. Contoh: tuna
3. Whole (WHO)
Yaitu perlakuan ikan segar dengan membiarkan seluruh tubuh tetap utuh. Contoh: cakalang, skipjack, dan tenggiri.
Setelah disortir, tuna langsung dimasukkan ke dalam palka. Ada dua tipe pendinginan pada palka yaitu pendinginan menggunakan es curah dan pendinginan menggunakan freezer. Pendinginan menggunakan freezer lebih baik dibanding es curah. Hal ini dikarenakan suhu pada freezer dapat diatur. Suhu palka dipertahankan di bawah 5oC untuk mencegah kadar histamin naik.

2. Penanganan ikan tuna di pelabuhan /dermaga
Pada saat tiba di pelabuhan, suhu palka di cek untuk memastikan suhunya masih di bawah 5oC. Setelah di check, penutup seperti tenda di pasang dari kapal ke tempat pendaratan tuna (TPT) untuk menghindari tuna terkena sinar matahari pada saat pemindahan. Sinar matahari dapat menaikkan histamine pada tuna.
Histamin adalah racun yang terdapat pada seafood yang dapat terjadinya keracunan Histamin Fish Poisoning (HFP). Walaupun tidak secara menyeluruh tetapi histamine ini ditemukan pada keluarga Scombridae dan Scombresocidae yang meliputi tuna dan mackerel. Hal ini dikarenakan kedua jenis ikan ini memiliki tingkat asam amino histidin yang tinggi pada dagingnya yang secara alami mengalami perubahan dari histidin menjadi histamine akibat adanya aktivitas bakteri (Mahendra, 2005).

Histamin di dalam daging diproduksi oleh enzim yang menyebabkan dan meningkatkan pemecahan histidin melalui proses dekarboksilaksi (pemotongan gugus karbon) (Chetfel et.al dalam Mahendra, 2005). Ikan tuna segar pada dasarnya tidak mengandung histamine dalam dagingnya, tetapi setelah mengalami proses pembusukan atau dekomposisi, daging ikan ini mengandung histamine.
Pembentukan histamine pada setiap spesies berbeda tergantung pada kandungan histidinnya, tipe dan banyaknya bakteri yang mengkontaminasi, serta suhu pasca panen yang menunjang pertumbuhan dan reaksi mikroba (Pan dalam Mahendra, 2005).

Setelah ikan mati, sistem pertahan tubuhnya tidak bias lagi melindungi dari serangan bakteri, bakteri pembentuk histamine mulai tumbuh dan memproduksi enzim dekarboksilase yang akan menyerang histidin dan asam amino bebas lainnya pada daging ikan.

Enzim ini mengubah histidin dan asam amino bebas lainnya menjadi histamine yang memiliki karakter yang lebih bersifat alkali. Histamin terbentuk pada suhu sekitar 20°C. Segera setelah ikan mati, pembekuan merupakan cara mencegah Scombrotoxin. Menurut Taylor (2002), Histamin tidak akan terbentuk bila ikan selalu disimpan dibawah suhu 5°C.

Histamin dapat dihambat dengan cara menurunkan suhu pada daging ikan sehingga suhu optimal yang dibutuhkan untuk terjadinya perubahan histidin menjadi histamine tidak tercapai, hal ini harus dilakukan sebelum histamine itu sendiri terbentuk karena histamine bersifat stabil pada suhu 20°C (Bremmer et.al.,2003). Sehingga untuk mencegah kadar histamine terbentuk, pada saat bekerja untuk memindahkan tuna, saya melakukannya secepat mungkin kedalam TPT menggunakan slider untuk mencegah paparan sinar matahari dan udara bebas terlalu lama.

· Penerimaan di TPT
Tempat penerimaan tuna untuk dikemas dinamakan Tempat Pendaratan Tuna (TPT). Dari hasil pengamatan, tuna yang sudah masuk TPT kemudian diuji secara organoleptik untuk memperkirakan mutu bahan baku, ukuran dan jenis bahan baku yang sesuai.
Tujuan dari uji organoleptik adalah mendapatkan bahan baku yang memenuhi persyaratan mutu dan terhindar dari kontaminasi bakteri patogen serta bebas dari mata pancing.
Tuna segar yang diterima pada unit pengolahan ditangani secara cepat, cermat dan bersih serta suhu pusat ikan dipertahankan maksimal 4,4°C. Pemeriksaan terhadap mata pancing dilakukan terhadap setiap ikan dengan membuka insang dan mulut. Pemerikasaan organoleptik dilakukan oleh orang yang berpengalaman karena membutuhkan keterampilan khusus dan pengalaman bertahun-tahun untuk membedakan kualitas tuna untuk ekspor.

· Pencucian I
Setelah diuji organoleptik selanjutnya ikan tuna dibersihkan dari kotoran. Tujuannya untuk mencegah kontaminasi bakteri. Pencucian dilakukan dengan cara mengusap bagian tubuh ikan dengan air dingin. Pengusapan dilakukan searah dengan susunan sisik mulai dari kepala sampai ekor. Proses dilakukan dengan cepat, cermat dan saniter serta suhu pusat ikan dipertahankan maksimal 4,4°C.
· Pemotongan Sirip
Pemotongan sirip dilakukan untuk menghindari kemunduran mutu, kontaminasi bakteri patogen, dan kemudahan dalam proses pengemasan. Sirip ikan dipotong secara manual dari arah ekor ke kepala. Pemotongan dilakukan secara cepat, cermat dan saniter sehingga tidak menyebabkan pencemaran pada tahap berikutnya dengan suhu pusat ikan maksimal 4,4°C.
· Sortasi Mutu
Sortasi mutu dilakukan untuk mengecek kualitas daging tuna menggunakan checker (alat berbentuk besi panjang yang dapat mengambil irisan daging tuna) pada bagian belakang sirip pectoral dan pangkal ekor, bagian ini merupakan daerah yang tidak diperlukan di restoran.
Kriteria penentuan kualitas daging tuna umumnya meliputi komponen dibawah ini:
Tekstur daging, tuna yang baik memiliki daging yang berserat dan tidak lembek saat dipegang. Warna, tuna yang baik memiliki daging berwarna merah dan mata yang bening. Kandungan minyak, tuna yang baik memiliki kandungan minyak.
Grade pada tuna diinisialkan dari yang kualitasnya bagus hingga yang buruk berturut-turut yaitu AAF, AA, AF, F, A , dan B+ untuk tujuan ekspor dan B untuk pasar lokal. Inisial dalam penentuan grade berbeda untuk beberapa perusahaan.
· Pencucian II
Pencucian dilakukan kembali untuk memastikan kotoran dan kontaminasi bakteri telah hilang. Pencucian dilakukan dengan cara mengusap pada bagian tubuh ikan dengan air dingin. Pengusapan dilakukan searah dengan susunan sisik mulai dari kepala sampai ekor.
Proses dilakukan dengan cepat, cermat dan saniter serta suhu pusat ikan dipertahankan maksimal 4,4°C. Selain bagian luar, bagian dalam tuna juga perlu dibersihkan seperti isi perut, daging di tulang pipi; sirip dorsal, ventral, dan caudal; dan darah untuk menghindari pembusukan.

Menurut Omura dalam Mahendra (2005), Bakteri pembentuk histamine lebih banyak terdapat pada insang dan isi perut. Kemungkinan besar insang dan isi perut merupakan sumber bakteri ini karena jaringan otot ikan segar biasanya bebas dari mikroorganisme. Untuk ekspor ke Amerika sama seperti ekspor ke Negara lain hanya ditambahkan bagian kepala juga dipotong.

Alat yang digunakan pada penanganan tuna harus sesuai dengan SNI 01-2693.3-2006 yaitu Semua peralatan dan perlengkapan yang digunakan dalam penanganan tuna segar untuk sashimi mempunyai permukaan yang halus dan rata, tidak mengelupas, tidak berkarat, tidak merupakan sumber cemaran jasad renik, tidak retak dan mudah dibersihkan. Semua peralatan dalam keadaan bersih, sebelum, selama dan sesudah digunakan.

· Penimbangan
Penimbangan dilakukan untuk mendapatkan berat tunayang sesuai dengan ukuran yang telah ditentukan. Ikan ditimbang satu persatumenggunakan timbangan yang telah dikalibrasi.
· Pengusapan (swabbing)
Pengusapan dilakukan untuk membersihkan kotoran dan mencegah kontaminasi bakteri. Pengusapan dilakukan dengan cara mengusap pada bagian tubuh ikan memakai spons yang sudah direndam dengan air dingin. Pengusapan dilakukan searah dengan susunan sisik mulai dari kepala sampai ekor. Proses dilakukan dengan cepat, cermat dan saniter.

· Pengepakan dan Pelabelan
Proses pengemasan sangat penting karena berpengaruh pada kualitas tuna selama diperjalanan. Jika pengemasan tidak baik maka kualitas dari daging tuna akan berubah saat sampai di Negara tujuan ekspor. Tujuan ekspor dari perusahaan pengolahan tuna segar adalah Jepang, Amerika Serikat, dan Uni Eropa.
Hal yang perlu dipersiapkan untuk pengemasan adalah box karton ukuran 120 x 50 x 40 cm, plastik bening, kertas stereoform, dan biang es. Pertama-tama box disiapkan lalu diberi dua buah plastik ukuran 2 x 1,5 m dan satu kertas steoroform ukuran 1,5 x 1,5 m di dalamnya. Kemudian tuna dimasukkan kedalam box tersebut.

Tuna yang dimasukkan biasanya berjumlah 2-3 ekor dalam satu box. Untuk mencegah pembusukan selama perjalanan, biang es di masukkan ke bagian dalam kepala tuna dan di sekitar tubuh tuna. Setelah itu di bungkus dengan plastik tadi. Untuk mencegah es menyublim, plastik tersebut di ikat menggunakan selotip. Selanjutnya box tersebut ditutup dan diberi label. Label pada tuna tertulis no kapal, berat ikan, jenis ikan, dan grade. Sedangkan label pada kardus adalah tujuan pengiriman, nama pengirim, nama penerima, berat tuna di kemasan, dan grade. Lalu kardus tersebut diikat menggunakan tali plastik dan diberi selotip di kedua ujungnya untuk mencegah udara masuk. 

Terakhir dimasukkan ke dalam mobil box dan siap di ekspor.
Jenis penyortiran tuna di TPT tergantung dari Negara tujuan ekspor, diantaranya adalah sebagai berikut: Jepang; Perlakuan tuna yang akan dikirim ke Jepang meliputi pembersiha isi perut dan pemotongan sirip kaudal.
Uni Eropa; Perlakuan tuna yang akan dikirim ke Uni Eropa meliputi pembersihan isi perut, pemotongan sirip kaudal, dan pemotongan sirip ekor.
Amerika Serikat; Perlakuan tuna yang akan dikirim ke Amerika Serikat meliputi pembersihan isi perut, pemotongan sirip kaudal, pemotongan sirip ekor, dan pemotongan kepala.
· Penyimpanan Dingin
Untuk Tuna yang masih menunggu waktu untuk dipasarkan maka dilakukan penampungan dalam ruang pendingin atau dengan es kering dan tetap
mempertahankan suhu pusat tuna maksimal 4,4°C

Sumber : Nur Aisah Fakultas Perikanan, Universitas Pekalongan ; http://aishie123.blogspot.co.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar