Selasa, 16 Januari 2018

Pengelolaan Kualitas Lingkungan Perairan Sungai pada Lokasi Budidaya Ikan Sistem Keramba

Hasil gambar untuk budidaya ikan keramba di sungai

Di beberapa sungai, para pembudidaya ikan memanfaatkannya sebagai lahan budidaya ikan yang menggunakan sistem Keramba atau Keramba Jaring Apung (KJA) dan Keramba Jaring Tancap (KJT). Sifat perairan sungai yang masih dianggap sebagai common property (milik bersama) dan open access (sifat terbuka) menyebabkan pertumbuhan KJA dan KJT di berbagai tempat berkembang sangat pesat dan cenderung tidak terkontrol dan tak terkendali. Hal tersebut didukung dengan budidaya ikan berbasis pakan buatan (pelet) dimana aktivitas budidayanya menggunakan pemberian pakan hampir 70% dari proses produksinya.

Budidaya ikan berbasis pelet (budidaya intensif) merupakan kegiatan usaha yang efisien secara mikro tetapi inefisien secara makro, terutama apabila ditinjau dari segi dampaknya terhadap lingkungan. Pertumbuhan jumlah keramba yang terus meningkat yang berarti terus meningkatnya jumlah ikan yang dipelihara akan menghasilkan sejumlah limbah organik yang besar akibat pemberian pakan yang tidak efektif dan efisien. Pada saat jumlahnya melampaui batas tertentu dapat mengakibatkan proses sedimentasi yang tinggi berupa penumpukan sisa pakan di dasar perairan, limbah tersebut akan menyebabkan penurunan kualitas perairan (pengurangan pasokan oksigen dan pencemaran air sungai) yang pada akhirnya mempengaruhi hewan yang dipelihara.

Desa Belanti adalah salah satu Desa yang hampir seluruh penduduknya melakukan usaha/kegiatan budidaya ikan KJT di sungai. Oleh karena itu, penulis berniat melakukan pengkajian terhadap kualitas air sungai di lokasi budidaya karena sisa pakan dan metabolisme dari aktifitas pemeliharaan ikan dalam KJT serta limbah domestik yang berasal dari kegiatan pertanian, perikanan maupun dari limbah rumah tangga yang diduga dapat sebagai penyebab menurunnya kualitas air sungai di Desa Belanti.

A. Waktu dan Tempat

Pengukuran kualitas air sungai dilaksanakan pada hari senin tanggal 18 Januari 2016 di wilayah sungai Desa Belanti Kecamatan Sirah Pulau Padang Kabupaten Ogan Komering Ilir Provinsi Sumatera Selatan.

B. Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam pengukuran kualitas air adalah :
  • pH Meter
  • DO Meter (include Temperature)
  • Seichi Disk

C. Cara Kerja

1. Pengambilan dan Pengukuran Contoh Air

Pengambilan contoh (sampling) air pada prinsipnya dilakukan secara langsung pada permukaan, yaitu pada kedalaman kurang lebih 50 cm di bawah permukaan air dimana dilakukan pengukuran langsung di lokasi/lapangan.

2. Disini penulis hanya melakukan pengukuran kualitas air pada faktor pendukung utama untuk kegiatan budidaya ikan KJA, yaitu : parameter suhu, pH, kecerahan, dan DO (kadar oksigen terlarut).


Kecerahan

Kecerahan merupakan gambaran kedalaman air yang tembus cahaya dan visible untuk mata pada umumnya. Pengukuran kecerahan digunakan alat yakni Seichi disk yang dicelupkan kedalam perairan dan dilihat dari jarak tampak dan jarak hilang seichi disk di dalam air. Titik hilang adalah panjang ketika warna hitam dan putih tidak kelihatan ketika seichi disk diturunkan dan titik tampak adalah ketika warna hitam dan putih terlihat ketika seichi disk diangkat perlahan dari batas jarak hilang. Pengukuran dilakukan sebanyak tiga kali pada titik yang berbeda.

Rumus Kecerahan :

Kecerahan = (Jarak Hilang + Jarak Tampak) / 2

pH

Pada pengukuran pH dengan menggunakan pH Meter yang dicelupkan ke dalam perairan dan dibiarkan selama beberapa menit dan akan didapat nilai pH nya. Pengukuran dilakukan pada tiga titik yang berbeda.

Suhu dan Oksigen Terlarut (DO)

Pengukuran dilakukan dengan menggunakan DO Meter yang juga bisa mengukur temperatur. Pengukuran dilakukan pada tiga titik yang berbeda.

A. Hasil

Dari pengukuran kualitas air sungai di Desa Belanti pada tiga lokasi pengambilan contoh, di dapatkan hasil pada tabel 1, tabel 2, dan tabel 3.

Tabel 1. Hasil Pengukuran Air Sungai pada Titik 1
(Wilayah Keramba dan Perkampungan Penduduk)

No
Parameter
Satuan
Hasil
Baku Mutu
Keterangan
FISIKA
1.
2.
3.
4.
Suhu
Bau
Warna
Kecerahan
oC
-
-
cm
30
Berbau
Coklat Susu
58
-
-
-
-
-
-
-
-
KIMIA
1.
2.
pH
DO
-
mg/L
6
3,8 *)
6 – 9
>5
Memenuhi
Tidak Memenuhi
BIOLOGI
1.
Gulma
-
Ada
-
-


Tabel 2. Hasil Pengukuran Air Sungai pada Titik 2
(Wilayah Keramba)

No
Parameter
Satuan
Hasil
Baku Mutu
Keterangan
FISIKA
1.
2.
3.
4.
Suhu
Bau
Warna
Kecerahan
oC
-
-
cm
31
Tidak Berbau
Tidak Berwarna
63
-
-
-
-
-
-
-
-
KIMIA
1.
2.
pH
DO
-
mg/L
7
4,2 *)
6 – 9
>5
Memenuhi
Tidak Memenuhi
BIOLOGI
1.
Gulma
-
Tidak Ada
-
-

Tabel 3. Hasil Pengukuran Air Sungai pada Titik 3
(Wilayah Keramba dan Perkampungan Jarang Penduduk)

No
Parameter
Satuan
Hasil
Baku Mutu
Keterangan
FISIKA
1.
2.
3.
4.
Suhu
Bau
Warna
Kecerahan
oC
-
-
cm
31
Tidak Berbau
Tidak Berwarna
63
-
-
-
-
-
-
-
-
KIMIA
1.
2.
pH
DO
-
mg/L
8
5,6
6 – 9
>5
Memenuhi
Memenuhi
BIOLOGI
1.
Gulma
-
Tidak Ada
-
-

Baku Mutu : Peraturan Pemerintah RI No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air

*) Pengukuran kembali paramater DO di bulan Februari

B. Pembahasan

Pada parameter fisika air, suhu berkisar antara 30 – 31oC. Tinggi rendahnya suhu berkaitan dengan interaksi udara dan air, bila udara panas dan banyaknya air panas yang dibuang ke sungai maka akan menyebabkan suhu menjadi naik. Variasi dari parameter suhu air tidak menunjukkan perbedaan yang besar. Tidak bervariasinya nilai suhu air ini menunjukkan bahwa semua titik pengamatan yang terletak sekitar perairan sungai tersebut berada dalam suatu kawasan dengan pengaruh yang relatif sama terhadap suhu air normal. Tingkat kecerahan sungai berkisar antara 55 – 65 cm, warna dan kekeruhan air sungai mulai dari titik 1 sampai dengan 3 tidak berbeda jauh. Kualitas warna dan kekeruhan tersebut semakin ke pemukiman penduduk kualitasnya menurun. Hal itu dikarenakan banyak penduduk yang membuang limbahnya ke sungai. Kecerahan air berbeda diakibatkan terdapatnya bahan-bahan yang terlarut dalam air. Kekeruhan di dalam air sungai disebabkan karena adanya kehadiran bahan organik dari sisa pencucian di wilayah pemukiman penduduk dan sisa residu pemberian pakan ikan di wilayah keramba ataupun dengan terdapatnya sejumlah mikroorganisme dalam air.

Berdasarkan parameter kimia air sungai, pH sungai berkisar antara 6 – 8. pH mempunyai peranan penting dalam mempengaruhi proses kimia dan biologi. Jika nilai pH berada di bawah standar baku mutu maksimum maka kualitas air/sedimen bersifat acid (asam). Begitupun jika nilai pH berada di atas standar baku mutu maksimum maka kualitas air/sedimen bersifat alkali (basa). Berdasarkan data kajian memperlihatkan bahwa konsentrasi pH masih berada dalam batas normal (bersifat netral).

DO berkisar antara 3,8 – 5,6 ppm. Berarti nilai DO tersebut didapati bahwa DO pada dua titik tergolong belum memnuhi standard baku mutu. Hal ini menandakan bahwa nilai oksigen terlarut pada lokasi keramba dan pemukiman penduduk memiliki penurunan oksigen terlarut di sungai. Padahal parameter DO ini sangatlah penting bagi kegiatan budidaya ikan karena apabila terjadi penurunan oksigen terlarut di sungai yang disebabkan oleh adanya peningkatan jumlah mikroorganisme yang menguraikan zat organik yang terdapat pada air buangan dan sisa residu pakan ikan maka akan semakin kecil nilai oksigen terlarut di dalam perairan. Menurunnya kadar O2terlarut dapat mengurangi efisiensi pengambilan O2 oleh ikan, sehingga dapat menurunkan kemampuan ikan tersebut untuk hidup normal dan menurunkan survival rate. Tapi, hasil data pengukuran DO ini fluktuatif karena pada saat pengukuran iklim/cuaca masih dalam pancarobah. Sehingga pada bulan Februari, penulis mengambil pengukuran parameter DO kembali di dua lokasi tersebut dan didapatkan nilai DO rata-rata 5,6 ppm.

Sedangkan dari sifat biologi, sungai tergolong masih bebas dari gulma air. Walaupun pada titik 1 terdapat gulma berupa enceng gondok tapi masih dalam jumlah yang wajar/sedikit. Hal ini mengindikasikan bahwa perairan di sekitar wilayah keramba belum tercemar oleh limbah organik.

Dari pengambilan contoh didapatkan hasil bahwa sungai di sekitar wilayah keramba ikan Desa Belanti dinilai belum tercemar atau masih dalam ambang batas normal atau masih layak untuk dilakukan kegiatan budidaya ikan. Dari hasil kualitas air sungai yang didapatkan tersebut dapat disimpulkan bahwa perairan sungai Desa Belanti masih layak untuk dilakukan kegiatan budidaya ikan KJT karena dapat dipastikan ikan peliharaan dapat tumbuh optimal dengan kondisi perairan tersebut. Tetapi, tidak ada salahnya apabila kita melakukan pencegahan lebih awal agar tidak terjadi pencemaran yaitu dengan cara mengurangi perlakukan pemberian pakan pelet yang berlebih (over feeding). Penggunaan ikan budidaya telah tepat yaitu jenis yang lebih toleran terhadap fluktuasi parameter lingkungan seperti ikan patin, lele, toman, dan nila.

Kesimpulan

Pertumbuhan jumlah KJT yang dibudidayakan di sungai secara intensif yang terus meningkat akan menghasilkan sejumlah limbah organik (terutama yang mengandung unsur nitrogen dan fosfor) yang besar akibat pemberian pakan yang tidak efektif dan efisien sehingga terjadi sisa pakan yang menumpuk di dasar perairan. Limbah organik pada budidaya ikan sistem KJT menjadi penyebab utama menurunnya fungsi ekosistem danau yang berakhir pada terjadinya pencemaran sungai (eutrofikasi, upwelling, dan lain-lain) yang yang dapat mengakibatkan kematian pada organisme perairan (terutama ikan-ikan budidaya) serta diakhiri dengan makin menebalnya lapisan anaerobik di badan air sungai.

Hasil yang didapatkan bahwa sungai Desa Belanti, dinilai belum tercemar atau masih dalam ambang batas normal sehingga masih layak untuk dilakukan kegiatan budidaya ikan KJT karena dapat dipastikan ikan peliharaan dapat tumbuh optimal dengan kondisi perairan tersebut. Tetapi, tidak ada salahnya apabila kita melakukan pencegahan lebih awal agar tidak terjadi pencemaran yaitu dengan cara mengurangi perlakukan pemberian pakan pelet yang berlebih (over feeding). Penggunaan ikan budidaya telah tepat yaitu jenis yang lebih toleran terhadap fluktuasi parameter lingkungan seperti ikan patin, lele, toman, dan betutu.

Saran

Perlunya pengaturan musim tebar, pengendalian jumlah KJT dan padat tebar ikan di KJT dikurangi.
Perlu disosialisasikan tentang cara pemberian pakan yang sesuai dengan ketentuan yaitu 3 – 5% dari berat badan ikan yang dibudidayakan dan diberikan tiga kali sehari yang dimaksudkan untuk mengurangi jumlah sisa pakan yang masuk perairan

DAFTAR PUSTAKA
Azwar, ZI., Ningrum, S dan Ongko, S. 2004. Manajemen Pakan Usaha Budidaya Ikan di Karamba Jaring Apung. Dalam Pengembangan Budidaya Perikanan di Perairan Waduk. Pusat Riset Budidaya Perikanan. Jakarta.
Boyd, C. E. 1999. Management of Shrimp Ponds to Reduce the Eutrophication Potential of Effluents. The Advocate. December 1999 : 12-13.Juaningsih, N. 1997. Eutrofikasi di Waduk Saguling Jawa Barat. Laporan Penelitian Balai Penelitian Air Tawar Purwakarta Jawa Barat. Hal 40 – 44.
Nastiti, A.S., Krismono, dan E.S. Kartamiharja. 2001. Dampak Budidaya Ikan dalam KJA terhadap Peningkatan Unsur N dan P di Perairan Waduk Saguling, Cirata, dan Jatiluhur. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia. 7 (2): 22-30.Simarmata, A. H. 2007. Kajian Keterkaitan antara Kemantapan Cadangan Oksigen dengan Beban Masukan Bahan Organik di Waduk Ir. H. Juanda Purwakarta Jawa Barat. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. Disertasi.
Sutardjo. 2000. Pengaruh Budidaya Ikan pada Kualitas Air Waduk (Studi Kasus pada Budidaya Ikan dalam Keramba Jaring Apung, di Ciganea, Waduk Jatiluhur, Purwakarta, Jawa Barat). Program Studi Ilmu Lingkungan. Program Pascasarjana. Universitas Indonesia. Jakarta. Tesis. Umaly, R.C and M.A.L.A Cuvin. 1988. Limnology. National Book Store Publis

Sumber : 
Donna Octaviana, S.Si (Penyuluh Perikanan Kab. OKI); Materi Penyuluhan Spesifik Lokasi; http://mfcepusluh.bpsdmkp.kkp.go.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar