Budidaya Ikan Lele Pembenihan Secara Tradisional - Budidaya lele pembenihan merupakan kegiatan awal dalam usaha ternak lele. Tanpa kegiatan pembenihan, maka kegiatan lain seperti, pendederan dan pembesaran lele tidak mungkin terlaksana. Kegiatan pembenihan ikan lele yang akan diuraikan disini merupakan kegiatan budidaya yang biasa dilakukan oleh para pelaku usaha pembenihan lele baik secara semiintensif maupun intensif. Secara garis besar, kegiatan pembenihan pada budidaya lele secara tradisional ini meliputi pemeliharaan induk, pemilihan induk lele siap pijah, pemijahan, serta perawatan larva ikan atau benih lele.
Hal-Hal Yang Harus Diperhatikan dalam Budidaya Ikan Lele Pembenihan Secara Tradisional
Kegiatan budidaya pembenihan lele saat ini telah berkembang pesat, terutama di pulau Jawa. Kebanyakan kegiatan budidaya pembenihan lele oleh peternak masih dilakukan menggunakan peralatan dan cara sangat sederhana. Biasanya mereka hanya memanfaatkan bahan-bahan yang mudah didapat maupun harga terjangkau. Disamping itu, penggunaan tenaga kerjanya pun cukup memanfaatkan tenaga kerja dari dalam anggota keluarga peternak ikan bersangkutan. Umumnya pemanfaatan tenaga kerja kaluarga ini bertujuan untuk menghemat biaya produksi.
Budidaya lele seperti kebiasaan peternak ikan ini berkembang terutama di daerah dataran rendah sepanjang pantai utara Jawa (pantura) dari Bekasi, Indramayu, hingga sekitar Cirebon. Meskipun sebetulnya peternak lele di dataran menengah pun tidak sedikit juga yang melakukan usaha budidaya lele ini.
Cara atau kebiasaan budidaya peternak ikan lele seperti tersebut di atas tentu saja memiliki kelebihan maupun kekurangan. Kelebihannya adalah budidaya dapat dilakukan secara sederhana di belakang rumah dengan biaya terjangkau, serta memanfaatkan lahan sempit. Sementara itu, kelemahannya adalah hasil produksi lele belum sesuai harapan, karena penerapan teknologi budidaya belum intensif. Kadang-kadang keuntungannya pun sangat kecil, bahkan tidak jarang mereka mengalami kerugian. Namun, jika dibekali pengetahuan tentang budidaya lele secara benar niscaya hal ini dapat diminimalisir.
Karakteristik budidaya lele pembenihan secara tradisional yang dilakukan peternak lele tersebut sebagai berikut :
a. Kolam Pemeliharaan Induk Pada Budidaya Lele Pembenihan Tradisional
Pada budidaya ikan sistem ini, kolam untuk memelihara induk lele tidak disediakan secara khusus. Kolam-kolam tersebut bisa memanfaatkan kolam di pekarangan rumah. Luas kolam ikan juga tidak ditentukan, biasanya hanya menyesuaikan dengan luas maupun bentuk pekarangan. Dalam budidaya pembenihan lele secara tradisional ini, tetap diperlukan adanya pemisahan antara induk jantan dan induk betina, sehingga untuk kolam ikan pemeliharaan induk minimal dibutuhkan dua buah kolam. Pembuatan sistem pengairannya pun cukup sederhana. Biasanya hanya terdiri dari saluran pemasukan air atau inlet serta saluran pembuangan atau outlet. Kolam ikan ini sebetulnya mirip comberan, air untuk mengairi kolam bisa memanfaatkan pembuangan dari rumah tangga dan air hujan. Biasanya pengairan dari pembuangan rumah tangga berasal dari air tempat cucian dan pembuangan air dari kamar mandi. Pengairan pada saat musim hujan dengan memanfaatkan suplay air dari hujan secara langsung. Induk ikan peliharaan juga tidak terlalu banyak. Kepadatan penebaran lele hanya 1-2 kg/m² dengan memanfaatkan pakan ikan dari sisa-sisa dapur maupun limbah peternakan ayam, seperti jika ada ayam mati, mereka gunakan sebagai pakan ikan dengan cara membakarnya terlebih dahulu. Ada juga yang memberikan pakan tambahan berupa keong mas, bekicot, cicak, tikus, maupun pakan alami ikan lain yang bisa didapat di lingkungaan tempat tinggalnya atau di areal persawahan tanpa harus mengeluarkan biaya.
Induk lele yang akan dipijahkan pada budidaya pembenihan ini harus memenuhi persyaratan pemijahan. Kriteria pemenuhannya adalah sudah berumur minimal 1 tahun. Tidak hanya itu, syarat terpenting dan harus terpenuhi adalah baik induk ikan betina maupun induk ikan jantan, kondisinya telah matang kelamin.
b. Pemijahan Lele Pada Budidaya Lele Pembenihan Tradisional
Kegiatan pemijahan lele pada budidaya secara tradisional akan diuraikan di bawah ini, namun sebelumnya ada hal penting yang harus diperhatikan sebelum melakukan pemijahan, yaitu mengenai pembuatan kolam ikan. Hal ini penting karena keberhasilan pemijahan juga ditentukan oleh bentuk maupun luas kolam ikan untuk pemijahan.
Pembuatan Kolam Pemijahan Lele
Dalam budidaya pembenihan lele tradisional, pemijahan dapat dilakukan dalam bak atau kolam tembok maupun kolam terpal. Pemijahan ikan dalam kolam tembok harus dibuat secara khusus, biasanya menghabiskan biaya banyak. Pembuatan kolam terpal jauh lebih murah, cukup memanfaatkan plastik terpal yang disusun atau dibentuk hingga seperti kolam ikan. Pembuatan kolam terpal ini dapat dilakukan dengan menyusun batu bata atau batako berbentuk persegi empat, dibuat seolah-olah seperti tanggul kolam. Plastik terpal tersebut kemudian ditempatkan diantara pasangan batu bata atau batako tersebut. Cara lain dapat dilakukan menggunakan papan untuk membuat tanggul atau dinding kolam ikan. Untuk memijahkan sepasang induk lele, maka dibutuhkan kolam pemijahan seluas 2 m².
Sebelum digunakan, kolam pemijahan harus dibersihkan serta dikeringkan terlebih dahulu beberapa hari. Maksudnya untuk mempercepat terjadinva proses pemijahan. Selanjutnya, bak diisi air jernih dan bersih setinggi 50-60 cm. Jika air tersebut kotor atau keruh dapat menyebabkan kegagalan budidaya, telur-telur ikan akan tertutup oleh lapisan lumpur sehingga tidak bisa menetas.
Untuk tempat penempelan telur, di dalam kolam ikan pemijahan harus disediakan kakaban terbuat dari ijuk. Ukuran kakaban disesuaikan dengan ukuran kolam pemijahan. Namun, ukuran yang biasa digunakan panjangnva 75-100 cm, lebar 30-40 cm. Sebagai patokan, untuk 1 pasang induk lele dengan berat induk betina 500 gram, dibutuhkan kakaban sebanyak 4 buah. Jika kurang, dikhawatirkan telur yang dikeluarkan ketika pemijahan tidak tertampung seluruhnya atau menumpuk di kakaban, sehingga mudah membusuk dan tidak menetas.
Selanjutnya, kakaban dipasang rata menutupi seluruh permukaan dasar kolam ikan pemijahan. Cara pemasangannya adalah dengan menindihkan batu pada kakaban sebagai pemberat. Hal ini dimaksudkan agar telur-telur ikan hasil pemijahan dapat tertampung di kakaban dan seluruh bagiannya tetap dalam kondisi terendam air.
Pelepasan Induk Lele
Setelah tempat pemijahan dipersiapkan, induk lele jantan dan lele betina ditangkap dari kolam induk menggunakan waring (jaring bermata kecil). Penangkapan induk ikan tersebut harus dilakukan secara hati-hati agar ikan tidak stress. Induk lele hasil tangkapan kemudian dimasukkan ke dalam kolam ikan pemijahan. Untuk satu kolam pemijahan lele berukuran 2 m², jumlah induk ikan yang dipijahkan cukup 1 pasang. Jika lebih dari 1 pasang, dikhawatirkan selama proses pemijahan berlangsung akan terjadi perkelahian antara induk-induk lele tersebut, sehingga proses pemijahan tidak dapat berlangsung sempurna. Di samping itu, kerugian lainnya adalah induk ikan yang terlibat perkelahian akan mengalami luka-luka serta kondisinya lemah.
Satu hal yang tidak boleh dilupakan adalah kondisi tubuh induk-induk ikan yang akan dipijahkan harus telah memenuhi persyaratan standar. Persyaratan tersebut di antaranya adalah harus matang kelamin dan berumur tidak kurang dari 1 tahun.
Untuk tempat penempelan telur, di dalam kolam ikan pemijahan harus disediakan kakaban terbuat dari ijuk. Ukuran kakaban disesuaikan dengan ukuran kolam pemijahan. Namun, ukuran yang biasa digunakan panjangnva 75-100 cm, lebar 30-40 cm. Sebagai patokan, untuk 1 pasang induk lele dengan berat induk betina 500 gram, dibutuhkan kakaban sebanyak 4 buah. Jika kurang, dikhawatirkan telur yang dikeluarkan ketika pemijahan tidak tertampung seluruhnya atau menumpuk di kakaban, sehingga mudah membusuk dan tidak menetas.
Selanjutnya, kakaban dipasang rata menutupi seluruh permukaan dasar kolam ikan pemijahan. Cara pemasangannya adalah dengan menindihkan batu pada kakaban sebagai pemberat. Hal ini dimaksudkan agar telur-telur ikan hasil pemijahan dapat tertampung di kakaban dan seluruh bagiannya tetap dalam kondisi terendam air.
Pelepasan Induk Lele
Setelah tempat pemijahan dipersiapkan, induk lele jantan dan lele betina ditangkap dari kolam induk menggunakan waring (jaring bermata kecil). Penangkapan induk ikan tersebut harus dilakukan secara hati-hati agar ikan tidak stress. Induk lele hasil tangkapan kemudian dimasukkan ke dalam kolam ikan pemijahan. Untuk satu kolam pemijahan lele berukuran 2 m², jumlah induk ikan yang dipijahkan cukup 1 pasang. Jika lebih dari 1 pasang, dikhawatirkan selama proses pemijahan berlangsung akan terjadi perkelahian antara induk-induk lele tersebut, sehingga proses pemijahan tidak dapat berlangsung sempurna. Di samping itu, kerugian lainnya adalah induk ikan yang terlibat perkelahian akan mengalami luka-luka serta kondisinya lemah.
Satu hal yang tidak boleh dilupakan adalah kondisi tubuh induk-induk ikan yang akan dipijahkan harus telah memenuhi persyaratan standar. Persyaratan tersebut di antaranya adalah harus matang kelamin dan berumur tidak kurang dari 1 tahun.
Ciri-ciri induk lele betina siap dipijahkan adalah sebagai berikut :
Bagian perut ikan tampak membesar ke arah anus, jika diraba terasa lembek.
Lubang kelamin berwarna kemerahan dan tampak agak membesar.
Jika bagian perut lele secara perlahan diurut ke arah anus, akan keluar beberapa butir telur berwarna kekuning-kuningan berukuran relatif besar.
Pergerakannya lamban dan jinak.
Ciri-ciri induk lele jantan siap dipijahkan adalah sebagai berikut :
Bagian perut ikan tampak membesar ke arah anus, jika diraba terasa lembek.
Lubang kelamin berwarna kemerahan dan tampak agak membesar.
Jika bagian perut lele secara perlahan diurut ke arah anus, akan keluar beberapa butir telur berwarna kekuning-kuningan berukuran relatif besar.
Pergerakannya lamban dan jinak.
Ciri-ciri induk lele jantan siap dipijahkan adalah sebagai berikut :
- Alat kelamin tampak jelas dan lebih runcing.
- Warna tubuh ikan agak kemerah-merahan.
- Tubuh lele ramping, gerakannya lincah.
Pada budidaya lele secara tradisional ini, proses pemijahan ikan terjadi secara alami. Induk ikan betina akan melepaskan telurnya pada kakaban yang sudah disiapkan. Pada saat yang sama induk lele jantan akan melepaskan sperma untuk membuahi telur ikan betina tersebut. Pembuahan tersebut terjadi di luar tubuh ikan. Pemijahan lele secara tradisional memiliki beberapa kendala, diantaranya adalah ketidakpastian induk lele tersebut akan memijah. Pemijahan dengan cara ini bisa berlangsung dalam satu malam, tetapi juga bisa berlangsung pada malam kedua, bahkan kadang-kadang induk ikan tidak memijah sama sekali selama beberapa malam. Ketidakpastian tersebut biasanya dipengaruhi oleh tingkat kematangan kelamin induk ikan yang tidak sempurna atau manipulasi kondisi lingkungannya kurang tepat sehingga penyesuaian induk lele terhadap tempat pemijahan menjadi terhambat.
c. Penetasan Telur Budidaya Lele Pembenihan Tradisional
Seperti halnya pada kegiatan pemijahan di atas, sebelum melakukan kegiatan penetasan lele pada budidaya lele tradisional perlu diperhatikan mengenai pembuatan kolam untuk penetasan telur ikan. Pembuatan kolam ikan ini dilakukan bersamaan saat membuat kolam ikan untuk pemijahan.
Pembuatan Kolam Penetasan Telur Lele
Seperti telah disebutkan, kolam penetasan telur ikan dibuat serta dipersiapkan bersamaan dengan pembuatan dan persiapan kolam pemijahan lele. Setelah proses pemijahan selesai, telur-telur ikan tersebut (menempel pada kakaban), harus segera dipindahkan agar tidak dimakan kembali oleh induk lele. Pada saat kedua induk lele telah kehabisan energi selama melakukan pemijahan seringkali mereka justru memakan hasil telur-telurnya sendiri, untuk menghindarinya maka segeralah memindahkan telur ikan ke dalam kolam penetasan telur ikan yang disudah dibuat sebelumnya.
Sesuai caranya yaitu tradisional, untuk menghemat biaya, biasanya para petani atau pelaku usaha budidaya lele membuat kolam penetasan menggunakan plastik terpal seperti pada kolam pemijahan ikan di atas. Kolam penetasan lele harus berukuran lebih besar daripada kolam pemijahan ikan, karena kolam penetasan lele ini sekaligus digunakan sebagai kolam pemeliharaan benih atau larva lele tersebut. Luas kolam penetasan telur ikan pada budidaya lele cara ini dari seekor induk lele betina dengan berat 500 gram adalah 2 x 3 x 0,25 m.
c. Penetasan Telur Budidaya Lele Pembenihan Tradisional
Seperti halnya pada kegiatan pemijahan di atas, sebelum melakukan kegiatan penetasan lele pada budidaya lele tradisional perlu diperhatikan mengenai pembuatan kolam untuk penetasan telur ikan. Pembuatan kolam ikan ini dilakukan bersamaan saat membuat kolam ikan untuk pemijahan.
Pembuatan Kolam Penetasan Telur Lele
Seperti telah disebutkan, kolam penetasan telur ikan dibuat serta dipersiapkan bersamaan dengan pembuatan dan persiapan kolam pemijahan lele. Setelah proses pemijahan selesai, telur-telur ikan tersebut (menempel pada kakaban), harus segera dipindahkan agar tidak dimakan kembali oleh induk lele. Pada saat kedua induk lele telah kehabisan energi selama melakukan pemijahan seringkali mereka justru memakan hasil telur-telurnya sendiri, untuk menghindarinya maka segeralah memindahkan telur ikan ke dalam kolam penetasan telur ikan yang disudah dibuat sebelumnya.
Sesuai caranya yaitu tradisional, untuk menghemat biaya, biasanya para petani atau pelaku usaha budidaya lele membuat kolam penetasan menggunakan plastik terpal seperti pada kolam pemijahan ikan di atas. Kolam penetasan lele harus berukuran lebih besar daripada kolam pemijahan ikan, karena kolam penetasan lele ini sekaligus digunakan sebagai kolam pemeliharaan benih atau larva lele tersebut. Luas kolam penetasan telur ikan pada budidaya lele cara ini dari seekor induk lele betina dengan berat 500 gram adalah 2 x 3 x 0,25 m.
Kolam penetasan ikan sebaiknya dibuat dan ditempatkan di tempat teduh, tidak terkena sinar matahari langsung maupun air hujan. Jika kolam penetasan lele dibuat di tempat terbuka dikhawatirkan akan terjadi perbedaan suhu cukup tajam antara siang-malam, apalagi jika turun hujan. Perbedaan suhu secara signifikan akan mengakibatkan benih atau larva ikan mengalami stress sehingga tingkat kematian benih atau larva lele tersebut menjadi sangat tinggi.
Pembuatan kolam penetasan telur pada budidaya lele sistem ini tidak terlalu sulit, bahkan biayanya pun tidak terlalu besar. Pembuatan kolam penetasan telur ikan ini dapat dilakukan dengan cara :
Buatlah denah atau gambar kolam penetasan dengan ukuran disesuaikan dengan jumlah induk ikan betina yang dipijahkan dan berbentuk persegi empat.
Tancapkan tiang atau patok bambu atau kayu sedikit lebih tinggi daripada tinggi kolam ikan, kurang lebih sekitar 30 cm dari permukaan tanah.
Pembuatan kolam penetasan telur pada budidaya lele sistem ini tidak terlalu sulit, bahkan biayanya pun tidak terlalu besar. Pembuatan kolam penetasan telur ikan ini dapat dilakukan dengan cara :
Buatlah denah atau gambar kolam penetasan dengan ukuran disesuaikan dengan jumlah induk ikan betina yang dipijahkan dan berbentuk persegi empat.
Tancapkan tiang atau patok bambu atau kayu sedikit lebih tinggi daripada tinggi kolam ikan, kurang lebih sekitar 30 cm dari permukaan tanah.
Buat kerangka kolam, kerangka ini dihubungkan ke setiap tiang yang telah ditancapkan. Agar lebih kuat, kerangka tersebut sebaiknya dipaku ke setiap tiang.
Setelah kerangka kolam ikan siap, maka langkah selanjutnya adalah memasang plastik terpal sebagai tempat penampung air. Ukuran plastik terpal disesuaikan dengan ukuran kolam ikan. Jika menggunakan plastik terpal terlalu lebar maka akan menghabiskan banyak biaya. Plastik terpal tersebut dipasang di bagian dalam kerangka lalu diikatkan ke kerangka yang sudah dipasang. Agar lebih kuat, ikatan dibuat berjarak tidak lebih dari 20 cm, sehingga plastik terpal yang sudah terpasang dapat menahan beban air yang mendesak keluar kolam.
Ketinggian air dalam kolam penetasan ikan antara 15-20 cm. Ketinggian tersebut dengan pertimbangan bahwa benih atau larva ikan masih berukuran sangat kecil. Sehingga diperkirakan cukup untuk menopang pertumbuhan benih atau larva lele hingga tahan budidaya pendederan. Selain itu, jika ketinggian air kolam penetasan lele terlalu tinggi, dikhawatirkan akan terjadi perbedaan atau perubahan suhu secara signifikan, sehingga benih atau larva lele banyak yang mati.
Setelah kerangka kolam ikan siap, maka langkah selanjutnya adalah memasang plastik terpal sebagai tempat penampung air. Ukuran plastik terpal disesuaikan dengan ukuran kolam ikan. Jika menggunakan plastik terpal terlalu lebar maka akan menghabiskan banyak biaya. Plastik terpal tersebut dipasang di bagian dalam kerangka lalu diikatkan ke kerangka yang sudah dipasang. Agar lebih kuat, ikatan dibuat berjarak tidak lebih dari 20 cm, sehingga plastik terpal yang sudah terpasang dapat menahan beban air yang mendesak keluar kolam.
Ketinggian air dalam kolam penetasan ikan antara 15-20 cm. Ketinggian tersebut dengan pertimbangan bahwa benih atau larva ikan masih berukuran sangat kecil. Sehingga diperkirakan cukup untuk menopang pertumbuhan benih atau larva lele hingga tahan budidaya pendederan. Selain itu, jika ketinggian air kolam penetasan lele terlalu tinggi, dikhawatirkan akan terjadi perbedaan atau perubahan suhu secara signifikan, sehingga benih atau larva lele banyak yang mati.
Perawatan Telur Ikan
Seperti telah dibahas sebelumnya, bahwa telur ikan pada kakaban harus segera diangkat, untuk menghindari telur tersebut dimakan oleh induknya saat kehabisan energi pasca pemijahan. Pengangkatan telur ikan pada kakaban harus dilakukan dengan hati-hati agar tidak banyak telur terbuang. Kakaban dimasukkan pada kolam penetasan lele dengan posisi rata. Perhatikan bahwa saat meletakkan kakaban ke dalam kolam penetasan lele, seluruh permukaan kakaban harus terendam air sehingga seluruh telur ikan juga terendam dalam air. Hal ini bertujuan untuk menghindari adanya telur ikan yang tidak menetas karena berada di permukaan.
Selama proses penetasan telur ikan dan benih atau larva lele, harus dilakukan pengontrolan terhadap kolam agar binatang atau predator tidak masuk ke dalam kolam ikan. Predator pemangsa telur atau benih lele antara lain ular dan kodok. Jika predator tersebut masuk ke dalam kolam penetasan lele, bisa dipastikan akan banyak kehilangan telur atau benih lele.
Telur-telur ikan tersebut akan menetas dalam waktu 22-124 jam setelah pemijahan. Untuk mencukupi kebutuhan oksigen, usahakan ada sedikit aliran air, misalnya menggunakan selang aerator yang biasa digunakan pada aquarium. Selain untuk mencukupi kebutuhan oksigen, aliran air tersebut dimaksudkan untuk menjaga kualitas air agar tidak menimbulkan bau, karena kualitas air jelek serta berbau tidak sedap akan mengakibatkan benih lele mengalami kematian tinggi.
Benih lele yang baru menetas biasanya akan berkumpul di dasar kolam. Benih-benih ikan tampak berwarna kehijauan, kecokelatan, atau kehitaman. Setelah diperkirakan telur-telur lele sehat sudah menetas, kakaban harus segera diangkat, agar telur lele yang tidak menetas tidak membusuk dan mencemari air kolam. Jika air kolam ikan tercemar dan kualitasnya menurun maka hal tersebut dapat membahayakan keselamatan benih atau larva lele yang baru saja menetas.
d. Pemeliharaan Larva Lele Pada Budidaya Lele Pembenihan Tradisional
Dalam budidaya pembenihan lele secara tradisional ini, benih atau larva lele akan dipelihara pada kolam penetasan lele sekaligus sebagai kolam perawatan benih ikan. Benih-benih lele tersebut harus dirawat dan dipelihara dengan baik. Perawatan dan pemeliharaan benih lele terutama dilakukan dengan cara menjaga kualitas air agar tetap baik dan mencukupi kebutuhan pakan ikan.
Pada budidaya lele tradisional ini, untuk menjaga kualitas air, maka perlu dilakukan penggantian air kolam setiap dua hari sekali, atau dengan mempertimbangkan tingkat penurunan kualitas air. Penggantian dilakukan dengan cara membuang seperempat bagian air kolam ikam, kemudian diisi kembali mengunakan air baru.
Pemberian pakan ikan pada benih atau larva lele dilakukan setelah benih tersebut berumur tiga hari setelah menetas. Selama tiga hari pertama, benih lele masih mengandalkan cadangan makanan berupa kuning telur (terdapat pada tubuhnya). Pemberian pakan ikan tambahan setelah benih lele berumur tiga hari disesuaikan dengan ukuran mulut benih. Pakan ikan tambahan paling sesuai diberikan pada fase ini adalah pakan alami, yaitu berupa pakan hidup dan plankton. Salah satu pakan hidup yang disukai benih atau larva lele adalah kutu air atau lebih dikenal dengan sebutan (Daphnia sp.). Di samping kutu air, pakan alami lain yang cocok untuk benih lele adalah cacing sutera.
Pemberian pakan ikan tambahan tersebut harus dilakukan secara terukur, tidak berlebihan, dan diberikan sebanyak dua kali sehari pada pagi dan sore hari. Pemberian pakan ikan secara terukur akan menjaga kualitas air tetap baik. Pakan ikan tambahan untuk benih lele kecil lebih diutamakan berupa pakan alami. Kelebihan pakan alami ini adalah memiliki nutrisi cukup lengkap jika dibanding dengan pakan ikan buatan.
Pakan alami benih lele berupa kutu air (Daphnia sp.) dapat diperoleh dari comberan atau genangan air. Penangkapan kutu air (Daphnia sp.) menggunakan scopnet berukuran kecil. Sebelum diberikan, kutu air (Daphnia sp.) harus dibersihkan terlebih dahulu dari kotoran atau lumpur yang menempel. Sementara itu, pakan alami benih lele berupa cacing sutera dapat diperoleh dengan cara melakukan penangkapan cacing sutera tersebut pada saluran pembuangan air yang banyak mengandung bahan organik, seperti sisa makanan rumah tangga. Saluran air atau comberan biasanya banyak terdapat cacing sutera.
Pada budidaya lele tradisional ini, benih lele dipelihara selama 2-3 minggu dalam kolam penetasan ikan, dan selanjutnya benih-benih ikan tersebut dipindahkan dan didederkan di kolam pendederan lele. Kolam pendederan lele ini bisa menggunakan kolam tembok atau jaring apung (japung). Pemanenan benih ikan dilakukan pada pagi atau sore hari saat suhu masih rendah. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari terjadinya stres pada benih. Benih lele yang ditetaskan menggunakan kolam plastik, cara pemanenannya cukup praktis, yakni hanya cukup mengangkat beberapa sudut dari plastik tersebut. Dengan cara ini, secara perlahan-lahan air di dalam kolam pemeliharaan benih ikan akan terbuang atau berkurang dan benih lele akan berkumpul di salah satu sudut. Di sudut pembuangan dipasang scop net, dimana scop net ini berfungsi untuk menampung benih ikan yang terbawa aliran air. Selanjutnya scop net diangkat dengan hati-hati dan benih ikan dipindahkan pada budidaya tahap pendederan. Untuk setiap ekor induk dengan berat sekitar 500 gram akan diperoleh benih lele sebanyak 10.000-15.000 ekor.
Seperti telah dibahas sebelumnya, bahwa telur ikan pada kakaban harus segera diangkat, untuk menghindari telur tersebut dimakan oleh induknya saat kehabisan energi pasca pemijahan. Pengangkatan telur ikan pada kakaban harus dilakukan dengan hati-hati agar tidak banyak telur terbuang. Kakaban dimasukkan pada kolam penetasan lele dengan posisi rata. Perhatikan bahwa saat meletakkan kakaban ke dalam kolam penetasan lele, seluruh permukaan kakaban harus terendam air sehingga seluruh telur ikan juga terendam dalam air. Hal ini bertujuan untuk menghindari adanya telur ikan yang tidak menetas karena berada di permukaan.
Selama proses penetasan telur ikan dan benih atau larva lele, harus dilakukan pengontrolan terhadap kolam agar binatang atau predator tidak masuk ke dalam kolam ikan. Predator pemangsa telur atau benih lele antara lain ular dan kodok. Jika predator tersebut masuk ke dalam kolam penetasan lele, bisa dipastikan akan banyak kehilangan telur atau benih lele.
Telur-telur ikan tersebut akan menetas dalam waktu 22-124 jam setelah pemijahan. Untuk mencukupi kebutuhan oksigen, usahakan ada sedikit aliran air, misalnya menggunakan selang aerator yang biasa digunakan pada aquarium. Selain untuk mencukupi kebutuhan oksigen, aliran air tersebut dimaksudkan untuk menjaga kualitas air agar tidak menimbulkan bau, karena kualitas air jelek serta berbau tidak sedap akan mengakibatkan benih lele mengalami kematian tinggi.
Benih lele yang baru menetas biasanya akan berkumpul di dasar kolam. Benih-benih ikan tampak berwarna kehijauan, kecokelatan, atau kehitaman. Setelah diperkirakan telur-telur lele sehat sudah menetas, kakaban harus segera diangkat, agar telur lele yang tidak menetas tidak membusuk dan mencemari air kolam. Jika air kolam ikan tercemar dan kualitasnya menurun maka hal tersebut dapat membahayakan keselamatan benih atau larva lele yang baru saja menetas.
d. Pemeliharaan Larva Lele Pada Budidaya Lele Pembenihan Tradisional
Dalam budidaya pembenihan lele secara tradisional ini, benih atau larva lele akan dipelihara pada kolam penetasan lele sekaligus sebagai kolam perawatan benih ikan. Benih-benih lele tersebut harus dirawat dan dipelihara dengan baik. Perawatan dan pemeliharaan benih lele terutama dilakukan dengan cara menjaga kualitas air agar tetap baik dan mencukupi kebutuhan pakan ikan.
Pada budidaya lele tradisional ini, untuk menjaga kualitas air, maka perlu dilakukan penggantian air kolam setiap dua hari sekali, atau dengan mempertimbangkan tingkat penurunan kualitas air. Penggantian dilakukan dengan cara membuang seperempat bagian air kolam ikam, kemudian diisi kembali mengunakan air baru.
Pemberian pakan ikan pada benih atau larva lele dilakukan setelah benih tersebut berumur tiga hari setelah menetas. Selama tiga hari pertama, benih lele masih mengandalkan cadangan makanan berupa kuning telur (terdapat pada tubuhnya). Pemberian pakan ikan tambahan setelah benih lele berumur tiga hari disesuaikan dengan ukuran mulut benih. Pakan ikan tambahan paling sesuai diberikan pada fase ini adalah pakan alami, yaitu berupa pakan hidup dan plankton. Salah satu pakan hidup yang disukai benih atau larva lele adalah kutu air atau lebih dikenal dengan sebutan (Daphnia sp.). Di samping kutu air, pakan alami lain yang cocok untuk benih lele adalah cacing sutera.
Pemberian pakan ikan tambahan tersebut harus dilakukan secara terukur, tidak berlebihan, dan diberikan sebanyak dua kali sehari pada pagi dan sore hari. Pemberian pakan ikan secara terukur akan menjaga kualitas air tetap baik. Pakan ikan tambahan untuk benih lele kecil lebih diutamakan berupa pakan alami. Kelebihan pakan alami ini adalah memiliki nutrisi cukup lengkap jika dibanding dengan pakan ikan buatan.
Pakan alami benih lele berupa kutu air (Daphnia sp.) dapat diperoleh dari comberan atau genangan air. Penangkapan kutu air (Daphnia sp.) menggunakan scopnet berukuran kecil. Sebelum diberikan, kutu air (Daphnia sp.) harus dibersihkan terlebih dahulu dari kotoran atau lumpur yang menempel. Sementara itu, pakan alami benih lele berupa cacing sutera dapat diperoleh dengan cara melakukan penangkapan cacing sutera tersebut pada saluran pembuangan air yang banyak mengandung bahan organik, seperti sisa makanan rumah tangga. Saluran air atau comberan biasanya banyak terdapat cacing sutera.
Pada budidaya lele tradisional ini, benih lele dipelihara selama 2-3 minggu dalam kolam penetasan ikan, dan selanjutnya benih-benih ikan tersebut dipindahkan dan didederkan di kolam pendederan lele. Kolam pendederan lele ini bisa menggunakan kolam tembok atau jaring apung (japung). Pemanenan benih ikan dilakukan pada pagi atau sore hari saat suhu masih rendah. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari terjadinya stres pada benih. Benih lele yang ditetaskan menggunakan kolam plastik, cara pemanenannya cukup praktis, yakni hanya cukup mengangkat beberapa sudut dari plastik tersebut. Dengan cara ini, secara perlahan-lahan air di dalam kolam pemeliharaan benih ikan akan terbuang atau berkurang dan benih lele akan berkumpul di salah satu sudut. Di sudut pembuangan dipasang scop net, dimana scop net ini berfungsi untuk menampung benih ikan yang terbawa aliran air. Selanjutnya scop net diangkat dengan hati-hati dan benih ikan dipindahkan pada budidaya tahap pendederan. Untuk setiap ekor induk dengan berat sekitar 500 gram akan diperoleh benih lele sebanyak 10.000-15.000 ekor.
Sumber : http://www.tanijogonegoro.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar