Sebagai negara kepulauan (archipelago state) dengan luas wilayah mencapai 7,7 juta km2 yang dihubungkan oleh garis pantai sepanjang 104.000 km2 dan 17.504 pulau yang ada di dalamnya (Bakosurtanal, 2006) Indonesia menjadi salah satu negara kepulauan terbesar di dunia. Kita juga patut bersyukur dianugerahi sebagai bangsa yang memiliki kekayaan sumber daya alam hayati yang sedemikian melimpah, beraneka hasil tambang terpendam sebagai kekayaan alam yang tak terhingga, lautan kita dengan mega biodiversitas biota laut di dalamnya juga menjadi penasbihan betapa bukan sebuah hal yang berlebihan jika melalui lirik lagu yang dipopulerkan pada dekade 70-an Koes Plus berujar, “Bukan lautan tapi kolam susu…”. Semua itu adalah anugerah Tuhan Yang Maha Esa yang sudah sepatutnya untuk kita syukuri.
Namun dibalik itu semua sesungguhnya tantangan besar juga membentang di depan mata. Bentangan pulau yang terhampar dari Sabang – Merauke dengan kekayaan alam yang ada, laut, ikan dan segenap isinya adalah aset yang harus dijaga dan dikelola demi kesejahteraan rakyat. Bukan tugas yang mudah tentu, selain karena wilayah yang begitu luas bahkan mencapai 2/3 dari luas wilayah teritorial, sumber daya manusia dan teknologi yang kita miliki juga masih cukup terbatas. Oleh sebab itu pengawasan di bidang kelautan dan perikanan menghadapi tantangan yang cukup besar. Keterbatasan jumlah personil pengawas perikanan, keterbatasan sarana pengawasan acap kali berbanding terbalik dengan jumlah pelanggar dan pelaku perikanan illegal dan destructive baik dari luar ataupun dalam negeri. Pada tataran inilah POKMASWAS dapat menjadi alternatif pemecahan masalah yang diharapkan mampu membantu pelaksanaan pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan.
Filosofi Lahirnya POKMASWAS
Lahirnya Kelompok masyarakat pengawas berangkat dari kesadaran kolektif bahwa tingkat partisipasi aktif masyarakat adalah kunci bagi keberhasilan pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan. Sejalan dengan visi Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk menujudkan Indonesia sebagai Penghasil Produk kelautan dan Perikanan Terbesar Tahun 2015, maka peran pengawasan menjadi hal yang sangat vital.
Produktivitas perikanan tangkap sebagai salah satu instrumen mencapai visi di atas tentu tak akan bisa tercapai bila ikan dan laut kita terus menerus dijarah dan diendus oleh para pelaku illegal, Unreported dan unregulated (IUU) fishing. Hal ini tentu semakin diperparah dengan berkembangnya pola-pola destructive fishing yang dapat mengancam kelestarian sumber daya hayati perikanan di masa depan, tak pelak itu semua menjadi perhatian serius bagi pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan.
Dibentuknya Kelompok masyarakat pengawas merupakan sebuah usaha konkrit Kementerian Kelautan dan Perikanan melalui Direktorat jeneral Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan yang menyadari bahwa dengan wilayah maritim yang sedemikian luas dan pulau-pulau yang sedemikian banyak, diperlukan peran serta masyarakat untuk melindungi perairan nusantara sebagai aset bangsa.
Pengawasan di bidang perikanan mutlak diperlukan agar sumber daya perikanan yang kita miliki tidak terus dijarah oleh anasir asing. Spektrum kesadaran tersebut dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan UU Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, pada Pasal 67 secara eksplisit disebutkan bahwa Masyarakat dapat dilibatkan dalam membantu pengawasan perikanan. Adapun Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor : KEP.58/MEN/2001 tentang Tata Cara Pelaksanaan Sistem Pengawasan Masyarakat dalam Pengelolaan dan Pemanfaatan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan, memberikan rambu-rambu teknis dalam pembentukan POKMASWAS sebagai bagian dari sistem pengawasan.
Kelembagaan POKMASWAS
Menurut Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor : KEP.58/MEN/2001 tentang Tata Cara Pelaksanaan Sistem Pengawasan Masyarakat dalam Pengelolaan dan Pemanfaatan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan, sasaran dibentuknya POKMASWAS adalah :
1. Terbentuknya mekanisme pengawasan berbasis masyarakat, yang secara integratif dilakukan oleh pemerintah, masyarakat, dan organisasi non pemerintah serta dunia usaha dengan tetap mengacu kepada peraturan dan perundangan yang ada/ berlaku.
2. Meningkatnya partisipasi masyarakat dalam pengawasan sumberdaya kelautan dan perikanan.
3. Terlaksananya kerjasama pengawasan sumberdaya kelautan dan perikanan oleh aparat keamanan dan penegak hukum serta masyarakat.
Adapun pembentukan POKMASWAS adalah :
1. Kelompok masyarakat pengawas (POKMASWAS) merupakan pelaksana pengawasan di tingkat lapangan yang terdiri dari unsur tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat, LSM, nelayan, petani ikan serta masyarakat maritim lainnya.
2. POKMASWAS dibentuk atas inisiatif masyarakat yang difasilitasi oleh unsur pemerintah daerah, dan dikoordinir oleh seorang anggota masyarakat dalam POKMASWAS, yang berfungsi sekaligus sebagai mediator antara masyarakat dengan pemerintah/ petugas.
3. Para nelayan yang menjadi ABK kapal-kapal penangkap ikan dan nelayan-nelayan kecil serta masyarakat maritim lainnya, dapat merupakan anggota kelompok masyarakat pengawas.
4. Kepengurusan POKMASWAS dipilih oleh masyarakat dan terdaftar sebagai anggota.
Transformasi POKMASWAS
Sejak dilembagakan sebagai bagian dari sistem pengawasan sejauh ini telah terbentuk 1452 kelompok masyarakat pengawas yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Sejalan dengan itu berbagai transformasi pun terjadi, peran dan kiprah kelompok masyarakat pengawas tidak dapat dipandang sebelah mata sebab telah banyak kontribusi yang telah diberikan dalam rangka peningkatan pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan. Sebagai contoh adalah keberhasilan penangkapan kapal asing dari Thailand dan Vietnam di Tanjung Balai Asahan, Sumatera tentu tidak dapat dilepaskan dari peran dan kontribusi POKMASWAS yang memberikan informasi kepada Satuan Kerja PSDKP di Sumatera Utara. Contoh lain di perairan Natuna yang merupakan surga bagi illegal fishing, berkat informasi dari nelayan anggota kelompok masyarkat pengawas setempat maka sejumlah kapal-kapal asing dapat dibekuk. Hal serupa juga terjadi di berbagai daerah lain yang menunjukkan bahwa POKMASWAS berparan aktif dalam keikut sertaannya menjaga dan melestarikan sumber daya perikanan di wilayah perairan nusantara.
Sebagai bagian dari masyarakat Indonesia yang memiliki keanekaragaman adat dan budaya, POKMASWAS juga tumbuh dan berkembang di dalamnya. Sejalan dengan itu proses cerdas pun terjadi, POKMASWAS mampu menerjemahkan diri dan posisinya sebagai kekuatan lokal yang mengedepankan pendekatan adat dan kearifan lokal. Ini tentu perkembangan yang baik bagi hukum positif, sebab sebagai bagian dari tradisi lokal hukum adat lebih melekat pada masyarakat.
Di sabang, Aceh yang merupakan pulau paling ujung barat Indonesia terdapat istilah Panglima Laut yang dianggap sebagai pemimpin adat bagi kaum nelayan. Panglima laut adalah tokoh adat yang memiliki pengaruh dalam menentukan aturan adat bagi nelayan, selain panglima laut terdapat Panglima Lhok yang membawahi beberapa desa atau kampung. Sebagai pemimpin adatPanglima Laut mendelegasikan kewenangan adat di tingkat bawah kepadaPanglima Lhok. Di Sabang sendiri terdapat aturan-aturan adat yang mengharuskan para nelayan dan warganya tidak boleh menangkap dengan alat tangkap yang merusak karang, tidak boleh melakukan penangkapan dengan alat tangkap yang merusak, racun, dan tidak boleh melakukan penangkapan pada hari-hari adat tertentu yang semuanya bermuara pada kearifan lokal setempat. Sanksi secara adat pun diberikan bagi yang melanggar seperti : tidak boleh melaut selama seminggu, denda dalam jumlah tertentu.
Di Nusa Tenggara Barat POKMASWAS bersinergi dengan pemerintah daerah dalam usaha menjaga ketertiban kampung dan kebersihan pantai. Para anggota POMASWAS juga diberikan pelatihan oleh Pemerintah Daerah tentang pelestarian mangrove, terumbu karang dan masalah alat tangkap. Pembinaan memang menjadi kunci agar POKMASWAS dapat berjalan secara maksimal sebagaimana harapan. Sinergi ini tentu akan mempermudah jalannya pembangunan di daerah sebab jarak antara penyelenggara pemerintah daerah dan masyarakat di level terbawah bisa dipangkas.
Di beberapa daerah POKMASWAS malah mampu menjadi kekuatan ekonomi BERDIKARI yang menghidupkan roda ekonomi masyarakat sekitar. Di derah Batubara, Sumatera Utara POKMASWAS mampu melaksanakan kegiatan penangkapan secara berkelompok dengan membeli kapal melalui kredit kepada Bank. Ini tentu hal yang harus diapresiasi sebab sejalan dengan waktu POKMASWAS telah mampu metransformasikan diri sebagai kekuatan ekonomi kerakyatan yang mampu menopang perekonomian setempat.
Berbagai ilustrasi di atas menggambarkan secara nyata bahwa POKMASWAS melalui berbagai peran yang telah dilakukan saat ini telah membuktikan diri sebagai lembaga non pemerintah yang mampu mengemban amanat UU Perikanan dalam membantu kegiatan pengawasan perikanan di perairan Nusantara. Lebih dari itu POKMASWAS telah mampu melakukan transformasi secara cerdas dengan sistem adat, pemerintah daerah dan menjadi kekuatan ekonomi BERDIKARI. Ini tentu merupakan modal yang sangat berharga bagi pembangunan di daerah pesisir dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat kelautan dan perikanan sebagaimana misi Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Sumber : Didik Agus Suwarsono ; http://mukhtar-api.blogspot.co.id
Berbagai ilustrasi di atas menggambarkan secara nyata bahwa POKMASWAS melalui berbagai peran yang telah dilakukan saat ini telah membuktikan diri sebagai lembaga non pemerintah yang mampu mengemban amanat UU Perikanan dalam membantu kegiatan pengawasan perikanan di perairan Nusantara. Lebih dari itu POKMASWAS telah mampu melakukan transformasi secara cerdas dengan sistem adat, pemerintah daerah dan menjadi kekuatan ekonomi BERDIKARI. Ini tentu merupakan modal yang sangat berharga bagi pembangunan di daerah pesisir dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat kelautan dan perikanan sebagaimana misi Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Sumber : Didik Agus Suwarsono ; http://mukhtar-api.blogspot.co.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar