Potensi Kelautan di republik ini
sungguh sangat berlimpah baik di nearshore maupun di offshore, di mana industri
maritim merupakan industri yang sangat menantang (world wide business). Kawasan
laut memiliki dimensi pengembangan yang lebih luas dari daratan karena
mempunyai keragaman potensi alam yang dapat dikelola. Beberapa sektor kelautan
seperti perikanan, perhubungan laut, pertambangan sudah mulai dikembangkan
walaupun masih jauh dari potensi yang ada.
Seiring dengan meningkatnya
kebutuhan industri yang marine-oriented, survei hidrografi mutlak dilakukan
dalam tahapan explorasi maupun feasibility study. Survei hidrografi adalah
cabang ilmu yang berkepentingan dengan pengukuran dan deskripsi sifat serta
bentuk dasar perairan dan dinamika badan air atau dengan kata lain Hidrografi
adalah ilmu terapan di dalam melakukan pengukuran dan pendeskripsian
objek-objek fisik di bawah laut untuk digunakan dalam navigasi. Informasi yang
diperoleh dari kegiatan ini untuk pengelolaan sumberdaya laut dan pembangunan
industri kelautan (KK Hidrografi, 2004 ).
Kebutuhan teknologi survei dan
pemetaan laut yang modern ini merupakan suatu kebutuhan, apalagi dengan
berlakunya UNCLOS 1982 (United Nations Convention on Law of The Sea), Indonesia
diakui sebagai negara kepulauan dan perairan yuridiksi Indonesia bertambah luas
serta perlu segera dipetakan.
Kompetensi profesi dan Akademisi Hidrografi dikelompokkan menjadi beberapa aplikasi yaitu (IHB, 2001)
1. Nautical Charting ( pemetaan laut
)
2. Military
3. Inland Water
4. Coastal Zone management
5. Offshore Seismic
6. Offshore Construction
7. Remote sensing
Tujuan survey hidro-oseanografi
diantaranya untuk mendukung pekerjaan :
- Rencana penentuan dan pemasangan
jalur kabel dan pipa bawah laut
- Pencarian pesawat dan kapal-kapal
yang tenggelam.
- Penentuan algoritma parameter
kelautan (TSS, SST, koreksi kolom perairan untuk aplikasi
penginderaan jauh, dll)
- Penentuan pengeboran sumur minyak
(well rig)
- Operasi pencarian ranjau dan bahan
peledak di bawah laut
- Investigasi pipa dan kabel bawah
laut, dll.
Adapun kegiatan survey
hidro-oseanografi meliputi :
1. Survey Titik Kontrol Geodetik
Referensi titik kontrol geodesi yang
merupakan bagian dari Jaringan Kerangka Kontrol Horizontal Nasional yang
terletak di dekat atau di lokasi survei diperlukan untuk penentuan posisi DGPS
menggunakan Shorebase Station (Reference Point) dan untuk verifikasi alat DGPS
yang akan digunakan untuk survey. Point of Origin untuk kerangka kontrol
horizontal tersebut diperoleh dari instansi resmi, seperti Bakosurtanal. Jika
diperlukan, penentuan point of origin dapat dilaksanakan sendiri, dengan
referensi salah satu titik yang sudah ada, baik dengan mengadakan pengamatan
GPS secara relatif maupun secara konvensional dengan melakukan pengukuran
traverse. Jika titik referensi tambahan dibutuhkan, maka titik tersebut harus
dibangun semi-permanen yang dapat mewakili daerah survei yang telah ditentukan.
Semua ketinggian (elevasi) dan
kedalaman air, akan dihubungkan dengan suatu datum yang direferensikan ke Mean
Sea Level (MSL) atau Chart Datum(Low Water Spring: LWS), atau datum tertentu
yang sudah mendapatkan persetujuan. Semua elevasi dan kedalaman harus
dihubungkan dengan benchmark tertentu yang terletak di darat, atau
direferensikan kepada elipsoid tertentu yang ditentukan dengan GPS.
2. Sistem Navigasi Survey
Penentuan posisi kapal survei
dilaksanakan menggunakan GPS receiver dengan metode Real Time Differential
(DGPS) dengan mengikuti prinsip survei yang baik dan menjamin tidak adanya
keraguan atas posisi yang dihasilkan. Lintasan kapal survei dipantau setiap
saat melalui layar monitor atau diplot pada kertas dari atas anjungan. Sistim
komputer navigasi memberikan informasi satelit GPS seperti: nomer satelit yang
digunakan, PDOP dan HDOP. Elevation mask setiap satelit diset pada ketinggian
minimum 10 derajat. Bila DGPS yang digunakan menggunakan shore base station,
satu GPS receiver dipasang di atas kapal survei dan satu lagi di atas titik
berkoordinat di darat (shore base station). Selama akuisisi data, koreksi
differential dimonitor dari atas kapal pada sistim navigasi.
Sistim komputer navigasi menentukan
posisi setiap detik, dan jika perlu, logging data ke hardisk komputer dapat
ditentukan setiap 1, 5 atau 10 detik sebagai pilihan.
3. Pengamatan Pasang Surut Laut
Pasang surut muka air laut
dipengaruhi gravitasi bulan dan matahari, tetapi lebih dominan grafitasi bulan,
massa matahari jauh lebih besar dibandingkan massa bulan, namun karena jarak
bulan yang jauh lebih dekat ke bumi di banding matahari, matahari hanya
memberikan pengaruh yang lebih kecil, perbandingan grafitasi bulan dan matahari
(masing-masing terhadap bumi) adalah sekitar 1 : 0,46.
Untuk keperluan pemetaan darat
diperlukan data mean sea level ( msl ) yang merupakan rata – rata pasang surut
selama kurun waktu tertentu (18,6 tahun). Untuk keperluan pemetaan laut
diperlukan data surut terendah ( untuk keperluan praktis minimal pengamatan
selama 1 bulan , untuk keperluan ilmiah bervariasi 1 tahun dan 18,6 tahun)
Pengamatan pasang surut dilaksanakan
dengan tujuan untuk menentukan Muka Surutan Peta (Chart Datum), memberikan
koreksi untuk reduksi hasil survei Batimetri, juga untuk mendapatkan korelasi
data dengan hasil pengamatan arus.
Stasiun pasang surut dipasang di
dekat/dalam kedua ujung koridor rencana jalur survey dan masing-masing diamati
selama minimal 15 hari terus-menerus dan pengamatan pasang surut dilaksanakan
selama pekerjaan survei berlangsung. Secepatnya setelah pemasangan, tide
gauge/staff dilakukan pengikatan secara vertikal dengan metode levelling (sipat
datar) ke titik kontrol di darat yang terdekat, sebelum pekerjaan survei
dilaksanakan dan pada akhir pekerjaan survey dilakukan.
4. Survey Batimetri
Survei batimetrik dimaksudkan untuk mendapatkan
data kedalaman dan konfigurasi/ topografi dasar laut, termasuk lokasi dan
luasan obyek-obyek yang mungkin membahayakan.
Survei Batimetri dilaksanakan
mencakup sepanjang koridor survey dengan lebar bervariasi. Lajur utama harus
dijalankan dengan interval 100 meter dan lajur silang (cross line) dengan
interval 1.000 meter. Kemudian setelah rencana jalur kabel ditetapkan, koridor
baru akan ditetapkan selebar 1.000 meter. Lajur utama dijalankan dengan
interval 50 meter dan lajur silang (cross line) dengan interval 500 meter.
Peralatan echosounder digunakan untuk mendapatkan data kedalaman optimum
mencakup seluruh kedalaman dalam area survei. Agar tujuan ini tercapai, alat
echosounder dioperasikan sesuai dengan spesifikasi pabrik. Prosedur standar kalibrasi
dilaksanakan dengan melakukan barcheck atau koreksi Sound Velocity Profile
(SVP) untuk menentukan transmisi dan kecepatan rambat gelombang suara dalam air
laut, dan juga untuk menentukan index error correction. Kalibrasi dilaksanakan
minimal sebelum dan setelah dilaksanakan survei pada hari yang sama. Kalibrasi
juga selalu dilaksanakan setelah adanya perbaikan apabila terjadi kerusakan
alat selama periode survei. Pekerjaan survei Batimetri tidak boleh dilaksanakan
pada keadaan ombak dengan ketinggian lebih dari 1,5m bila tanpa heave
compensator, atau hingga 2,5m bila menggunakan heave compensator.
5. Survey Side Scan Sonar
Survei investigasi bawah air (side
scan sonar) dimaksudkan untuk mendapatkan kenampakan dasar laut, termasuk
lokasi dan luasan obyek-obyek yang mungkin membahayakan. Dual-channel Side Scan
Sonar System dengan kemampuan cakupan jarak minimal hingga 75m digunakan untuk
mendapatkan data kenampakan dasar-laut (seabed features) di sepanjang koridor
yang sama dengan survei Batimetri. Skala penyapuan yang digunakan diatur
sedemikian rupa sehingga terjadi overlap minimal 50% untuk area survei yang
direncanakan. Lajur-lajur survei side scan sonar dapat dijalankan bersamaan
dengan pelaksanaan survei Batimetri dan/atau disesuaikan dengan kedalaman laut
sehingga cakupan minimal tersebut dapat terpenuhi.
Apabila menggunakan towfish yang
ditarik, panjang kabel towfish tersedia cukup agar tinggi towfish di atas dasar
laut dapat dijaga kira-kira 10% dari lebar cakupan/ penyapuan yang dipilih.
Towfish sebaiknya dioperasikan dari winch bermotor lengkap dengan electrical
slip rings. Rekaman data sonar dikoreksi untuk tow fish lay back dan slant
range. Apabila menggunakan towfish yang dipasang pada lambung kapal
(vessel-mounted), sistim dilengkapi dengan heave compensator untuk mereduksi
pengaruh gelombang. Sistem yang digunakan mampu menghasilkan clear record dari
keadaan dasar laut, identifikasi adanya wrecks, obstacles, debris, sand waves,
rock outcrops, mud flows atau slides dan sedimen.
Kemungkinan adanya bahaya atau
keadaan dasar laut yang perlu mendapatkan perhatian khusus dilakukan
investigasi untuk memperjelas jenis dan ukuran bahaya tersebut. Investigasi
tersebut dapat dilaksanakan dengan menjalankan lajur yang lebih rapat pada arah
yang berbeda dengan lajur umum yang telah dijalankan sebelumnya. Penentuan
posisi menggunakan jarak atau waktu tertentu ditandai pada rekaman sonar. Data
jarak antara towfish dan antena GPS, termasuk setiap perubahan jarak ini, harus
dicatat secara tertib pada Operator’s Log selama survei berlangsung untuk
keperluan pengolahan data lebih lanjut.
7. Survey Sub Bottom Profiler
Tujuan dari Survei Sub-bottom
Profiling (SBP) adalah untuk investigasi dan identifikasi lapisan sedimen dekat
dengan permukaan dasar-laut (biasanya hingga 10m) dan untuk menentukan
informasi penting yang berhubungan dengan stratifikasi dasar laut. Survei SBP
dapat dilaksanakan bersamaan dengan survei Batimetri dan Side Scan Sonar.
Survei SBP dilaksanakan mencakup
sepanjang koridor survey dengan lebar bervariasi. Lajur utama dijalankan dengan
interval 100 meter dan lajur silang (cross line) dengan interval 1.000 meter.
Kemudian setelah rencana jalur ditetapkan, lajur utama kembali dijalankan
sebanyak 3 lajur dengan interval 50 meter, dimana satu lajur dijalankan tepat
di tengah-tengah rencana jalur kabel.
System Parametric Subbottom
Profiling (atau system lain yang dapat memberikan data sepadan) digunakan untuk
mendapatkan rekaman data permanent secara grafis atas profil dasar laut dan
perlapisan di bawahnya dengan penetrasi dan resolusi optimum di seluruh
kedalaman sepanjang koridor rencana jalur kabel. Untuk mencapai maksud ini,
peralatan dioperasikan sesuai dengan petunjuk pabrik dan diset untuk
mendapatkan rekaman data optimum. Sub-bottom profiler memberikan rekaman data
secara grafis dengan jelas pada skala dan resolusi yang jelas.
Jarak antara transducer/hydrophone
dan antena GPS dicatat secara tertib pada Operator’s Log dan kemudian
diperhitungkan pada saat pekerjaan interpretasi.
Survei Sub-bottom Profiling tidak
boleh dilaksanakan pada cuaca berombak karena sangat mempengaruhi kualitas
data, kecuali apabila menggunakan heave compensator. Kemungkinan terjadinya
noise yang bersumber dari mesin atau kapal survei harus diupayakan seminimal mungkin
dengan berbagai cara. Panjang kabel seismic source dan hydrophone (bila
menggunakan sistem demikian) disediakan cukup sehingga memungkinkan diulur pada
jarak yang dapat memberikan rekaman data optimum.
8. Survey Magnetik
Survei magnetik dilaksanakan untuk
mendeteksi adanya obyek-obyek metal pada atau dekat permukaan dasar laut yang
mungkin akan membahayakan. Bahaya yang dimaksud antara lain berupa : wrecks,
sunken buoys, steel cables maupun bahaya lain yang terdapat di area survei yang
telah ditentukan.
Survei magnetik disarankan
dilaksanakan bersamaan dengan survei Batimetri, dengan interval lajur survei
sebagaimana menjalankan lajur-lajur batimetrik. Survei magnetometer tidak
disarankan untuk dilaksanakan bersamaan dengan survei Side Scan Sonar karena
dikawatirkan terjadi gangguan yang bersumber dari towfish Side Scan Sonar
kecuali dapat dibuktikan memang tidak terjadi gangguan. Panjang kabel
disediakan cukup agar dapat dioperasikan secara optimum sesuai dengan kedalaman
air laut selama pelaksanaan survei. Untuk mendapatkan rekaman (secara grafis
atau digital) yang memberikan anomali jelas dan pada skala optimum, sensor unit
dipasang sedemikian rupa sehingga berada dalam jangkauan deteksi optimum.
Jika terdapat indikasi adanya obyek
metal yang cukup signifikan di suatu area tertentu, maka dilakukan survei
investigasi lebih lanjut dengan cara menjalankan lajur survei dengan interval
lebih rapat.
9. Pengukuran Arus
Pengamatan arus diperlukan dengan
tujuan untuk mendapatkan data arah dan kecepatan arus. Data tersebut akan
dikorelasikan dengan data pengamatan pasang surut.
Pengamatan arus dilaksanakan dengan
2 metode yaitu;
2 stasiun tetap yaitu pada perairan
dekat kedua pantai di mana landing point akan ditempatkan selama
sekurang-kurangnya 30 hari pengukuran pada 3 lapisan kedalaman sebesar 0.2, 0.6
dan 0.8m di bawah permukaan air.
Pengukuran dengan metode transek
sepanjang jalur poros rencana survei selama sekurang-kurangnya 25 jam saat
periode Spring Tide dengan menggunakan peralatan pengukur arus hidro-akustik.
Pembacaan atau pengumpulan data
harus dilaksanakan dengan interval tidak lebih dari 60 menit.
10. Survey Transpor Sedimen
Dinamika badan air dan dasar
perairan di wilayah survei dikenal sebagai daerah dengan tingkat dinamisasi
dasar perairan yang tinggi. Hal tersebut diperkirakan akibat aktifitas
eksploitasi pasir di sekitar area survei. Perubahan kedudukan dasar laut akan
berakibat pada perubahan kedudukan kabel yang telah digelar.
Survei distribusi sedimen di
sepanjang jalur survey minimum dilakukan di tiga tempat mewakili pantai dan
tengah-tengah antara keduanya. Pengukuran dilakukan dalam rentang waktu 30
hari. Peralatan utama berupa sediment trap (jebakan sedimen). Sedimen yang
terjebak selanjutnya diukur dan diteliti di laboratorium mengenai total berat,
ukuran sedimen (grain size) dan dominasi komposisi sedimen dalam arah dan
volume sedimen per satuan waktu. Hasil ini nantinya akan digunakan dalam
menentukan model arus untuk membentuk model traspor sedimen yang tepat.
11. Pengadaan Data Gelombang
Pengadaan data gelombang laut
dilakukan dengan 2 metode yaitu metode pengukuran langsung dan metode pengadaan
data tidak langsung atau data sekunder. Pada metode pengukuran langsung,
pengamatan gelombang dilakukan dengan mengamati karakter gelombang pada kedua
perairan dekat pantai. Pengamatan dilakukan dengan menggunakan wave-staff atau
peralatan perekam gelombang automatis (self recording).
Metode pengukuran tidak langsung
dilakukan dengan pengumpulan data sekunder yang berasal dari dinas meteorologi
setempat. Data tersebut dapat digunakan dalam pembangunan model gelombang.
12. Pengambilan Contoh Tanah
Pengambilan contoh dasar laut
(seabed sampling) dilaksanakan dengan menggunakan salah satu dari alat berikut:
Grab Sampler atau Gravity Corer. Grab/ gravity coring dilaksanakan sepanjang
rencana jalur survey hingga kedalaman maksimum 10m dari permukaan dasar laut,
dan dengan interval jarak 2,0km atau di lokasi di mana terdapat perubahan
litology yang signifikan yang diindikasikan dari hasil survei SSS ataupun
survei SBP.
Pengambilan contoh tanah dilakukan
dari atas kapal survei dan dilaksanakan setelah adanya hasil interpretasi
sementara di atas kapal survei atas hasil survei Side Scan Sonar dan Sub-bottom
Profiling.
Setiap pengambilan contoh tanah
harus diusahakan agar memperoleh penetrasi optimum. Setiap kali contoh tanah
telah diambil harus dicatat dan dideskripsikan secara visual di lapangan
tentang: posisi, jenis, ukuran butir, warna, dan lain-lain yang berhubungan.
Pustaka:
Poerbandono & Eka Djunarsjah
(2005). Survei Hidrografi. Refika Aditama. Bandung, Indonesia. 166pp.
Djunarsjah, E. (2004), Penggunaan
Standar Ketelitian IHO (SP-44) dalam Penetapan Batas Landas Kontinen, Makalah,
Lokakarya Sewindu Konvensi Hukum Laut PBB, Yogyakarta.
Sumber : http://sumberdayakelautandanperikanan.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar