Penyakit WSS adalah penyakit yang menyerang pada udang. Penyakit ini disebabkan oleh virus spesies White Spot Syndrome Virus, famili Nimaviridae. Tingkat kematian akibat infeksi virus ini mencapai 100 % dalam waktu 3-19 hari post infeksi. Penyakit ini dikenal dengan nama penyakit bintik putih pada udang. Virus ini bereplikasi di nukleus, berbentuk ellipsoid sampai basil, beramplop dengan ukuran 270-120 nm, memiliki ekor di salah satu kutub partikel virus. Nukleokapsid silindris berukuran 300×65 nm.
Stabilitas virus, agen inaktivasi pada suhu <120 menit pada suhu 500C, dan < 1menit pada suhu 600C. Stabil selama 30 hari pada suhu 300C, pada kondisi air laut dan stabil selama 3-4 hari pada kolam. Faktor predisposisi, rendahnya kadar oksigen dan temperature air, serta pengelolaan pakan yang jelek (Anonim, 2007).
~ Penularan penyakit terjadi hanya melalui perantara karier (pembawa bibit penyakit) berupa udang jambret (Mesopodopsis sp.), udang liar, kepiting, rajungan dan benih udang windu yang ditebar sudah terkontaminasi di pembenihan. Bangkai udang terinfeksi yang dimakan oleh udang sehat dapat mengakibatkan terjadinya penularan virus. Infeksi terutama terjadi pada saat stadium pramolting, sehingga menimbulkan pola bercak pada saat pasca molting karena kerusakan sel ektodermal yang mengakibatkan proses deposisi kalsium menjadi abnormal pada kutikula, kemudian terbentuk lesi putih karena transfer eksudat dari sel epitel ke kutikula melalui kanal pori-pori kutikuler.
~ Organ target dari WSSV pada udang penaeid/ windu adalah jaringan ektodermal (epidermis kutikuler, saluran pencernaan depan dan belakang, insang dan jaringan saraf) dan mesodermal (organ limfoid, glandula antenna, jaringan ikat dan jaringan hematopoietik). Pada infeksi awal, organ yang terkena adalah lambung, insang, kutikula epidermis, dan jaringan ikat hepatopankreas. Pada stadium lanjut, terjadi pelepasan partikel virus dari lesi ke hemolimfe menyebabkan viremia. Infeksi berat terjadi pada organ limfoid, glandula antenna, jaringan otot, jaringan hematopoietik, jantung, lambung, dan saluran pencernaan belakang.
Bio – Ekologi Patogen :
• Memiliki kisaran inang yang luas yaitu golongan udang penaeid (Penaeus monodon, P. japonicus, P. chinensis, P. indicus, Litopenaeus vannamei, dll.) serta beberapa krustase air.
• Sangat virulen dan menyebabkan kematian hingga 100% dalam beberapa hari. Individu yang bertahan hidup pada saat terjadi kasus tetap berpotensi sebagai carrier.
• Penularan umumnya terjadi melalui kanibalisme terhadap udang yang sakit dan mati, atau langsung melalui air. Beberapa jenis krustase juga diketahui sangat potensial sebagai pembawa (carriers).
• Burung dapat menularkan WSSV dari satu petak tambak ke petak lainnya melalui bangkai udang yang lepas dari gigitannya.
• WSSV mampu bertahan dan tetap infektif di luar inang (di dalam air) selama 4-7 hari.
Gejala Klinis :
• Infeksi akut akan mengakibatkan penurunan konsumsi pakan secara drastic
• Lemah, berenang ke permukaan air, tidak tidak terarah atau mengarah ke pematang tambak
• Tampak bercak putih di karapas dan rostrum, tidak selalu tampak pada fase acute tetapi akan tampak pada fase subacute dan kronis
• Udang yang sekarat umumnya berwarna merah kecoklatan atau pink
• Populasi udang dengan gejala-gejala tersebut umumnya akan mengalami laju kematian yang tinggi hingga 100% dalam tempo 3-10 hari.
Diagnosa :
Polymerase Chain Raection (PCR)
Gambar 1. Udang windu yang terinfeksi white spot syndrome virus (WSSV), tampak adanya bercak putih di seluruh tubuhnya
Gambar 2. Karapas udang vannamei yang terinfeksi white spot syndrome virus (WSSV), penuh dengan bercak putih
Pengendalian :
• Belum ada teknik pengobatan yang efektif, oleh karena itu penerapan biosecurity total selama proses produksi (a.l penggunaan benur bebas WSSV, pemberian pakan yang tepat jumlah dan mutu, stabilitas kuialitas lingkungan) sangat dianjurkan.
• Menjaga kualitas lingkungan budidaya agar tidak menimbulkan stress bagi udang (misalnya aplikasi mikroba esensial: probiotik, bacterial flock, dll.).
• Desinfeksi suplai air dan pencucian dan/atau desinfeksi telur dan nauplius juga dapat mencegah transmisi vertikal
• Pemberian unsur imunostimulan (misalnya suplementasi vitamin C pada pakan) selama proses pemeliharaan udang
• Teknik polikultur udang dengan spesies ikan (mis: tilapia) dapat dilakukan untuk membatasi tingkat patogenitas virus WSSV dalam tambak, karena ikan akan memakan udang terinfeksi sebelum terjadi kanibalisme oleh udang lainnya.
Sumber :
Donna Oc, Buku Saku Penyakit Ikan; milis-ipkani@googlegroups.com
Wiwin Wiyani; Loka Pemeriksaan Penyakit Ikan dan Lingkungan Serang Direktorat Jenderal Perikanan BudidayaKementerian Kelautan dan Perikanan,
Bio – Ekologi Patogen :
• Memiliki kisaran inang yang luas yaitu golongan udang penaeid (Penaeus monodon, P. japonicus, P. chinensis, P. indicus, Litopenaeus vannamei, dll.) serta beberapa krustase air.
• Sangat virulen dan menyebabkan kematian hingga 100% dalam beberapa hari. Individu yang bertahan hidup pada saat terjadi kasus tetap berpotensi sebagai carrier.
• Penularan umumnya terjadi melalui kanibalisme terhadap udang yang sakit dan mati, atau langsung melalui air. Beberapa jenis krustase juga diketahui sangat potensial sebagai pembawa (carriers).
• Burung dapat menularkan WSSV dari satu petak tambak ke petak lainnya melalui bangkai udang yang lepas dari gigitannya.
• WSSV mampu bertahan dan tetap infektif di luar inang (di dalam air) selama 4-7 hari.
Gejala Klinis :
• Infeksi akut akan mengakibatkan penurunan konsumsi pakan secara drastic
• Lemah, berenang ke permukaan air, tidak tidak terarah atau mengarah ke pematang tambak
• Tampak bercak putih di karapas dan rostrum, tidak selalu tampak pada fase acute tetapi akan tampak pada fase subacute dan kronis
• Udang yang sekarat umumnya berwarna merah kecoklatan atau pink
• Populasi udang dengan gejala-gejala tersebut umumnya akan mengalami laju kematian yang tinggi hingga 100% dalam tempo 3-10 hari.
Diagnosa :
Polymerase Chain Raection (PCR)
Gambar 1. Udang windu yang terinfeksi white spot syndrome virus (WSSV), tampak adanya bercak putih di seluruh tubuhnya
Gambar 2. Karapas udang vannamei yang terinfeksi white spot syndrome virus (WSSV), penuh dengan bercak putih
Pengendalian :
• Belum ada teknik pengobatan yang efektif, oleh karena itu penerapan biosecurity total selama proses produksi (a.l penggunaan benur bebas WSSV, pemberian pakan yang tepat jumlah dan mutu, stabilitas kuialitas lingkungan) sangat dianjurkan.
• Menjaga kualitas lingkungan budidaya agar tidak menimbulkan stress bagi udang (misalnya aplikasi mikroba esensial: probiotik, bacterial flock, dll.).
• Desinfeksi suplai air dan pencucian dan/atau desinfeksi telur dan nauplius juga dapat mencegah transmisi vertikal
• Pemberian unsur imunostimulan (misalnya suplementasi vitamin C pada pakan) selama proses pemeliharaan udang
• Teknik polikultur udang dengan spesies ikan (mis: tilapia) dapat dilakukan untuk membatasi tingkat patogenitas virus WSSV dalam tambak, karena ikan akan memakan udang terinfeksi sebelum terjadi kanibalisme oleh udang lainnya.
Sumber :
Donna Oc, Buku Saku Penyakit Ikan; milis-ipkani@googlegroups.com
Wiwin Wiyani; Loka Pemeriksaan Penyakit Ikan dan Lingkungan Serang Direktorat Jenderal Perikanan BudidayaKementerian Kelautan dan Perikanan,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar