Rabu, 17 Oktober 2018
Tips Membuat Ikan Gabus Ukuran Besar di Kolam Semen
Andhi Rahardjo rutin memanen 1,5 kuintal gabus per 2 bulan dari hasil pembesaran di kolam semen.
Suara mesin diesel itu meraung keras di pagi buta di salah satu sudut Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta pada pengujung September 2012. Mesin itu tengah bekerja menyedot keluar air kolam semen berukuran 3 m x 10 m x 1,12 m. Selang 30 menit kemudian saat volume air kolam tinggal semata kaki, si empunya kolam bersama 2 pekerja buru-buru menyerok ikan-ikan di kolam itu.
Ini bukan panen ikan biasa: si empunya kolam memanen ikan gabus Channa striata. Mereka lalu memasukkan gabus-gabus itu ke drum berkapasitas 20 kg untuk segera dikirim ke pengepul. “Sekali panen bisa dapat 1,5 kuintal gabus,” kata Andhi Rahardjo, si empunya kolam yang panen setiap 2 bulan.
Pembesaran
Panen itu bagai balasan manis untuk cibiran para tetangga ketika Andhi memulai usaha pembesaran gabus. “Gabus kok dibudidaya,” ujar Andhi menirukan ucapan tetangganya. Harap maklum selama ini belum banyak peternak membudidayakan ikan gabus di kolam. Andhi tertarik membesarkan gabus di kolam karena tingginya permintaan pasar.
Pria kelahiran Bantul itu mencontohkan permintaan yang masuk kepadanya dari konsumen Jakarta mencapai 1 kuintal setiap pekan; dari Batam, 2 kuintal. Itu belum menghitung permintaan dari Yogyakarta. Mayoritas permintaan itu untuk memenuhi kebutuhan gabus di berbagai restoran penyedia menu ikan. “Kami belum bisa melayani semua karena hasil pembesaran belum banyak,” ujar Andhi yang mulai melakukan pembesaran gabus sejak pertengahan 2011.
Andhi Rahardjo mengandalkan 4 empang berukuran 4 m x 20 m x 0,8 m sebagai sumber benih gabus. Total ia memelihara 50 induk dengan perbandingan jantan dan betina 1:4. Mahasiswa tingkat akhir Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada itu membiarkan induk-induk gabus memijah secara alamiah dan bertelur.
Setelah telur menetas menjadi larva, ia memanen larva seukuran beras itu per 15 hari dan memindahkan ke kolam kecil berukuran 3 m x 4 m berkedalaman 0,8 m. Dari sebuah kolam induk Andhi bisa memanen 4.000 larva gabus. Andhi memanen larva gabus memakai sebatang bambu yang di ujungnya terdapat serokan.
Di sana larva dirawat dengan diberi pakan cacing sutera selama 2 pekan. Dua pekan berikutnya larva yang sudah menjadi burayak 3-4 cm itu diberi pakan pelet. Pemberian pelet pada pagi dan sore hari secukupnya. Lima hari setelah mengonsumsi pelet, gabus tidak lagi menerima cacing sutera.
Selanjutnya benih snakehead yang telah mencapai ukuran 8-10 cm dipindahkan ke kolam semen berukuran 3 m x 10 m x 1,12 m untuk dibesarkan hingga ukuran konsumsi berbobot 200 g per ekor. Gabus berukuran 8-10 cm juga dapat dijual sebagai benih, rata-rata penjualan benih per bulan 8.000-10.000 ekor. Andhi mematok harga benih gabus itu Rp1.000 per ekor. Artinya dari penjualan benih ia memperoleh omzet Rp8-juta-Rp10-juta saban bulan. Pembeli berasal dari Jepara (Jawa Tengah), Pacitan (Jawa Timur), dan sekitar DI Yogyakarta.
Dalam tahap pembesaran Andhi memberi pakan pelet. Jumlah pelet yang diberikan sebanyak 3% dari total bobot seluruh ikan setiap hari selama 150-180 hari budidaya. Sebagai gambaran dengan 1.000 gabus berbobot 5 g per ekor, Andhi memberi 5 kg pakan setiap hari. Menurut Andhi dari sekilo pakan bisa dihasilkan 0,7 kg daging. “Angka itu masih bisa meningkat hingga 0,8-0,9 kg jika gabus dibesarkan intensif,” tutur pria berumur 25 tahun itu. Contohnya dengan menjaga kualitas air dan pakan.
Menurut Andhi selama pembesaran yang berlangsung 5-6 bulan itu air kolam diatur tidak boleh melebihi ketinggian 0,8 m. ”Bila posisi air tinggi, gabus mudah melompat keluar kolam,” kata Andhi. Gabus biasanya melompat jika kualitas air di kolam buruk. Perilaku itu juga berlaku di alam. Untuk mengatasi itu Andhi memasang jaring setinggi 1 meter mengelilingi kolam.
Ikan kanibal
Sejauh ini memang belum ada riset mengenai budidaya gabus di kolam sehingga beberapa parameter penting seperti padat tebar, tingkat kelulusan hidup, konversi pakan selama budidaya yang pas belum diketahui secara pasti.
Menurut staf pengajar di Fakultas Perikanan Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru, Kalimantan Selatan, Untung Bijaksana, budidaya gabus tidak sama dengan ikan konsumsi lain. “Gabus termasuk karnivora utama di dalam rantai eksosistem. Jadi bila dibudidaya perlu pakan banyak, misalkan 2 kg pakan untuk menghasilkan 1 kg gabus,” tutur Untung.
Pria kelahiran Hulusungai Selatan, Kalimantan Selatan, itu menjelaskan budidaya gabus dimungkinkan bila induk yang digunakan berkualitas sehingga kelulusan hidupnya tinggi.
Menurut pengalaman Andhi, tingkat kelulusan hidup ikan karnivora itu berkisar 70-80%. Untuk menekan sifat kanibalisme ikan anggota famili Channidae itu ia memberi pakan pelet. Menurut Dr Petrus Hary Tjahja Soedibya, dosen Fakultas Sains dan Teknik, Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto, Jawa Tengah, gabus dapat diberi pakan pelet jika dibiasakan sedari awal. Menurutnya kanibalisme muncul karena satwa itu kelaparan. “Jika kuantitas dan kualitas pakan memadai kanibalisme dapat dikurangi,” ungkap Petrus.
Kendala lain serangan cendawan saat pergantian musim. Cirinya sisik gabus mengelupas dan terlihat cendawan berbentuk seperti bulu. Untuk menanggulangi masalah tersebut Andhi menaburkan 8 kg garam setiap seminggu bila dijumpai ikan yang sakit. Untuk tindakan preventif Andhi menaburkan 4 kg garam setiap 3 minggu sekali. Dari kolam Andhi pun menuai gabus. (Riefza Vebriansyah)
Sumber : http://sistem-pertanian-terpadu.blogspot.com
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar