Oleh karena itu langkah-langkah yang perlu dilakukan adalah langkah yang bersifat profilaksis misalnya vaksinasi dan diagnosis penyakit dalam rangka pencegahan terjadinya wabah penyakit (Leong et al. dalam http://www.nps.ars.usda.gov). Vaksinasi mampu meningkatkan produktifitas ikan salmon secara signifikan di Norwegia. Produksi ikan salmon pada tahun 1987 sebesar 65,000 metrik ton dan meningkat menjadi 700,000 metrik ton pada tahun 2007. Penggunaan vaksin juga mereduksi penggunaan antibiotik dari 48,500 kg menjadi 649 kg (Gravningen & Berntsen 2008). Vaksin yang pertama kali dikembangkan pada budidaya ikan adalah vaksin terhadap penyakit bakterial pada tahun 1970. Vaksin mulai diintroduksikan ke lingkungan akuakultur pada awal tahun 1980. Adanya vaksin ini ikut meningkatkan pertumbuhan industri budidaya secara signifikan serta penerimaan konsumen terhadap ikan yang dibudidayakan. Hal ini disebabkan karena berkurangnya dampak terhadap lingkungan serta peningkatan mutu bahan pangan dari ikan karena adanya minimalisasi dalam penggunaan antibotik (Lorenzen & LaPatra 2005).
Hirono (2005) menjelaskan bahwa proteksi yang diberikan oleh vaksin utuh (vaksin konvensional) yang dilemahkan cukup tinggi baik dalam membangkitkan kekebalan seluler maupun humoral, akan tetapi berpotensi untuk terjadinya infeksi. Kelemahan ini dapat diperbaiki oleh vaksin DNA yang mampu membangkitkan respon kekebalan seluler maupun humoral akan tetapi tidak menimbulkan terjadinya infeksi karena yang dimasukkan hanya bagian tertentu saja dari virus, dalam hal ini gen glikoprotein. Oleh karena itu vaksin DNA memiliki prospek dikembangkan dalam akuakultur untuk mencegah terjadinya infeksi penyakit, dalam hal ini KHV.
Vaksin virus untuk ikan jarang dijual secara komersial. Di Amerika Serikat sendiri agak sulit untuk mendapatkan lisensi peredaran karena prosesnya panjang dan biayanya mahal serta efikasi vaksin yang tidak konsisten. Kendala yang lain adalah masalah keamanan vaksin virus yang diatenuasi masih dipertanyakan karena memiliki potensi untuk bangkit kembali dan menginfeksi inang yang divaksinasi (Leong et al. dalam http://www.nps.ars.usda.gov). Berkembangnya penyediaan vaksin untuk menanggulangi penyakit yang diakibatkan oleh viral haemorrhagic septicaemia virus (VHSV), infectious haematopoietic necrosis virus (IHNV), infectious pancreatic necrosis virus (IPNV) dan infectious salmon anemia virus (ISAV) cukup memberikan perlindungan bagi budidaya ikan salmon. Di sisi lain, penumbuhan virus bakal vaksin di sel kultur ikan memerlukan biaya yang tidak sedikit. Untuk efisiensi biaya budidaya maka vaksin DNA perlu dikembangkan lebih lanjut. Pada level eksperimen vaksin ini dapat melawan virus dengan tingkat paling efisien. Vaksin ini berbasis pada plasmid DNA yang membawa sisipan gen misalnya glikoprotein dan disertai dengan promoter dan terminator/polyA untuk keperluan ekspresi di ikan (Lorenzen & LaPatra 2005). Hirono (2005) mengelompokkan perkembangan vaksin pada ikan menjadi tiga generasi. Generasi pertama adalah vaksin konvensional yang dibagi menjadi dua kelompok yaitu vaksin yang diinaktivasi/dimatikan (inactivated vaccine) dan vaksin hidup yang dilemahkan (live attenuated vaccine). Vaksin generasi kedua adalah vaksin protein rekombinan (recombinant protein vaccine) dan vaksin generasi ketiga adalah vaksin DNA (DNA vaccine).
Vaksin yang diinaktivasi memiliki keuntungan tidak ada resiko infeksi sedangkan kelemahannya adalah biaya produksi mahal, pada beberapa kasus tidak ada respon kekebalan yang ditimbulkan, serta daya tahan yang ditimbulkan relatif singkat. Vaksin yang dilemahkan memiliki keuntungan yaitu mampu menginduksi tanggap kebal humoral dan seluler serta memiliki daya proteksi dalam waktu relatif lama. Kelemahan vaksin yang dilemahkan adalah memungkinkan terjadinya infeksi. Keuntungan vaksin protein rekombinan adalah biaya produksi tidak mahal serta dapat diproduksi secara massal, sedangkan kelemahannya adalah tidak mampu mengaktivasi kekebalan seluler. Vaksin DNA memiliki keuntungan yaitu tidak menimbulkan resiko infeksi, mudah dikembangkan dan diproduksi, bersifat stabil dan mampu mengaktivasi sistem kekebalan baik humoral maupun seluler, sedang kelemahannya adalah terbatasnya protein yang bersifat imunogenik.
Vaksin DNA memiliki beberapa keunggulan sehingga layak untuk dikembangkan. Beberapa keunggulan vaksin DNA menurut Lorenzen dan Lapatra (2005) yang dapat dijadikan sebagai alasan untuk mengembangkannya adalah:
- Bersifat generik dan sederhana
- Aman dan tidak menimbulkan resiko terinfeksi penyakit
- Kombinasi keuntungan dari vaksin yang dimatikan (inactivated vaccine) dan yang dilemahkan (attenuated vaccine)
- Dapat mencapai keberhasilan tujuan vaksinasi ketika vaksinasi konvensional gagal
- Memungkinkan untuk diberikan bersama ajuvan molekular misalnya motif CpG
- Mengaktifkan baik sistem kekebalan humoral maupun seluler
- Memungkinkan vaksinasi multivalen yaitu dengan mencampur vaksin DNA untuk lebih dari satu jenis penyakit melalui vaksinasi yang dilakukan secara bersamaan
- Memberikan proteksi yang baik apabila diberikan pada stadia awal
- Proteksi dapat diinduksi dalam waktu singkat dan memberikan efek proteksi dalam jangka waktu lama
- Dapat memberikan proteksi baik dalam suhu rendah maupun tinggi
- Dapat memberikan proteksi pada heterologous strain pathogen
- Dapat menyediakan vaksin untuk patogen baru dalam waktu cepat dan biaya rendah
- Produk murni memiliki stabilitas yang tinggi
- Biaya produksi relatif murah dan mudah diproduksi
Gambar 3. Skema proteksi non-spesifik dan spesifik ikan rainbow trout yang divaksinasi dengan vaksin DNA menggunakan gen glikoprotein VHS
Di Indonesia vaksin DNA sudah mulai dikembangkan. Vaksin yang dikembangkan ini diantaranya adalah Vaksin DNA untuk mencegah infeksi KHV pada ikan mas dan koi, serta vaksin untuk mencegah penyakit VNN pada ikan kerapu. Vaksin DNA dapat diaplikasikan di ikan baik melalui injeksi, pakan dan perendaman. Sebagai contoh adalah vaksin DNA anti-KHV (koi herpes virus) pada ikan mas dan koi. Vaksin DNA anti-KHV yang diaplikasikan pada ikan mas melalui injeksi intra-muskular pada dosis 12,5 µg/100 µl dapat meningkatkan tingkat kelangsungan hidup relative ikan mas pada selang 72-96%. Khusus untuk vaksin DNA anti-KHV, vaksin ini siap diproduksi secara massal dan pengaplikasiannya melalui injeksi. Pada penelitian aplikasi vaksin DNA anti-KHV melalui perendaman, sebanyak 400 ekor benih ikan mas umur 30 hari setelah menetas direndam dalam air mengandung bakteri terkonstruksi yang telah dilemahkan sebanyak 108 CFU/mL vaksin DNA. Perendaman dilakukan selama 30 menit sekali, 60 menit sekali, 90 menit sekali, 90 menit 2 kali, dan 90 menit 3 kali perendaman pada hari berbeda. Setelah 30 hari pasca vaksinasi, ikan diuji tantang dengan menyuntikkan virus KHV 10-3 TCID50/100 mL. Hasil penelitian menunjukkan bahwa vaksinasi melalui perendaman satu kali selama 30 menit menghasilkan kelangsungan hidup ikan 61%. Vaksinasi meningkatkan kelangsungan hidup ikan sekitar 2 kali lebih tinggi daripada ikan kontrol yang tidak divaksin (26,67%). Dengan demikian, vaksin DNA efektif diberikan melalui 1 kali perendaman selama 30 menit, dan metode ini dapat berguna untuk meningkatkan daya tahan ikan mas terhadap infeksi KHV.
Berdasar hasil penelitian di IPB, vaksinasi melalui pakan buatan untuk menentukan frekuensi pemberian pakan yang mengandung vaksin DNA anti-KHV telah memberikan titik terang bahwa vaksin DNA dapat diberikan melalui pakan. Frekuensi pemberian vaksin yang diuji, yaitu perlakuan A: vaksinasi satu kali seminggu, perlakuan B: vaksinasi dua kali seminggu, perlakuan C: vaksinasi tiga kali seminggu, kontrol positif: ikan tidak divaksin, dan diuji tantang KHV, dan kontrol negatif: ikan diinjeksi dengan larutan bufer fosfat salin. Pemberian pakan dilakukan 2 kali sehari secara satiasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa vaksinasi tiga kali seminggu memberikan kelangsungan hidup relatif (84,6%) tertinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Dengan demikian, vaksinasi secara oral melalui pakan efektif meningkatkan kelangsungan hidup ikan, dan metode ini dapat menjadi alternatif dalam mengendalikan infeksi KHV pada budidaya ikan mas dan ikan koi.
Efektivitas vaksin DNA dalam skala penelitian memang telah terbukti dengan meningkatnya kelangsungan hidup relative ikan yang divaksin dibanding dengan yang tidak divaksin. Penelitian secara khusus untuk melihat perlu tidaknya dilakukan booster sampai saat ini belum dilakukan. Namun demikian, ikan mas yang divaksin dengan vaksin anti-KHV yang dipelihara selama sembilan bulan ternyata masih resisten terhadap virus KHV.
Ikan adalah hewan yang mudah mangalami stress. Dalam vaksinasi seringkali ikan ini dianaestesi untuk meminimalisir stress serta untuk memenuhi kaidah animal welfare. Bahan anastaesi yang bisa digunakan untuk ikan misalnya adalah benzocaine. Bahan ini dapat digunakan untuk membius ikan dengan dosis 50 mg/L atau menurut optimasi yang disesuaikan dengan sjenis ikan, situasi maupun kondisi tertentu. Bahan lain yang dapat digunakan adalah minyak cengkeh (merk House Brand, PD.Eltra Raya Perkasa, Tangerang) dengan dosis 0.04 ppt . Ikan yang pingsan setelah pembiusan dapat divaksin dengan menggunakan vaksin DNA. Untuk memulihkan kesadaran ikan maka ikan dipulihkan (recovery) dalam media air yang diaerasi secara intensif.
Pustaka : Bahan Publikasi: Pelatihan Vaksinator, BBPBAP Jepara
Sumber : https://suksesmina.wordpress.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar