Sabtu, 24 September 2016

Potensi Usaha Ikan Kerapu Skala Kecil

Image result for kerapu

Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia dengan lebih dari 13.000 pulau, sekitar 75% (5,8 mill km persegi) dari total luas ditutupi oleh laut. Memiliki garis pantai terpanjang di dunia berkisar 80.000 km. Diperkirakan area untuk budidaya laut di sekitar 62.629 ha, dengan produksi tahunan sebesar 890.074 MT. Indonesia adalah produsen utama kerapu, dimana produksi ikan kerapu budidaya pada tahun 1999 sebesar 759 ton, meningkat menjadi 6.493 ton pada tahun 2005 dengan nilai total sekitar Rp. 116.891.489.000. 

Budidaya kerapu di Indonesia tersebar dari Sumatera sampai Papua dan terkonsentrasi di beberapa provinsi seperti Sumatera Utara, Kepulauan Riau, Lampung, Jawa Timur, Bali,Lombok dan Sulawesi Utara. Total produksi ikan kerapu di Kepulauan Riau, Lampung, Jawa Timur dan Bali pada tahun 2005 masing-masing sebesar 4.496 ton, 388 ton 24 ton dan 180 ton (DKP, 2006). Ketersediaan benih merupakan komponen penting dalam pengembangan budidaya kerapu. Sejumlah balai benih ikan dibangun baik oleh pemerintah dan swasta untuk memenuhi permintaan benih kerapu itu.

Kawahara & Ismi (2003) melaporkan terdapat 123 unit pembenihan memproduksi benih kerapu macan di seluruh Indonesia. Lebih lanjut Sugama (2003) melaporan bahwa 3,8 juta benih ikan kerapu macan dengan ukuran 5-10 cm dihasilkan oleh balai benih ikan di Indonesia pada tahun 2002.



Kerapu adalah ikan karang yang memiliki nilai ekonomis tinggi dan telah menjadi komoditas ekspor penting terutama ke Hong Kong, Jepang, Singapura dan Cina. Total perdagangan ikan karang di Asia Tenggara adalah sekitar 30.000 ton/tahun dengan 15.000-20.000 ton diperkirakan di ekspor ke Hong Kong (Sadovy et al., 2003). Produksi kerapu dari usaha budidaya hanya 8,6% dari 52.000 ton total tangkapan kerapu di Asia dengan nilai 238 juta dollar. Produksi kerapu budidaya meningkat 1,5% setiap tahun dan berkontribusi terhadap total produksi makanan ikan laut (FAO, 2003).
Biaya produksi adalah salah satu faktor utama yang mempengaruhi profitabilitas pada budidaya kerapu. Biaya benih, pakan dan tenaga kerja adalah pengeluaran signifikan pada budidaya kerapu. Pomeroy et al. (2006) melaporkan bahwa benih, pakan dan tenaga kerja mencapai 61-74% dari total biaya produksi usaha budidaya kerapu macan dan kerapu bebek. Harga beli benih kerapu macan dan
bebek masing-masing berkisar Rp. 600-700/cm dan Rp.1000-1200/cm. Biaya benih adalah biaya terbesar dan mencapai 36,5% dan 36,72% dari total biaya produksi untuk budidaya kerapu macan dan kerapu bebek secara berurutan (DKP, 2001).
Pakan merupakan biaya terbesar kedua dan menyumbang 25% dari total biaya produksi (Pomeroy et al., 2006) dan ikan rucah sebagai sumber asupan nutrisi. Tacon et al. (1991) melaporkan bahwa ikan rucah yang umum digunakan di Indonesia adalah sarden (Sarden lemuru), kuwe (Caranx sp.) pepetek (Leiognathus sp.), layang (Decapterus) teri (Engraulis sp.). Biaya tenaga kerja adalah biaya terbesar ketiga dan mencapai 12,3% dari total biaya produksi (Manadiyanto et al., 2002). Pomeroy et al. (2006) memperkirakan bahwa input tenaga kerja masingmasing menyumbang 18% dan 7% dari total biaya produksi budidaya kerapu macan dan kerapu bebek. Budidaya kerapu membutuhkan tenaga kerja intensif, misalnya untuk memotong ikan rucah, penggolongan (grading) mingguan dan perendaman ikan di air tawar untuk mencegah penyakit. Oleh karena itu, manajemen biaya produksi yang efisien akan meningkatkan profitabilitas usaha.
Sintasan kehidupan kerapu macan dan bebek pada skala berbeda masing-masing 75% dan 65%. Ikan kerapu adalah ikan kanibalisme dan hampir dari kematian terjadi pada bulan pertama penebaran ke dalam keramba jaring apung (KJA). Sadovy & Lau (2002) melaporkan bahwa tingkat mortalitas ikan kerapu antara 60-80% selama siklus pemeliharaan. Ukuran benih yang lebih disukai untuk tebar di KJA di atas 7 cm mengingat benih kerapu bersifat kanibalisme (Marte, 2003). Yashiro (1999) melaporkan bahwa ukuran minimum benih untuk budidaya dalam KJA berkisar 7-10 cm. Angka kematian selama pemelihaan adalah 60% atau lebih untuk benih ikan kurang dari 5 cm (Sadovy, 2000). Ukuran penebaran 7 sampai 10 cm memiliki tingkat kelangsungan hidup 30 sampai 70% selama dua bulan pertama pemeliharaan (Leong, 1997). Penelitian ini menunjukkan bahwa peningkatan ukuran benih seperti pada skala besar tidak meningkatan sintasan kehidupan ikan. Sementara itu, kepadatan tebar yang lebih rendah seperti pada skala kecil tidak memberikan kontribusi positif pada sintasan kehidupan. Oleh karena itu, meningkatkan kualitas benih dan mengurangi kanibalisme dengan cara pemilahan dapat meningkatkan tingkat sintasan kehidupan yang selanjutnya dapat meningkatkan volume produksi.
Rasio konversi pakan (FCR) pada budidaya kedua kerapu sangat tinggi pada skala produksi yang berbeda. Ikan rucah adalah sumber makanan yang umum digunakan dalam budidaya kerapu karena lebih murah daripada pakan buatan pabrik (pellet). Ikan rucah dipotong-potong sesuai dengan bukaan mulut ikan dan diberikan ke ikan sampai kenyang. Sekitar 30-50% dari ikan rucah diberikan pada ikan terbuang selama proses pemberian pakan. Pakan yang terbuang 2 sampai 4 kali lebih banyak dibandingkan dengan pemberian pellet (Sih et al., 2005). Wu et al., (1994) melaporkan bahwa pemberian makan dengan ikan rucah menghasilkan rasio konversi pakan yang buruk. Dalam sebuah studi pemberian makan dengan ikan rucah, Chou & Wong (1985) memperoleh FCR sebesar 7,5, sementara Tacon et al., (1991) melaporkan FCR sebesar 3,5. Sih (2006) mengungkapkan bahwa biaya produksi satu kilogram ikan kerapu dengan menggunakan ikan rucah sebagai sumber makanan ikan
berkorelasi langsung dengan FCR. Peningkatan FCR secara positif akan meningkatkan biaya produksi satu kilogram ikan kerapu. Penelitian ini menunjukkan bahwa peningkatan skala produksi akan meningkatkan FCR. FCR pada budidaya kerapu macan dan bebek dalam skala besar masing-masing meningkat 1,34 dan 2,34 dibandingkan dengan skala kecil. Oleh karena itu, kita bisa mengatakan bahwa meningkatnya skala operasi menyebabkan penggunaan rucah yang tidak efisien, yang berarti bahwa produsen skala besar membuang pakan lebih banyak dari produsen skala kecil. Panjang periode budidaya dan skala operasi membuat produsen skala besar kurang mengontrol manajemen pemberian pakan. Manajemen pemberian pakan pada budidaya kerapu harus di tingkatkan untuk meningkatkan effesiensi pemberian ikan rucah.

Sumber: http://www.usahaumkm.com

1 komentar:

  1. saya khawatir ketika saya akan membeli rumah saya dengan nilai kredit buruk saya. saya ditolak pinjaman dari bank saya dan tidak bisa mendapatkannya. Saya menjelaskan kepada seorang teman, dia kemudian memperkenalkan saya kepada pria terhebat sepanjang masa pedro jerome. saya menjelaskan masalah saya kepadanya dengan mengirim teks ke suratnya dan dia membantu saya menyelesaikan semuanya dalam waktu 3 hari kerja. dia memberi saya pinjaman 400,000.00 euro untuk membayar rumah saya di mana saya juga digunakan untuk mengembangkan bisnis saya juga. semoga Tuhan memberkatinya! Anda dapat mengajukan pinjaman cepat dari mr pedro jerome yang bekerja dengan sekelompok investor .. dia penyihir yang dibicarakan semua orang di seluruh internet .. hubungi dia melalui surat di mr pedro pedroloanss@gmail.com. nomor whatsapp: +18632310632.

    BalasHapus