PENGERTIAN/ISTILAH/DEFINISI
Gulma air adalah tumbuhan air yang keberadaannya di perairan secara ekologi merugikan karena
pertumbuhannya melebihi manfaatnya sehingga keberadaannya tidak diinginkan.
Ecenggondok, Eichhornia crassipes adalah tumbuhan air mengapung yang keberadaannya di perairan umum daratan merupakan salah satu gulma penting.
Perairan umum daratan adalah perairan yang dihitung dari garis pantai surut terrendah sampai daratan, baik berupa sungai, danau, waduk, rawa dan perairan genangan lainnya.
Danau kritis adalah danau yang sudah mengalami perubahan ekologis yang cenderung mengakibatkan gangguan kelestarian atau keberadaannya dan hal itu dapat diakibatkan oleh beberapa faktor antara lain : gulma air, pendangkalan, dan pencemaran.
RINCIAN DAN APLIKASI TEKNIS/PERSYARATAN TEKNIS YANG DAPAT DIPERTANGGUNGJAWABKAN:
1. Persaratan Teknis Penerapan Teknologi Pengendalian Gulma Ecenggondok meliputi hal-hal sebagai berikut:
- Pengendalian ecenggondok dilakukan di perairan danau atau waduk dengan kepadatan gulma ecenggondok yang tinggi (10 kg/m2)
- Jenis teknologi pengendalian ecenggondok yang diterapkan adalah kombinasi antara pengendalian secara fisik dan biologis
- Pengendalian dilakukan secara fisik dan biologis yaitu dengan cara memanen ecenggondok yang kemudian daunnya digunakan sebagai makanan ikan herbivor (misal : ikan koan, Ctenoparyngodon idella) yang dipelihara dalam keramba jaring apung dan batangnya (petiol) dapat digunakan sebagai bahan kerajinan tangan (industri kreatif) serta akarnya untuk bahan kompos atau biogas
- Benih ikan koan yang siap untuk mengkonsumsi daun ecenggondok berukuran panjang > 15 cm dan berat > 20 gram
- Wadah pemeliharaan ikan koan yang berupa karamba jaring apung/tancap ukuran minimal 2x2x2 m.
- Identifikasi luasan perairan yang ditutupi ecenggondok untuk menghitung potensi ecenggondok yang berupa daun sebagai sumber pakan ikan koan, petiol sebagai bahan baku kerajinan tangan dan akar sebagai bahan baku kompos atau biogas
- Gulma air ecenggondok di perairan harus dilokalisir agar tidak bergerak kesana kemari tetapi terpusat di suatu lokasi
- Pengadaan benih ikan koan ukuran panjang 15 cm dan berat 20 gram.
- Pengadaan sarana pemeliharaan ikan koan yang berupa kantong jaring, rakit karamba, dan perlengkapannya dengan ukuran minimal karamba 2x2x2 m.
- Ikan koan dipelihara dengan kepadatan 100-200 ekor/karamba dan diberi makanan daun ecenggondok sebanyak 4-7% dari berat ikan yang dipelihara.
- Pemberian makan daun ecenggondok dilakukan satu kali sehari Cara penerapan teknologi yang diurut mulai persiapan sampai aplikasi.
1. Teknologi pengendalian gulma ecenggondok ini adalah teknologi modifikasi yang merupakan kombinasi dari teknologi pengendalian secara fisik dan biologis dengan menggunakan ikan koan.
2. Teknologi pengendalian gulma ecenggondok ini layak untuk dikembangkan di perairan danau atau waduk yang tercemar ecenggondok. Teknologi pengendalian secara terpadu ini telah mampu mengubah gulma ecenggondok menjadi biomasa ikan, bahan baku industri kerajinan/kreatif dan sumber biogas untuk keperluan rumah tangga. Namun pada teknologi ini, penekanan utama adalah dalam mengkonversi biomasa daun ecenggondok menjadi biomasa ikan sehingga menjadi produk yang bernilai ekonomi baik untuk keperluan konsumsi masyarakat maupun sekaligus meningkatkan pendapatan pembudidaya serta pelestarian lingkungan perairan. Pemanfaatan daun ecenggondok pada budidaya ikan koan mempunyai keunggulan tersendiri jika dibandingkan dengan pengendalian biologis dengan cara menebarkan ikan koan secara langsung di perairan. Jika ikan koan ditebar langsung di perairan, maka pada tahap awal ikan koan akan makan tumbuhan air yang disukai terlebih dahulu seperti ganggang (Hydrilla spp, Ceratophylum sp, dsb) sehingga tumbuhan air tersebut habis dan kemudian baru beralih ke akar ecenggondok dan terakhir ke daun ecenggondok setelah ecenggondok mati. Padahal keberadaan tumbuhan air ganggang sangat diperlukan untuk penempelan telur dan perlindungan benih ikan asli di perairan. Kasus penebaran ikan koan yang langsung dilepas ke perairan danau untuk mengendalikan ecenggondok ini telah berhasil dilakukan di Danau Kerinci namun akhirnya berdampak negatif terhadap penurunan populasi ikan asli seperti ikan semah (Tor duorenensis) yang sangat ekonomis.
3. Teknologi pengendalian gulma ecenggondok secara fisik dan biologis merupakan teknologi sederhana sehingga mudah diterapkan oleh masyarakat sekitar perairan yang tercemar gulma ecenggondok. Hasil analisis proksimat ecenggondok mengandung protein (Akar=17,7%, Batang= 4,86% dan Daun= 19,83%) (Krismono, 2007), sehingga memenuhi syarat untuk pakan ikan. Secara ekonomis menguntungkan karena komponen pakan yang antara 60-70% dari biaya produksi pada budidaya ikan dalam KJA dengan mudah didapat tanpa mengeluarkan biaya untuk membelinya. Disamping itu, biomassa daun ecenggondok akan dikonversi menjadi biomassa ikan yang ekonomis. Penerapan teknologi pengendalian ini secara terpadu dapat diterapkan di masyarakat dengan menciptakan kegiatan industri kerajinan untuk memanfaatkan batang/petiol ecenggondok dan bahan bakar gas atau kompos untuk pupuk dengan memanfaatkan akar ecenggondok sehingga ecenggondok yang berupa gulma menjadi bahan baku yang bernilai ekonomis. Hal ini telah dilakukan di waduk Rawapening dan di danau Limboto. Dalam pengembangan budidaya ikan koan perlu dikembangkan kelembagaan pembenihannya sehingga pasok benih ikan koan dapat terjamin.
Teknologi pengendalian ecenggondok secara fisik dengan cara mengangkatnya ke luar perairan yang selama ini sering dilakukan di beberapa perairan akan membutuhkan biaya yang tinggi dan hanya sesaat karena tidak ada produk yang secara berkelanjutan dihasilkan dan bernilai ekonomis.
Teknologi pengendalian ecenggondok secara fisik dengan cara mengangkatnya ke luar perairan yang selama ini sering dilakukan di beberapa perairan akan membutuhkan biaya yang tinggi dan hanya sesaat karena tidak ada produk yang secara berkelanjutan dihasilkan dan bernilai ekonomis.
4. Teknologi pengendalian gulma yang diterapkan merupakan teknologi yang ramah lingkungan dan akan berdampak positif terhadap kelestarian lingkungan perairan.
5. Kebaharuan teknologi ini dapat menentukan waktu pengendalian gulma air yang ada berdasarkan jumlah/ukuran ikan yang dibudidayakan dan ramah lingkungan.
6. Indikator keberhasilan dapat dihitung bila ada 1.000 petak Keramba jaring apung ikan koan dengan pakan eceng gondok dalam satu periode pemeliharaan mengurangi sekitar 120 ha luas tutupan eceng gondok. Bila pemanfaatan eceng gondok digunakan juga untuk kerajinan dan biogas, sehingga yang digunakan untuk pakan hanya daunnya berarti 10 % bagian dari seluruh pohon, maka dengan jumlah KJA 1.000 petak dapat mengurangi 1.200 ha.
KEMUNGKINAN DAMPAK NEGATIF
1. Dampak negatif yang mungkin timbul dari budidaya ikan koan dalam KJA dengan pakan berupa daun ecenggondok adalah sangat ringan (kecil) yaitu berupa penyuburan perairan dari sisa kotoran dan eksresi ikan koan.
2. Ikan koan (Ctenoparyngodon idella) adalah jenis ikan invasif bila terlepas ke perairan umum daratan.
KELAYAKAN FINANSIAL DAN ANALISA USAHA
KJA 2x2x2 m , padat tebar 200 ekor (20gr/ekor) dalam 90 hari menjadi (mortalitas 20% x 200 ekor) 160 ekor 500gr/ekor dengan pakan encenggondok. Biaya produksi untuk KJA Rp. 200.000,-/unit dan benih 200 ekor @ Rp. 300,- = Rp. 600.000,- Jumlah modal/unit = Rp. 800.000,-. Hasil panen 160 ekor x 500gr = 80kg @ Rp. 25.000,- = Rp. 2.000.000,-.
Keuntungan per unit = Rp. 2.000.000,- - Rp. 800.000,- = Rp. 1.200.000,-. Bila satu rumah tangga pembudidaya memiliki 6 unit maka penghasilan = Rp. 7.200.000,- per 3 bulan = Rp. 2.400.000,-per bulan.
FOTO DAN SPESIFIKASI
Waktu yang diperlukan untuk pengendalian eceng gondok di danau/waduk dapat dirumuskan sebagai berikut:
T : Waktu yang diperlukan untuk pengendalian eceng gondok (hari)
L : Luas area tutupan eceng gondok (m2)
Be : Biomassa eceng gondok (kg/m2)
Ke : Rasio eceng gondok yang dapat dimakan ikan koan
Ge : Laju pertumbuhan eceng gondok (g/hari)
N : Jumlah ikan yang tebar ikan koan (ekor)
Ki : Jumlah ikan dalam kurungan (ekor)
Gz : Laju perambanan ikan koan terhadap eceng gondok (g/hari)
Gi : Laju pertumbuhan ikan koan (g/hari)
Sumber:
Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan. 2014. Rekomendasi Teknologi Kelautan dan Perikanan 2014. Sekretariat Balitbang KP, Jakarta.
KEMUNGKINAN DAMPAK NEGATIF
1. Dampak negatif yang mungkin timbul dari budidaya ikan koan dalam KJA dengan pakan berupa daun ecenggondok adalah sangat ringan (kecil) yaitu berupa penyuburan perairan dari sisa kotoran dan eksresi ikan koan.
2. Ikan koan (Ctenoparyngodon idella) adalah jenis ikan invasif bila terlepas ke perairan umum daratan.
KELAYAKAN FINANSIAL DAN ANALISA USAHA
KJA 2x2x2 m , padat tebar 200 ekor (20gr/ekor) dalam 90 hari menjadi (mortalitas 20% x 200 ekor) 160 ekor 500gr/ekor dengan pakan encenggondok. Biaya produksi untuk KJA Rp. 200.000,-/unit dan benih 200 ekor @ Rp. 300,- = Rp. 600.000,- Jumlah modal/unit = Rp. 800.000,-. Hasil panen 160 ekor x 500gr = 80kg @ Rp. 25.000,- = Rp. 2.000.000,-.
Keuntungan per unit = Rp. 2.000.000,- - Rp. 800.000,- = Rp. 1.200.000,-. Bila satu rumah tangga pembudidaya memiliki 6 unit maka penghasilan = Rp. 7.200.000,- per 3 bulan = Rp. 2.400.000,-per bulan.
FOTO DAN SPESIFIKASI
Waktu yang diperlukan untuk pengendalian eceng gondok di danau/waduk dapat dirumuskan sebagai berikut:
T : Waktu yang diperlukan untuk pengendalian eceng gondok (hari)
L : Luas area tutupan eceng gondok (m2)
Be : Biomassa eceng gondok (kg/m2)
Ke : Rasio eceng gondok yang dapat dimakan ikan koan
Ge : Laju pertumbuhan eceng gondok (g/hari)
N : Jumlah ikan yang tebar ikan koan (ekor)
Ki : Jumlah ikan dalam kurungan (ekor)
Gz : Laju perambanan ikan koan terhadap eceng gondok (g/hari)
Gi : Laju pertumbuhan ikan koan (g/hari)
Sumber:
Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan. 2014. Rekomendasi Teknologi Kelautan dan Perikanan 2014. Sekretariat Balitbang KP, Jakarta.
http://penyuluhankelautanperikanan.blogspot.co.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar