Rabu, 12 Oktober 2016

Perlindungan Lingkungan Laut dan Ekologi Perairan

Image result for konservasi kelautan dan perikanan

Pentingnya laut bagi system pendukung kehidupan memerlukan pemahaman ekologi yang baik. Lautan memainkan peranan kunci dalam siklus biogeokimia, demikian juga dalam pemeliharaan biosfer. Ancaman terhadap lingkungan laut makin meningkat, karena laut merupakan tempat pembuangan akhir banyak limbah manusia, yang dicapainya melalui berbagai rute transfor. Ciri fungsional ekosistem ialah bahwa makanan dipertimbangkan dalam istilah energi, sumber primernya adalah cahaya matahari dan fotosintesis tumbuhan. Jadi tumbuhan membentuk jenjang trofik pertama dan hewan herbivora kedua, jenjang trofik ketiga dan yang lebih tinggi terdiri atas karnivora.


Pemahaman yang makin baik terhadap ekosistem lautan tak dapat diingkari lagi mempunyai arti bagi kehidupan social dan ekonomi manusia, karena pemeliharaan struktur dan fungsi system kelautan merupakan bagian integral dari manajemen penangkapan ikan dan konsekuensinya bagi produksi makanan dari laut.

Di atas segalanya, pentingnya laut bagi system pendukung kehidupan memerlukan pemahaman ekologi yang baik. Sejumlah ulasan akhir-akhir ini tentang isu lingkungan telah menunjuk kepada pentingnya meningkatkan pemahaman terhadap proses pendukung kehidupan, seperti siklus biokimia global, dan bahaya yang dikaitkan dengan perubahan yang dibuat manusia dalam proses tersebut. Lautan memainkan peranan kunci dalam siklus biogeokimia, demikian juga dalam pemeliharaan biosfer. Misalnya, perubahan jangka panjang dalam kemampuan fotosintesis akibat stress yang ditimbulkan oleh manusia, konsekuensi globalnya dapat sangat hebat.

Agar mengenali ekosistem, survai harus dirancang untuk mengungkap komunitas organisme, masing-masing dalam latar belakang lingkungan yang jelas batasnya. Ciri fungsional ekosistem dibuat jelas oleh makalah Lindeman (1942) tentang trofo-dinamika. Konsep kuncinya ialah bahwa makanan dipertimbangkan dalam istilah energi, sumber primernya adalah cahaya matahari dan fotosintesis tumbuhan. Jadi tumbuhan membentuk jenjang trofik pertama dan hewan herbivora kedua, jenjang trofik ketiga dan yang lebih tinggi terdiri atas karnivora.

Karenanya, kajian terhadap ekosisitem akuatik memainkan peran awal dalam pengembangan konsep kita sekarang ini. Seperti sekarang yang sudah cukup diketahui, ekosisitem laut dan dan daratan pada dasarnya serupa: dalam ekosistem ini produsen dan konsumen akhirnya menjadi ’korban’ dekomposer, yang metabolismenya melepas hara untuk membantu memperbaharui populasi tumbuhan. Namun juga terdapat perbedaan mencolok, terutama dalam rantai makanannya. Demikianlah, pertumbuhan sehari-hari fitoplankton di lautan hampir tidak mencukupi kebutuhan herbivora laut, yang sangat tidak serupa dengan perbedaan dan biomassa tumbuhan dan hewan daratan. Namun meskipun populasi hewan di laut biasanya kecil, jenjang produksi aktual di laut tidak begitu jauh di bawah produksi di daratan.

MENYELIDIKI EKOSISTEM LAUT
Produksi primer yakni meningkatnya energi kimia yang terikat secara organik dalam waktu tertentu pada ekosisitem-dengan mudah diukur di lautan. Metode perunutan radio aktif standar, yang menggunakan sumber karbon 14 untuk menunjukkan banyaknya karbon yang difiksasi selama fotosintesis, sekarang sudah memberi kita peta dunia produktivitas lautan, biasanya dinyatakan dalam satuan (mg) karbon per m2permukaan per hari. Daerah oligotrofik lautan, seperti pada girus subtropik dan laut arktika, dapat dilihat bertentangan dengan daerah eutrofik yang lebih produktif-terutama di area perairan arus naik, seperti yang terjadi di sepanjang tepi timur perbatasan laut dan pada sabuk khatulistiwa.

Apa pun jenjang produktivitasnya, ’pastura mikroskopik’ yang ada di lautan dipelihara oleh siklus hara yang bersifat musiman dari laut beriklim sedang sampai ke laut kutub, dan sedikit banyak nirmusiman di tempat lain. Penyelidikan akhir-akhir ini selalu menunjukkan bahwa suplai hara dan tingkat cahaya bawah laut menentukan bukan saja pola geografi secara keseluruhan namun juga urutan temporal produktivitas lautan. Fosfat dan nitrat yang tersedia, terutama nitrat, sering membatasi produktivitas. Jadi penyelidikan tentang fiksasi nitrogen seperti yang dilakukan oleh Cyanobacteria sangat relevan. Pengukuran fitoplankton (biomassa) dapat diperoleh melalui taksiran kandungan klorofilnya.

Saat ini perluasan metode tersebut akhir-akhir ini menggunakan satelit. Misalnya peta kadar klorofil permukaan pada 1.000.000 km2 di teluk mexico datang dari data yang dikumpulkan dalam waktu kurang dari 3 menit oleh pemayar yang mengelilingi bumi (Priede,1983). Meskipun satu-satunya proses biologi di lautan yang sekarang secara langsung dapat dijangkau oleh pengindraan jauh menyangkut kadar klorofil, terdapat data satelit lain bagi biologiwan yang berminat, yaitu penginderaan infra merah terhadap suhu permukaan laut. Selanjutnya, penginderaan jauh cenderung memainkan peran yang lebih besar dalam pengkajian medan lautan sebagai pusat produksi primer.

Baru-baru ini terdapat kemajuan yang bermanfaat dalam cara menyelidiki ekosistem bentik. Fauna bentik ukurannya berkisar dari spesies kecil (<1 mm panjangnya) dalam sedimen (meiofauna) dalam fauna sampai invertebrata dan ikan. Di samping kajian faunistik dan ekologis konvensional terhadap fauna bentik, sekarang terdapat peningkatan perhatian terhadap metabolisme bentik dan supllai bahan organik kepada dasar-dasar laut. Metabolisme bentik telah dikaji lewat perubahan dalam kandungan oksigen air yang terkurung dalam stoples berbentuk bel yang ditaruh di atas sedimen. Dengan berganti-ganti menggunakan stoples jernih dan buram, fotosintesis bentik (neto dan bruto) dapat ditaksir. Metode stoples bentuk bel telah juga dipakai untuk sedimen laut jeluk.

SUMBER POLUSI
Ancaman terhadap lingkungan laut makin meningkat, karena laut merupakan tempat pembuangan akhir banyak limbah manusia, yang dicapainya melalui berbagai rute transfor. Berlanjutnya pemusnahan populasi dan pembangunan ekonomi di zona-zona pantai dunia meningkatkan potensi terjadinya polusi laut lewat luahan langsung ke estuari dan wilayah pantai, sementara air yang masuk ke sungai terletak jauh ke arah hulu. Aktivitas transportasi bahari menimbulkan polusi laut bukan saja lewat tumpahan minyak utama yang sangat spektakular namun relatif kadang terjadi, namun juga lewat luahan terus menerus terjadinya kontaminan sedikit-sedikit dari tumpahan kecil-kecil dan sebagai bagian cara operasi tangker yang ’normal’.

Perencanaan manajemen limbah makin meningkat dalam mempertimbangkan isu demikian ini seperti nasib terakhir sebagai komponen limbah toksik yang dibuang ke lingkungan, perlindungan terhadap air tanah dari lokasi pembuangan, pengaruh pembakaran terhadap atmosfer, serta biaya energi dan biaya ekonomi cara pembuangan limbah alternatif (Komite Penasihat Nasional Tentang Laut dan Atmosfer, 1981). Masih perlu dilihat apakah pertimbangan ini memungkinkan kembalinya keadaan ke sikap semula yang menganggap laut sebagai wadah nirbatas untuk pembuangan limbah yang di atur secara berhati-hati, dengan penangkal yang wajar untuk mencegah kerusakan kumulatif atau bermakna (Goldberg, 1981 ; Kamlet,1981).

Deposisi dari atmosfer sekarang diakui sebagai pengembang utama banyak kontaminan yang dapat merupakan sumber pokok polusi laut. Bahkan sudah ditunjukan bahwa lewat atmosfir dan transpor biologis, berbagai polutan mencapai wilayah lautan yang menjauhi titik produksi atau pembuangan (Atlas & Giam, 1981). Masalah polusi laut telah dibuat lebih buruk oleh ledakan produksi dan pemakaian bahan kimia sintetik, yang kebanyakan darinya beracun atau berbahaya, dan beberapa diantaranya bersifat persisten.

ANCAMAN LAIN
Polusi bukan saja sumber stress terhadap lingkungan laut; modifikasi fisik juga menimbulkan dampak bagi lautan. Misalnya, perubahan masuknya air tawar lewat pengembangan lembah sungai mengubah pola salinitas dan kondisi lingkungan lainnya di banyak wilayah pantai-terkadang dengan konsekuensi ekologi yang besar.

Kehilangan lahan basah pantai yang ekstensif menjadi reklamasi lahan telah mengakibatkan pengurangan habitat untuk spesies ikan dan kehidupan liar yang penting, dan telah mengubah pertukaran hara. Pentingnya rawa pantai dan estuari untuk produksi ikan telah didokumentasikan secara luas. Disamping itu, pengakuan bahwa lahan basah memainkan peran penting dalam siklus geokimia menunjukkan pentingnya memelihara fungsi bentuk pendukung kehidupan (White, 1978).

Di samping perubahan konvensional wilayah pantai yang berkaitan dengan pertumbuhan ekonomi, pembangunan diarahkan ke wilayah laut yang sekarang dianggap jauh dan tidak terjangkau sampai beberapa tahun yang lalu, pembangunan minyak dan gas di Laut Utara dinggap merupakan contoh yang paling menonjol proyek rekayasa lautan di bawah kondisi lingkungan yang ekstrim. Akhi-akhir ini, telah dilampaui oleh prospek lepas pantai di bawah es laut Beaufort dan di wilayah arktika yang lain. Prospek tenaga pasang surut berskala besar, kemungkinan arus Teluk, menunjukkan bahwa kemampuan kita mengubah lingkungan laut lewat rekayasa dapat meningkat secara dramatis di masa mendatang.

Akhirnya, dampak pemanenan sumber daya laut yang hidup terhadap ekosistem laut harus dibicarakan. Manajemen penangkapan ikan merupakan salah satu penerapan ekologi yang sangat berkembang, dan telah lama difokuskan pada isu yang berkaitan dengan manajemen populasi yang secara komersial dapat dipanen. Namun, disamping hasil penentuan maksimum berkelanjutan untuk berbagai negara yang telah memperluas yuridiksi nasionalanya mencakup ke atas perairan yang dulunya dianggap internasional. Beberapa diantaranya berkaitan dengan isu apakah tingkat upaya total dapat dengan suatu jalan mengubah secara irefersibel hubungan tropik mendasar. Misalnya pada penangkapan ikan di Atlantik Utara, pertanyaan telah diajukan apakah pemanenan spesies ikan terus menerus yang letaknya tinggi dalam rantai makanan akan berakibatkan digantikannya secara permanen oleh spesies yang menduduki jenjang trofik yang lebih rendah.

PERLUNYA SUATU BASIS EKOLOGI
Banyak peraturan tentang luahan polutan yang ada berdasar teknologi, bukan mencerminkan sebab-akibat ekologi. Karenanya, peraturan tersebut perlu diberlakukannya kontrol limbah yang dapat dilaksanakan dipandang dari sudut ekonomi dan rekayasa, bukannya menyatakan kepedulian ekologi dan memberi definisi apa yang dierlukan untuk menghindari pengaruh terhadap ekosistem yang tak dikehendaki. Pada beberapa kasus, persyaratan kontrol dapat menimbulkan biaya yang sangat banyak atau tak perlu atau beban yang lebih besar kepada sektor lingkungan lain; misalnya, limbah yang tidak dibuang ke laut dapat disyaratkan dibuang di darat atau dibakar, sehingga menimbulkan masalah di tempat lain. Pada kasus lain, kontrol tidak memberikan perlindungan yang cukup, dan masalah lingkungan laut timbul.

Dengan status informasi yang ada sekarang ini, pendekatan saat ini mungkin merupakan pilihan terbaik untuk sementara. Namun, sementara populasi manusia tumbuh dan tekanan meningkat di seluruh dunia terhadap isu-isu pembuangan akhir limbah beracun, terus menerusnya dampak deposisi atmosfer, dan perlindungan terhadap sumber daya pantai, keputusan yang berdasar pada hubungan antar persyaratan kontrol lingkungan dan tanggapan lingkungan makin diperlukan. Tekanan untuk memperoleh informasi yang selalu bertambah dan lebih baik tentang konsekuensi ekologis yang ditimbulkan oleh keputusan manajemen pasti bertambah dan menjadi lebih besar daripada yang ada sekarang.

STATUS PENGETAHUAN SAAT INI
Pemahaman kita tentang tanggapan ekosistem laut terhadap stres jauh dari apa yang diperlukan untuk menajemen lingkungan yang rasional. Jika kita berpikir sistem laut sebagai suatu kontinum-berkisar dari wilayah estuari dan luas daratan di salah satu ujung spektrum, melintasi lautan luas yang terkurung, sampai luas di lautan bebas di ujung yang lain spektrum itu-kita paling tahu tentang dampak manusia pada wilayah terbatas dan terlokalisasi, dan paling kurang tahu tentang wilayah pelagik dan lautan bebas yang sangat luas.

Telah terdapat banyak kajian intensif terhadap masing-masing estuari dan wilayah dekat pantai, serta kajian ini telah memberi informasi yang bermanfaat tentang stress lingkungan. Meskipun terdapat latar belakang ini, kita sering terpaksa untuk mengkuantifikasi dampak gangguan utama, meskipun pada skala lokal. Lautan terkurung seperti laut baltik, dan daerah pantai yang luas seperti New York Bigth, juga telah dikaji untuk menjajaki dampak polusi dan gangguan lainnya terhadap laut. Namun pada tempat yang tercemar seperti New York Bigth, yang barangkali telah dikaji secara intensif area laut yang sebanding di A.S. dan barangkali di seluruh dunia, pertanyaan tentang dampak yang lebih terisolasi, terlokalisasi atau relatif terbatas, sebagian besar masih tak terjawab. Karenanya, di satu sisi kita tak mampu menunjukkan dampak jangka panjangnya, sementara di sisi lain kita meiliki kepedulian yang sangat bahwa kerusakan akhirnya akan muncul-barangkali jauh dari sumbernya, dan pengaruh yang sangat merusak.

KESULITAN DALAM MENAKSIR ARAH KECENDERUNGAN
Jelas bahwa terdapat kesulitan besar dalam menyediakan informasi yang dapat dipercaya tentang arah kecenderungan kualitas lingkungan laut. Masalahnya barangkali lebih taksa dan kurang dapat dipengaruhi daripada isu lingkungan global yang sebanding seperti penggurunan dan hilangnya hutan-hutan tropis, yang dapat ditaksir dan dikuantifikasi melalui penginderaan jarak jauh dan teknik inventarisasi lainnya. Penyediaan informasi yang diperlukan dapat menimbulkan dilema, karena meskipun tidak unik bagi sistem laut, terutama sulit lantaran sifat lautan yang berskala besar, terbuka dan sangat kompleks.

Ekosistem laut sulit diberi batas, dan dapat menunjukkan varibelitas spasial dan temporal yang besar. Pada suatu saat, ekosistem dapat menanggapi stres alami, seperti dampak badai hebat. Disamping itu, masalah biaya dan logistik untuk menyelenggarakan kajian oseanografi adalah besar. Karenanya, upaya untuk membuat garis dasar dan memantau pendekatan yang dapat mendeteksi penyimpangan dari norma, khususnya atas dasar peringatan dini, telah mempunyai banyak kesulitan (Gray, 1976; Hirstch, 1980). Salah satu dilema yang harus kita hadapi saat ini ialah mencoba meramal dan mendeteksi peningkatan perubahan akibat ulah manusia dalam suatu lingkungan alami yang dinamis, dan selalu berubah-ubah.

Pendekatan yang baru dan inovatif akan diperlukan untuk memantau dan mendeteksi perubahan halus serta berjangka panjang dalam ekosistem lautan (Holden,1981). Salah satu pemantauan yang memberikan harapan adalah pemantauan hayati, suatu contoh ialah program Pengawasan Remis. Upaya ini memakai remis dan tiram sebagai organisme pemantau untuk mencatat kadar relatif polutan-seperti logam berat, hidrokarbon minyak dan hidrokarbon halogen di lingkungan pantai. Organisme tersebut dapat mempunyai kemampuan memekatkan secara biologi polutan dan menunjukkan waktu pemaparan polutan. Program ini telah dipakai untuk mengidentifikasikan lokasi polusi berat di sepanjang pantai AS (Goldberg et al., 1978).

Organisme lain juga dapat bertindak sebagai bioindikator. Dalam konverensi tentang tindakan ekologis, yang diselenggarakan di AS pada tahun 1977, dibicarakan pentingnya pemantauan ekologi jangka panjang terhadap sistem laut untuk mendeteksi arah kecenderungan dan mengidentifikasi populasi burung laut sebagai indikator kualitas lingkungan laut potensial yang penting. Laporan konferensi tersebut mengemukakan bahwa banyak burung laut yang berumur panjang, tersebar secara luas sepanjang bagian terbesar tahun, namun sangat terkonsentrasi selama musim bersarang. Karena perannya tinggi dalam rantai makanan, burung laut berpotensi menimbun kontaminan, dan juga merupakan pemadu kondisi ekosistem laut. Mungkin lebih mudah dilaksanakan merancang program pengambilan sampel jangka panjang yang dapat dipercaya untuk memantau wilayah sarang lewat pemantauan fotografi udara, sehingga mengambil sampel populasi yang mewakili kondisi lautan di wilayah luas dalam ruang yang sangat kecil, dan barangkali memberi sarana untuk mendeteksi perubahan lautan berskala besar.

Upaya berikutnya yang melibatkan kajian antar disiplin ilmu berkelanjutan, dan integrasi serta sintesis informasi dari banyak sumber dan disiplin ilmu, harus didorong dan didukung dalam skala sebesar mungkin jika para ekologiwan ingin menjawab secara efektif tantangan untuk melindungi lingkungan laut di tahun-tahun mendatang. Kita tidak akan pernah berharap secara konklusif untuk mengajukan semua pertanyaan yang berkaitan dengan dampak manusia terhadap lautan, namun kita dapat berkeinginan untuk memberi informasi yang akan dengan sangat membuat keputusan manajemen menjadi makin lama makin rasional.


DAFTAR PUSTAKA

Aron W. & Smith, S.H. (1971). Ship canals and aquatic ecosystems. Science, 174, hlm. 13-20

Atlas, E, & Giam, C.G. (1981). Global transport of organic pollutants: Ambient concentrations in the remote marine athmosphere. Science,211, hlm. 165.

Brower, K. (1976). To temp a Pacifics Eden, one large oily apple. Academic Press, London, England, UK: xxii + 741 hlm. Illustr.

Nemoto, T. & Harrison, G. (1981). High latitude ecosystems. Hlm. 95-125 dalam Analysis of Marine Ecosystems (Ed. A. R. Longhurst). Academic Press, London, England, UK: xxii + 741 hlm. Illustr.

Priede, I. G. (1983). Use of satellite in marine biology. Hlm 3-50 dalam A. G. macdonald & I. G. Priede (Ed.), q.v.

Rowe, G. T. (1981). The deep-sea ecosystems. Hlm. 235-67 dalam analysis of Marine Ecosystems(Ed. A. R. Longhurst). Academic Press, London, England, UK: xxii + 741 hlm. Illustr.

Santoso, U. 2001. Effect of Sauropus androgyrius extract on organ weight, toxicity and number of Salmonella sp and Escherichia coli of broiler meat. Buletin Ilmu Peternakan dan Perikanan, 7 (2): 162 169.

Santoso, U., Suharyanto dan E. Handayani. 2001. Effects of Sauropus androgyrius (katuk) leaf extract on growth, fat accumulation and fecal microorganisms in broiler chickens. J I T V, 6: 220 226.

Tansley, A. G. (1935). The use and abuse of vegetational concepts and terms. Ecology, 16, hlm. 284-307.

Sumber : Andika Rahman; https://uwityangyoyo.wordpress.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar