Kamis, 27 Februari 2020

Kualitas Air - Danau dan Waduk

Tercemar, Air Danau Batur Bali Tidak Layak Dikonsumsi Langsung ...
Peraiaran umum seperti sungai, danau maupun waduk, merupakan salah satu media pemeliharaan ikan yang ada. Danau ataupun waduk memiliki posisi yang strategis dan berfungsi multi guna. Selain berfungsi sebagai pengendali bencana alam (banjir, erosi, dan kekeringan), juga dimanfaatkan oleh lainnya seperti: perikanan, pariwisata, sarana transportasi, sumber air irigasi pertanian, pembangkit listrik (PLTA), dan sebagainya. Luas danau/waduk di Indonesia diketahui mencapai 1,85 juta ha, terdiri dari danau alami sekitar 1,80 juta ha, dan danau buatan/waduk sekitar 0,05 juta ha (Katamihardja, 2009).
Pada perkembangannya, danau/waduk banyak dimanfaatkan guna memenuhi kebutuhan sumber protein melalui kegiatan budidaya ikan. Hingga tahun 2016, area danau/waduk yang telah dimanfaatkan untuk kegiatan budidaya ikan mencapai 1.920 ha, menggunakan keramba jaring apung (KJA). Produksi ikan yang dihasilkannya cukup besar mencapai 502,3 ribu ton. Dari nilai tersebut menempatkan kegiatan KJA di danau/waduk menjadi andalan kedua setelah kolam sebagai pemenuh kebutuhan konsumsi ikan air tawar nasional. Sebaran produksi terbanyak berasal dari provinsi Jawa Barat (39%), disusul Sumatera Utara (12%), dan Jawa Tengah (11%) (BPS, 2016).

Waduk merupakan salah satu perairan yang memiliki potensi sumberdaya hayati. Keberadaan ekosistem waduk memberikan fungsi yang menguntungkan bagi kehidupan manusia, antara lain keperluan rumah tangga, industri, pertanian, dan perikanan. Fungsi penting waduk antara lain sebagai sumber plasma nutfah terutama jenis-jenis ikan dengan tingkat endemisitas yang tinggi, penyimpan air, kebutuhan air minum, irigasi, pendukung sarana transportasi, budidaya perikanan, pariwisata dan pembangkit listrik. Sifat perairan danau/waduk yang masih dianggap sebagai common property (milik bersama) dan open access (sifat terbuka) menyebabkan pertumbuhan KJA di berbagai tempat berkembang sangat pesat dan cenderung tidak terkontrol dan tak terkendali. Hal tersebut didukung dengan budidaya ikan berbasis pakan buatan (pelet) dimana aktivitas budidayanya menggunakan pemberian pakan hampir 70% dari proses produksinya.

Pertumbuhan jumlah KJA yang dibudidayakan di waduk secara intensif yang terus meningkat yang berarti juga terus meningkatnya jumlah ikan yang dipelihara akan menghasilkan limbah organik (kotoran ikan dan sisa pakan yang tidak termakan) yang akan merangsang produktivitas perairan dan mempengaruhi karakteristik biotik dan abiotik perairan (Krismono, 1992). Semakin banyak KJA yang beroperasi akan semakin banyak limbah yang masuk ke perairan. Limbah tersebut berasal dari pemberian pakan yang berlebihan yang akan menimbulkan dampak lanjut ke perairan berupa kotoran dan sisa pakan.

Pada saat jumlahnya melampaui batas tertentu dapat mengakibatkan proses sedimentasi yang tinggi berupa penumpukan sisa pakan di dasar perairan, limbah tersebut akan menyebabkan penurunan kualitas perairan (pengurangan pasokan oksigen dan pencemaran air danau/waduk) yang pada akhirnya mempengaruhi hewan yang dipelihara. Sisa pakan dan metabolisme dari aktifitas pemeliharaan ikan dalam KJA serta limbah domestik yang berasal dari kegiatan pertanian maupun dari limbah rumah tangga menjadi penyebab utama menurunnya fungsi ekosistem danau yang berakhir pada terjadinya pencemaran danau, mulai dari eutrofikasi yang menyebabkan ledakan (blooming) fitoplankton dan gulma air seperti enceng gondok (Eichornia crassipes), upwelling dan lain-lain yang yang dapat mengakibatkan organisme perairan (terutama ikan-ikan budidaya) serta diakhiri dengan makin menebalnya lapisan anaerobik di badan air waduk.

Kualitas air
Kualitas air adalah kondisi kualitatif air yang diukur dan atau di uji berdasarkan parameter-parameter tertentu dan metode tertentu berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku (Pasal 1 keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 115 tahun 2003). Kualitas air dapat dinyatakan dengan parameter kualitas air. Parameter ini meliputi parameter fisik, kimia, dan mikrobiologis (Masduqi, 2009). Kualitas air dapat diketahui dengan melakukan pengujian tertentu terhadap air tersebut. Pengujian yang dilakukan adalah uji kimia, fisik, biologi, atau uji kenampakan (bau dan warna). Pengelolaan kualitas air adalah upaya pemeliharaan air sehingga tercapai kualitas air yang diinginkan sesuai peruntukannya untuk menjamin agar kondisi air tetap dalam kondisi alamiahnya.

Menurut Diersing (2009), Kualitas air adalah suatu ukuran kondisi air dilihat dari karakteristik fisik, kimiawi, dan biologisnya. Kualitas air juga menunjukkan ukuran kondisi air relatif terhadap kebutuhan biota air dan manusia. Karakter kualitas air yang perlu diperhatikan dalam budidaya ikan, antara lain : (a) Karakter kimia air terdiri dari : Salinitas, DO (Dissolved Oxygen), BOD, COD, logam berat, Nitrat, Derajat Keasaman (pH), dan Akalinitas; (b) Karakter fisika air terdiri dari : kecerahan (transparansi) air, suhu, padatan terlarut, padatan tersuspensi, bau, warna, rasa dan kedalaman air dan (c) Karakter biologi air terdiri dari : kepadatan dan kelimpahan plankton, Ephemeroptera, Plecoptera, Trichoptera, Mollusca, Escherichia coli dan Bakteri koliform.

Hubungan Antar Kualitas Air
Menurut Lesmana (2001), suhu pada air mempengaruhi kecepatan reaksi kimia, baik dalam media luar maupun dalam tubuh ikan. Suhu makin naik, maka reaksi kimia akan semakin cepat, sedangkan konsentrasi gas akan semakin turun, termasuk oksigen. Akibatnya, ikan akan membuat reaksi toleran dan tidak toleran. Naiknya suhu, akan berpengaruh pada salinitas, sehingga ikan akan melakukan prosess osmoregulasi. Oleh ikan dari daerah air payau akan malakukan yoleransi yang tinggi dibandingkan ikan laut dan ikan tawar.

Menurut Anonymaus (2010), laju peningkatan pH akan dilakukan oleh nilai pH awal. Sebagai contoh : kebutuhan jumlah ion karbonat perlu ditambahkan utuk meningkatkan satu satuan pH akan jauh lebih banyak apabila awalnya 6,3 dibandingkan hal yang sama dilakukan pada pH 7,5. kenaikan pH yang akan terjadi diimbangi oleh kadar Co2 terlarut dalan air. Sehingga, Co2 akan menurunkan pH.

3. Parameter Kualitas Air

Parameter Fisika

a) Kecerahan
Menurut Kordi dan Andi (2009), kecerahan adalah sebagian cahaya yang diteruskan kedalam air dan dinyetakan dalam (%). Kemampuan cahaya matahari untuk tembus sampai kedasar perairan dipengaruhi oleh kekeruhan (turbidity) air. Dengan mengetahui kecerahan suatu perairan, kita dapat mengetahui sampai dimana masih ada kemungkinan terjadi proses asimilasi dalam air, lapisan-lapisan manakah yang tidak keruh, yang agak keruh, dan yang paling keruh.

b) Suhu
Menurut Nontji (1987), suhu air merupakan faktor yang banyak mendapat perhatian dalam pengkajian- pengkajian kaelautan. Data suhu air dapat dimanfaatkan bukan saja untuk mempelajari gejala-gejala fisika didalam laut, tetapi juga dengan kaitannya kehidupan hewan atau tumbuhan. Bahkan dapat juga dimanfaatkan untuk pengkajian meteorologi.

Parameter Kimia

a) pH
Menurut Andayani (2005), pH adalah cerminan derajat keasaman yang diukur dari jumlah ion hidrogen menggunakan rumus pH = -log (H+). Air murni terdiri dari ion H+dan OH- dalam jumlah berimbang hingga Ph air murni biasa 7. Makin banyak banyak ion OH+ dalam cairan makin rendah ion H+ dan makin tinggi pH. Cairan demikian disebut cairan alkalis. Sebaliknya, makin banyak H+makin rendah PH dan cairan tersebut bersifat masam. Ph antara 7 – 9 sangat memadai kehidupan bagi air tambak. Namun, pada keadaan tertantu, dimana air dasar tambak memiliki potensi keasaman, pH air dapat turun hingga mencapai 4.

b) Oksigan Terlarut / DO
Konsentrasi gas oksigen sangat dipengaruhi oleh suhu, makin tinggi suhu, makin berkurang tingkat kelarutan oksigen. Keberadaan oksigen terlarut ini sangat memungkinkan untuk langsung dimanfaatkan bagi kebanyakan organisme untuk kehidupan, antara lain pada proses respirasi dimana oksigen diperlukan untuk pembakaran (metabolisme) bahan organik sehingga terbentuk energi yang diikuti dengan pembentukan Co2 dan H20.

c) CO2
Karbondioksida (CO2), merupakan gas yang dibutuhkan oleh tumbuh-tumbuhan air renik maupun tinhkat tinggi untuk melakukan proses fotosintesis. Meskipun peranan karbondioksida sangat besar bagi kehidupan organisme air, namun kandungannya yang berlebihan sangat menganggu, bahkan menjadi racu secara langsung bagi biota budidaya, terutama dikolam dan ditambak(Kordi dan Andi,2009).

d) Amonia
Makin tinggi pH air, daya racun amonia semakin meningkat, sebab sebagian besar berada dalam bentuk NH3, sedangkan amonia dalam molekul (NH3) lebih beracun daripada yang berbentuk ion (NH4+). Amonia dalam bentuk molekul dapat bagian membran sel lebih cepat daripada ion NH4+ (Kordi dan Andi,2009).

e) Nitrat nitrogen
Menurut Andayani (2005), konsentasi nitrogen organik di perairan yang tidak terpolusi sangat beraneka ragam. Bahkan konsentrasi amonia nitrogen tinggi pada kolam yang diberi pupuk daripada yang hanya biberi pakan. Nitrogen juga mengandung bahan organik terlarut. Konsentrsi organik nitrogan umumnya dibawah 1mg/liter pada perairan yang tidak polutan. Dan pada perairan yang planktonya blooming dapat meningkat menjadi 2-3 mg/liter.

f) Orthophospat
Menurut Andayani (2005), orthophospat yang larut, dengan mudah tesedia bagi tanaman, tetapi ketersediaan bentuk-bentuk lain belum ditentukan dengan pasti. Konsentrasi fosfor dalam air sangat rendah : konsentasi ortophospate yang biasanya tidak lebih dari 5-20mg/liter dan jarang melebihi 1000mg/liter. Fosfat ditambahkan sebagai pupuk dalam kolam, pada awalnya tinggi orthophospat yang terlarut dalam air dan konsentrasi akan turun dalam beberapa hari setelah perlakuan.

2. Syarat Kualitas air yang baik
Menurut O-fish (2010), ada lima syarat utama kualitas air yang baik untuk kehidupan ikan antara lain :
  • Rendah kadar amonia dan nitrit
  • Bersih secara kimiawi
  • Memiliki pH, kesadahan, dan temperatur yang memadai
  • Rendah kadar cemaran organik
  • Stabil
Apabila persyaratan tersebut diatas dapat dijaga dan dipelihara dengan baik, maka ikan yang dipelihara mampu memelihara dirinya sendiri, terbebas dari berbagai penyakit, dan dapat berkembang biak dengan baik.

Menurut Agromedia (2007), air yang baik untuk pertumbuhan ikan adalah air bersih yang berasal dari sungai, air hujan, dan air sumur. Pemanfaatan sumber air harus dikelola dengan baik terutama kualitas dan kuantitas. Kualitas air sangat mendukung pertumbuhan ikan. Oleh karena itu, air yang digunakan harus banyak mengandung zat hara, serta tidak tercemar olah racun dan zat rumah tangga lainnya.

Penyebab Penurunan Kualitas air di waduk
Sifat perairan danau/waduk yang masih dianggap sebagai common property (milik bersama) dan open access (sifat terbuka) menyebabkan pertumbuhan KJA di berbagai tempat berkembang sangat pesat dan cenderung tidak terkontrol dan tak terkendali. Hal tersebut didukung dengan budidaya ikan berbasis pakan buatan (pelet) dimana aktivitas budidayanya menggunakan pemberian pakan hampir 70% dari proses produksinya.

Kegiatan budidaya ikan sistem KJA dianggap menjadi faktor utama terjadinya pencemaran perairan. Kegiatan budidaya ikan sistem KJA yang dikelola secara intensif juga membawa konsekuensi penggunaan pakan yang besar yang bagaimanapun efisiensinya rasio pemberian pakan, tidak seluruh pakan yang diberikan akan termanfaatkan oleh ikan-ikan peliharaan dan akan jatuh ke dasar perairan.

Pakan ikan merupakan penyumbang bahan organik tertinggi di waduk (80%) dalam menghasilkan dampak lingkungan. Jumlah pakan yang tidak dikonsumsi atau terbuang di dasar perairan oleh ikan sekitar 20–50%. Limbah dari pakan dan faeces ikan akan terakumulasi dan menurunkan kualitas perairan. Peningkatan jumlah aktivitas budidaya ikan menggunakan KJA, mengakibatkan peningkatan jumlah beban cemaran yang akan dibuang ke perairan. Hal tersebut juga dipengaruhi oleh jarak antar KJA, jumlah padat tebar ikan, dan manajemen pemberian pakan (Erlania,dkk., 2010). Jumlah padat tebar ikan yang tinggi dengan manajemen pakan yang buruk mengakibatkan perairan menjadi keruh dan tercemar.

Adapun indikator bahwa air lingkungan telah tercemar adalah adanya perubahan atau tanda yang dapat diamati yang dapat digolongkan menjadi :
  • Pengamatan secara fisis, yaitu pengamatan pencemaran air berdasarkan tingkat kejernihan air (kekeruhan), perubahan suhu, warna dan adanya perubahan warna, bau dan rasa
  • Pengamatan secara kimiawi, yaitu pengamatan pencemaran air berdasarkan zat kimia yang terlarut, perubahan pH
  • Pengamatan secara biologis, yaitu pengamatan pencemaran air berdasarkan mikroorganisme yang ada dalam air, terutama ada tidaknya bakteri pathogen.
Umumnya di danau/waduk, pemberian pakan adalah dengan sistem pompa yaitu pemberian pakan sebanyak-banyaknya akibatnya terjadi pemberian pakan berlebih (over feeding). Pemberian pakan yang dilakukan secara adbilitum (terus menerus hingga ikan betul-betul kenyang) menyebabkan banyak pakan yang terbuang (inefisiensi pakan) dan terakumulasi di dasar perairan. Sisa pakan yang tidak termakan dan ekskresi yang terbuang pada akhirnya akan diuraikan oleh jasad-jasad pengurai yang memerlukan oksigen. 

Dalam kondisi anaerobik penguraian akan berjalan dengan baik, namun dari proses anaerobik ini dihasilkan berbagai gas beracun yang dapat mencemari perairan danau/waduk. Disamping hal tersebut, sisa pakan dan buangan padat ikan akan terurai melalui proses dekomposisi membentuk senyawa organik dan anorganik, beberapa diantaranya senyawa nitrogen dan fosfor. Senyawa-senyawa nitrogen dan fosfor diperlukan oleh fitoplankton dan tumbuhan air lainnya. Di perairan fitoplankton merupakan produsen primer yang mempengaruhi kelimpahan organisme. Sisa-sisa pakan dan kotoran ikan dari KJA berperan sebagai pupuk yang dapat menyuburkan perairan danau/waduk. Apabila dalam keadaan hipertropik berakibat pertumbuhan yang tidak terkendali (blooming) plankton jenis tertentu.

Perairan dengan KJA memiliki bahan organik lebih tinggi dibandingkan dengan perairan terbuka, dan kawasan yang terdapat enceng gondok. Hal tersebut didukung dengan tingkat kecerahan air dan kedalaman air waduk. Peningkatan nilai kecerahan dan penurunan kedalaman air waduk menyebabkan peningkatan bahan organik. Cahaya matahari yang masuk ke perairan menyebabkan cepat terjadinya proses fotosintesis. Proses fotosintesis mempengaruhi peningkatan produktivitas primer di perairan yang ditandai dengan peningkatan unsur hara (bahan organik), menunjukkan perairan tersebut telah tercemar. Suatu limbah yang mengandung beban pencemar masuk ke lingkungan perairan dapat menyebabkan perubahan kualitas air. Salah satu efeknya adalah menurunnya kadar oksigen terlarut yang berpengaruh terhadap fungsi fisiologis organisme akuatik. Air limbah memungkinkan mengandung mikroorganisme patogen atau bahan kimia beracun berbahaya yang dapat menyebabkan penyakit infeksi dan tersebar ke lingkungan.

Pengelolaan Kualitas air dilingkungan Keramba Jaring Apung
Air dari alam atau natural water secara foundamental akan berbeda kondisinya dengan air dari tempat budidaya, terutama sistem tertutup yang menggunakan akuarium atau bak, berdasarkan sifat kimia maupun biologi. Jumlah ikan ditempat budidaya umumnya jauh lebih banyak dibandingkan jumlah air. Akibatnya, material hasil metrabolisme yang dikeluarkan ikan tidak dapat mengurai seimbang. Artinya, waktu penguraian metabolit secara alami tidak mencukupi karena jumlahnya cukup banyak. Oleh karena itu, air tidak dapat atau sulit kembali menjadi baik dan cenderung menghasilkan substannsi atau bahan metabolit yang berbahaya bagi ikan (Lesmana, 2001).

Kualitas air secara umum menunjukkan mutu atau kondisi air yang dikaitkan dengan suatu kegiatan atau keperluan tertentu. Dalam lingkup akuarium, kulitas air secara umum mengacu pada kandungan polutan atau cemaran yang terkandung dalam air dalam kaitannya untuk menunjang kehidupan ikan dan kondisi ekosistem yang memadai.

Menurut Badruddin (2010) tingkat pencemaran air waduk dapat diturunkan dengan mengurangi jumlah KJA. Pengurangan jumlah KJA akan mengurangi jumlah beban cemaran nitrogen dan fosfor ke perairan waduk. Hal tersebut menyebabkan eutrofikasi dan pencemaran biologis (akumulasi enceng gondok) dapat dikurangi. Proses pengurairan bahan organik tersebut memerlukan jumlah oksigen yang tinggi. Hal tersebut mengakibatkan kondisi di dasar perairan menjadi anaerobik, sehingga DO mengalami penurunan. Kondisi anaerobik akan menghasilkan senyawa toksik yaitu H2S dan amonia (Demetrio et.al, 2011). Jadi, diperlukan manajemen pemberian pakan, jenis pakan yang diberikan, dan frekuensi pemberian pakan guna mengurangi bahan organik yang terbuang di perairan.

Perairan yang tergolong sangat subur (hipereutrofik) termasuk penyebab pencemaran perairan. Frekuensi pemberian pakan sebanyak 3 kali sehari termasuk efektif untuk pertumbuhan dalam pembesaran ikan di KJA. Frekuensi pemberian pakan lebih dari 3 kali sehari dapat meningkatkan FCR (feed conversion ratio) pakan, sehingga meningkatkan penumpukan limbah didasar perairan waduk. Pemberian pakan ikan secara ad libitum harus diatur dengan baik. Pakan harus habis terlebih dahulu baru diberikan kembali, jangan sampai meninggalkan pakan yang tidak termakan dalam jumlah banyak. Pakan yang tidak termakan akan terurai di perairan dengan meninggalkan konsentrasi fosfat yang tinggi. Selain itu jenis pakan tenggelam dalam pemeliharaan ikan. Penggunaan kombinasi pakan tenggelam dan terapung, atau pakan terapung dengan kadar fosfat yang rendah baik untuk dilakukan. Hal tersebut akan menekan jumlah fosfat di perairan, sehingga tingkat pencemaran dapat dikurangi.

Daftar Pustaka
Juaningsih, N. 1997. Eutrofikasi di Waduk Saguling Jawa Barat. Laporan Penelitian Balai Penelitian Air Tawar Purwakarta Jawa Barat. Hal 40 – 44.

Kartamiharja, E. S. 2013. Fenomena Dampak Upwelling Pada Usaha Budidaya Ikan dengan KJA di Danau dan Waduk.Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan.Workshop Pengelolaan Lingkungan Perikanan Budidaya di Perairan Umum. Bogor, 2-4 Oktober 2013.

Lukman dan Hidayat. 2002. Pembebanan dan Distribusi Organik di Waduk Cirata. Jurnal Teknologi Lingkungan. P3TL-BPPT. Vol. 3 (2): 129 – 135.

Nastiti, A.S., Krismono, dan E.S. Kartamiharja. 2001. Dampak Budidaya Ikan dalam KJA terhadap Peningkatan Unsur N dan P di Perairan Waduk Saguling, Cirata, dan Jatiluhur. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia. 7 (2): 22-30.

Putra, Erwinsyah, dkk. 2015. Pengaruh kerapatan keramba jaring apung (KJA) terhadap kualitas perairan waduk Way Tebabeng Kabupaten Lampung Utara. Jurnal Sains dan Pendidikan Vol. 2 No. 2 (2015) 1-16

Sutardjo. 2000. Pengaruh Budidaya Ikan pada Kualitas Air Waduk (Studi Kasus pada Budidaya Ikan dalam Keramba Jaring Apung, di Ciganea, Waduk Jatiluhur, Purwakarta, Jawa Barat). Program Studi Ilmu Lingkungan. Program Pascasarjana. Universitas Indonesia. Jakarta. Tesis.

Yuningsih, H.D., P. Soedarsono, S. Anggoro. 2014. Hubungan Bahan Organik Dengan Produktivitas Perairan pada Kawasan Tutupan Eceng Gondok, Perairan Terbuka dan Keramba Jaring Apung di Rawa Pening Kabupaten Semarang Jawa Tengah. Diponegoro Journal of Maquares.Volume 3, Nomor 1, Tahun 2014.


Sumber:

Syamiazi, 2015; http://jurnal.unpad.ac.id/akuatika/article/download/7477/3434

Yunaifah, A., 2019; BPPP Tegal ; http://www.bppp-tegal.com


2 komentar:

  1. According to Stanford Medical, It is in fact the ONLY reason this country's women live 10 years more and weigh on average 19 kilos less than we do.

    (Just so you know, it has totally NOTHING to do with genetics or some hard exercise and EVERYTHING about "HOW" they eat.)

    BTW, What I said is "HOW", and not "WHAT"...

    TAP on this link to reveal if this short test can help you find out your true weight loss potential

    BalasHapus
  2. Numpang promo ya Admin^^
    ajoqq^^com
    mau dapat penghasil4n dengan cara lebih mudah....
    mari segera bergabung dengan kami.....
    di ajopk.club....^_~
    segera di add Whatshapp : +855969190856

    BalasHapus