Marilah kita memahami secara bertahap mengenai komoditas yang cukup berkembang sekarang ini, yaitu komoditas ikan sidat (Anguilla sp). Masih kurangnya informasi mengenai teknik pembesaran karena penelitian dan rekayasa teknologi untuk komoditas ini masih relatif terbatas, padahal pangsa pasarnya sangat menjanjikan.
Ketersediaan benih dan harga pasar yang jelas baik dalam maupun luar negeri. Ikan Sidat (Anguilla sp.) mempunyai nama yang beragam di Indonesia. Beberapa diantaranya seperti di Jawa Tengah dan Jawa Timur orang lebih mengenalnya dengan sebutan pelus, di Jawa Barat dikenal dengan sebutanmoa, Sulawesi Utara menyebutnya dengan sogili dan di Poso dikenal denganmasapi. Sedangkan di pasaran dunia lebih dikenal dengan sebutan eel. Akhir-akhir ini usaha pemeliharaan sidat kembali timbul dikalangan pembudidaya ikan. Usaha pemeliharaan sidat, baik yang dilakukan secara ekstensif maupun intensif mulai bermunculan di beberapa daerah.
Potensi Indonesia dalam usaha pemeliharaan sidat cukup baik karena :
Sumber elver di Indonesia dapat dijumpai terutama di perairan sebelah Barat dan perairan sebelah Timur wilayah Indonesia termasuk Sulawesi. Potensi elver ini belum dimanfaatkan secara maksimal oleh pembudidaya ikan sehingga banyak peluang yang tidak termanfaatkan. Jenis sidat yang telah dikenal berkisar antara 350 jenis yang sebagian besar menyukai habitat laut. Tubuhnya yang panjang seperti ular dan licin memungkinkan sidat untuk berenang di tempat sempit atau lubang didalam kolam. Sebagai hewan nokturnal, sidat aktif pada malam hari sedangkan pada siang hari biasanya beristirahat. Beberapa jenis sidat merupakan hewan pemangsa ganas yang mempunyai gigi kokoh dan tidak suka melepaskan mangsa yang telah digigitnya.
Pasokan air yang memenuhi syarat sangat penting dalam usaha pemeliharaan sidat. Temperatur lingkungan yang relatif tinggi sangat sesuai dengan kebutuhan sidat. Fluktuasi suhu yang relatif rendah antara siang dan malam hari merupakan keuntungan lain bagi Indonesia dalam usaha pemeliharaan sidat. Larva sidat mempunyai daya tahan yang rendah terhadap perubahan kondisi lingkungan perairan. Dengan demikian, perubahan kualitas lingkungan yang terjadi secara tiba-tiba sering menimbulkan kematian larva sidat secara massal. Setibanya di pantai, elver akan bermigrasi ke perairan tawar menuju waduk, hulu sungai, kolam dan perairan tawar lainnya. Perjalanan larva sidat untuk mencapai perairan tawar dilakukan dengan menggunakan tenaga pasang naik. Pada saat air sedang surut, larva sidat biasanya akan segera membenamkan diri ke dalam lumpur di dasar sungai atau mencari tempat teduh sambil menanti air pasang kembali.
Selama hidup di perairan tawar, sidat lebih menyukai hidup pada habitat yang banyak batunya. Batu ini digunakan oleh sidat sebagai tempat berlindung, terutama dari terik matahari. Selain itu, sidat juga sering dijumpai hidup di lubang-lubang gelap atau membenamkan dirinya ke dalam lumpur di dasar perairan. Oleh karena itu, untuk kegiatan pembesaran elver di dalam kolam kondisi air kolam harus tetap dijaga agar sesuai dengan kebutuhan dari elver itu sendiri.
Ikan sidat mempunyai sifat katadromus yakni melakukan ruaya mijah ke laut dan anak-anak sidat melakukan ruaya kembali untuk tumbuh dewasa di perairan tawar. Ruaya merupakan bagian terpenting dalam siklus hidup ikan sidat untuk kelangsungan proses regenerasi. Pemutusan salah satu mata rantai siklus ini dapat mengakibatkan punahnya sumberdaya sidat di alam karena pemijahan hanya terjadi sekali dalam hidupnya. Perubahan pengelolaan sumberdaya perikanan dari pola perikanan tangkap menuju perikanan budidaya merupakan salah satu alternatif untuk melindungi sumberdaya ini dari kepunahan. Tingginya harga jual ikan sidat dan luasnya daerah pemasaran ikan sidat serta cukup tersedianya benih diperairan Indonesia baik elver maupun juvenil, memungkinkan Indonesia menjadi produsen ikan sidat.
Biologi Ikan Sidat (Anguilla sp.)
Bleeker dalam Liviawaty dan Afrianto (1998), mengatakan bahwa ikan sidat mempunyai klasifikasi sebagai berikut :
Ikan sidat betina lebih menyukai perairan estuaria, danau dan sungai-sungai besar yang produktif, sedangkan ikan sidat jantan menghuni perairan berarus deras dengan produktifitas perairan yang lebih rendah. Hal ini menunjukkan bahwa perubahan produktifitas suatu perairan dapat mempengaruhi distribusi jenis kelamin dan rasio kelamin ikan sidat. Perubahan produktifitas juga sering dihubungkan dengan perubahan pertumbuhan dan fekunditas pada ikan (EIFAC/ICES, 2000). Helfman et al. (1997) mengatakan bahwa ikan sidat jantan tumbuh tidak lebih dari 44 cm dan matang gonad setelah berumur 3-10 tahun.
Anguilla sp. tergolong gonokhoris yang tidak berdiferensiasi, yaitu kondisi seksual berganda yang keadaannya tidak stabil dan dapat terjadi intersex yang spontan (Effendi, 2000). Ikan sidat termasuk dalam kategori ikan katadromus, ikan sidat dewasa akan melakukan migrasi kelaut untuk melakukan pemijahan, sedangkan anakan ikan sidat hasil pemijahan akan kembali lagi ke perairan tawar hingga mencapai dewasa. Stadia perkembangan ikan sidat baik tropik maupun subtropik (temperate) umumnya sama, yaitu stadia leptochephalus, stadia metamorphosis, stadia glass eel atau elver, yellow eel dan silver eel (sidat dewasa atau matang gonad). Setelah tumbuh dan berkembang di perairan tawar, sidat dewasa (yellow eel) akan berubah menjadi silver eel (sidat matang gonad), dan selanjutnya akan bermigrasi ke laut untuk berpijah. Lokasi pemijahan sidat tropis diduga berada di perairan Samudra Indonesia, tepatnya di perairan barat pulau Sumatera (Setiawanet al., 2003).
Juvenil ikan sidat hidup selama beberapa tahun di sungai-sungai dan danau untuk melengkapi siklus reproduksinya (Helfman et al, 1997). Selama melakukan ruaya pemijahan, induk sidat mengalami percepatan pematangan gonad dari tekanan hidrostatik air laut, kematangan gonad maksimal dicapai pada saat induk mencapai daerah pemijahan. Proses pemijahan berlangsung pada kedalaman 400 m, induk sidat mati setelah proses pemijahan (Elie, P., 1979 dalam Budimawan, 2003).
Waktu berpijah sidat di perairan Samudra Hindia berlangsung sepanjang tahun dengan puncak pemijahan terjadi pada bulan Mei dan Desember untuk Anguilla bicolor, Oktober untuk Anguilla marmorata, dan Mei untuk Anguilla nebulosa(Setiawan et al., 2003). Di perairan Segara Anakan, Anguilla bicolor dapat ditemukan pada bulan September dan Oktober, dengan kelimpahan tertinggi pada bulan September (Setijanto et al., 2003).
Makanan utama larva sidat adalah plankton, sedangkan sidat dewasa menyukai cacing, serangga, moluska, udang dan ikan lain. Sidat dapat diberi pakan buatan ketika dibudidayakan (Liviawaty dan Afrianto, 1998). Tanaka et al., (2001) mengatakan bahwa pakan terbaik untuk sidat pada stadia preleptochepali adalah tepung telur ikan hiu, dengan pakan ini sidat stadia preleptochepali mampu bertahan hidup hingga mencapai stadia leptochepali.
Kedatangan juvenil sidat di estuaria dipengaruhi oleh beberapa faktor lingkungan, terutama salinitas, debit air sungai dan suhu. Elver yang sedang beruaya anadromous menunjukkan kadar thyroid hyperaktif yang tinggi, sehingga bersifat reotropis (ruaya melawan arus). Elver juga bersifat haphobi (menghindari massa air bersalinitas tinggi) sehingga memungkinkan ruaya melawan arus ke arah datangnya air tawar (Budimawan, 2003). Aktivitas sidat akan meningkat pada malam hari, sehingga jumlah elver yang tertangkap pada malam hari lebih banyak daripada yang tertangkap pada siang hari (Setijanto et al., 2003). Hasil penelitian Sriati (2003), di muara sungai Cimandiri menunjukkan bahwa elver cenderung memilih habitat yang memiliki salinitas rendah dengan turbiditas tinggi. Salinitas dan turbiditas merupakan parameter yang paling berpengaruh terhadap kelimpahan. Kelimpahan elver yang paling tinggi terjadi pada saat bulan gelap. Ikan sidat mampu beradaptasi pada kisaran suhu 120C-310C, sidat mengalami peurunan nafsu makan pada suhu lebih rendah dari 120C. Salinitas yang bisa ditoleransi berkisar 0-35 ppm. Sidat mempunyai kemampuan mengambil oksigen langsung dari udara dan mampu bernapas melalui kulit diseluruh tubuhnya (Liviawaty dan Afrianto, 1998).
Sumber: http://ndkbluefin89.wordpress.com
- Indonesia memiliki potensi elver cukup besar untuk memenuhi kebutuhan benih sidat.
- Kondisi tanah yang luas dan memenuhi syarat.
- Kualitas dan kuantitas air yang cocok untuk pemeliharaan sidat.
- Kondisi lingkungan yang menunjang.
- Bahan baku pakan yang dapat tersedia dalam jumlah besar dan dengan harga relatif murah.
Sumber elver di Indonesia dapat dijumpai terutama di perairan sebelah Barat dan perairan sebelah Timur wilayah Indonesia termasuk Sulawesi. Potensi elver ini belum dimanfaatkan secara maksimal oleh pembudidaya ikan sehingga banyak peluang yang tidak termanfaatkan. Jenis sidat yang telah dikenal berkisar antara 350 jenis yang sebagian besar menyukai habitat laut. Tubuhnya yang panjang seperti ular dan licin memungkinkan sidat untuk berenang di tempat sempit atau lubang didalam kolam. Sebagai hewan nokturnal, sidat aktif pada malam hari sedangkan pada siang hari biasanya beristirahat. Beberapa jenis sidat merupakan hewan pemangsa ganas yang mempunyai gigi kokoh dan tidak suka melepaskan mangsa yang telah digigitnya.
Pasokan air yang memenuhi syarat sangat penting dalam usaha pemeliharaan sidat. Temperatur lingkungan yang relatif tinggi sangat sesuai dengan kebutuhan sidat. Fluktuasi suhu yang relatif rendah antara siang dan malam hari merupakan keuntungan lain bagi Indonesia dalam usaha pemeliharaan sidat. Larva sidat mempunyai daya tahan yang rendah terhadap perubahan kondisi lingkungan perairan. Dengan demikian, perubahan kualitas lingkungan yang terjadi secara tiba-tiba sering menimbulkan kematian larva sidat secara massal. Setibanya di pantai, elver akan bermigrasi ke perairan tawar menuju waduk, hulu sungai, kolam dan perairan tawar lainnya. Perjalanan larva sidat untuk mencapai perairan tawar dilakukan dengan menggunakan tenaga pasang naik. Pada saat air sedang surut, larva sidat biasanya akan segera membenamkan diri ke dalam lumpur di dasar sungai atau mencari tempat teduh sambil menanti air pasang kembali.
Selama hidup di perairan tawar, sidat lebih menyukai hidup pada habitat yang banyak batunya. Batu ini digunakan oleh sidat sebagai tempat berlindung, terutama dari terik matahari. Selain itu, sidat juga sering dijumpai hidup di lubang-lubang gelap atau membenamkan dirinya ke dalam lumpur di dasar perairan. Oleh karena itu, untuk kegiatan pembesaran elver di dalam kolam kondisi air kolam harus tetap dijaga agar sesuai dengan kebutuhan dari elver itu sendiri.
Ikan sidat mempunyai sifat katadromus yakni melakukan ruaya mijah ke laut dan anak-anak sidat melakukan ruaya kembali untuk tumbuh dewasa di perairan tawar. Ruaya merupakan bagian terpenting dalam siklus hidup ikan sidat untuk kelangsungan proses regenerasi. Pemutusan salah satu mata rantai siklus ini dapat mengakibatkan punahnya sumberdaya sidat di alam karena pemijahan hanya terjadi sekali dalam hidupnya. Perubahan pengelolaan sumberdaya perikanan dari pola perikanan tangkap menuju perikanan budidaya merupakan salah satu alternatif untuk melindungi sumberdaya ini dari kepunahan. Tingginya harga jual ikan sidat dan luasnya daerah pemasaran ikan sidat serta cukup tersedianya benih diperairan Indonesia baik elver maupun juvenil, memungkinkan Indonesia menjadi produsen ikan sidat.
Biologi Ikan Sidat (Anguilla sp.)
Bleeker dalam Liviawaty dan Afrianto (1998), mengatakan bahwa ikan sidat mempunyai klasifikasi sebagai berikut :
- Phylum : Chordata
- Class : Pisces
- Ordo : Apodes
- Famili : Anguillidae
- Genus : Anguilla
- Spesies : Anguilla sp.
Ikan sidat betina lebih menyukai perairan estuaria, danau dan sungai-sungai besar yang produktif, sedangkan ikan sidat jantan menghuni perairan berarus deras dengan produktifitas perairan yang lebih rendah. Hal ini menunjukkan bahwa perubahan produktifitas suatu perairan dapat mempengaruhi distribusi jenis kelamin dan rasio kelamin ikan sidat. Perubahan produktifitas juga sering dihubungkan dengan perubahan pertumbuhan dan fekunditas pada ikan (EIFAC/ICES, 2000). Helfman et al. (1997) mengatakan bahwa ikan sidat jantan tumbuh tidak lebih dari 44 cm dan matang gonad setelah berumur 3-10 tahun.
Anguilla sp. tergolong gonokhoris yang tidak berdiferensiasi, yaitu kondisi seksual berganda yang keadaannya tidak stabil dan dapat terjadi intersex yang spontan (Effendi, 2000). Ikan sidat termasuk dalam kategori ikan katadromus, ikan sidat dewasa akan melakukan migrasi kelaut untuk melakukan pemijahan, sedangkan anakan ikan sidat hasil pemijahan akan kembali lagi ke perairan tawar hingga mencapai dewasa. Stadia perkembangan ikan sidat baik tropik maupun subtropik (temperate) umumnya sama, yaitu stadia leptochephalus, stadia metamorphosis, stadia glass eel atau elver, yellow eel dan silver eel (sidat dewasa atau matang gonad). Setelah tumbuh dan berkembang di perairan tawar, sidat dewasa (yellow eel) akan berubah menjadi silver eel (sidat matang gonad), dan selanjutnya akan bermigrasi ke laut untuk berpijah. Lokasi pemijahan sidat tropis diduga berada di perairan Samudra Indonesia, tepatnya di perairan barat pulau Sumatera (Setiawanet al., 2003).
Juvenil ikan sidat hidup selama beberapa tahun di sungai-sungai dan danau untuk melengkapi siklus reproduksinya (Helfman et al, 1997). Selama melakukan ruaya pemijahan, induk sidat mengalami percepatan pematangan gonad dari tekanan hidrostatik air laut, kematangan gonad maksimal dicapai pada saat induk mencapai daerah pemijahan. Proses pemijahan berlangsung pada kedalaman 400 m, induk sidat mati setelah proses pemijahan (Elie, P., 1979 dalam Budimawan, 2003).
Waktu berpijah sidat di perairan Samudra Hindia berlangsung sepanjang tahun dengan puncak pemijahan terjadi pada bulan Mei dan Desember untuk Anguilla bicolor, Oktober untuk Anguilla marmorata, dan Mei untuk Anguilla nebulosa(Setiawan et al., 2003). Di perairan Segara Anakan, Anguilla bicolor dapat ditemukan pada bulan September dan Oktober, dengan kelimpahan tertinggi pada bulan September (Setijanto et al., 2003).
Makanan utama larva sidat adalah plankton, sedangkan sidat dewasa menyukai cacing, serangga, moluska, udang dan ikan lain. Sidat dapat diberi pakan buatan ketika dibudidayakan (Liviawaty dan Afrianto, 1998). Tanaka et al., (2001) mengatakan bahwa pakan terbaik untuk sidat pada stadia preleptochepali adalah tepung telur ikan hiu, dengan pakan ini sidat stadia preleptochepali mampu bertahan hidup hingga mencapai stadia leptochepali.
Kedatangan juvenil sidat di estuaria dipengaruhi oleh beberapa faktor lingkungan, terutama salinitas, debit air sungai dan suhu. Elver yang sedang beruaya anadromous menunjukkan kadar thyroid hyperaktif yang tinggi, sehingga bersifat reotropis (ruaya melawan arus). Elver juga bersifat haphobi (menghindari massa air bersalinitas tinggi) sehingga memungkinkan ruaya melawan arus ke arah datangnya air tawar (Budimawan, 2003). Aktivitas sidat akan meningkat pada malam hari, sehingga jumlah elver yang tertangkap pada malam hari lebih banyak daripada yang tertangkap pada siang hari (Setijanto et al., 2003). Hasil penelitian Sriati (2003), di muara sungai Cimandiri menunjukkan bahwa elver cenderung memilih habitat yang memiliki salinitas rendah dengan turbiditas tinggi. Salinitas dan turbiditas merupakan parameter yang paling berpengaruh terhadap kelimpahan. Kelimpahan elver yang paling tinggi terjadi pada saat bulan gelap. Ikan sidat mampu beradaptasi pada kisaran suhu 120C-310C, sidat mengalami peurunan nafsu makan pada suhu lebih rendah dari 120C. Salinitas yang bisa ditoleransi berkisar 0-35 ppm. Sidat mempunyai kemampuan mengambil oksigen langsung dari udara dan mampu bernapas melalui kulit diseluruh tubuhnya (Liviawaty dan Afrianto, 1998).
Sumber: http://ndkbluefin89.wordpress.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar