Memasuki era globalisasi dan berkembangnya isu-isu internasional akhir–akhir ini, menimbulkan tantangan multidimensi yang harus dihadapi dalam pengembangan usaha perikanan budidaya, antara lain : (1) perdagangan global yang sangat kompetitif, (2) ketatnya persyaratan mutu dan keamanan pangan yang ditetapkan oleh negara-negara pengimpor, (3) tuntutan konsumen dalam dan luar negeri terhadap mutu, penganekaragaman jenis, bentuk produk dan cara penyajian, dan (4) tuntutan untuk melaksanakan tatacara budidaya ikan yang bertanggung jawab dan berkelanjutan Untuk melaksanakan kegiatan usaha perikanan budidaya yang berkelanjutan, maka penerapan tata cara budidaya yang bertanggung jawab harus dimulai dari kegiatan pembenihan sampai dengan pembesarannya.Selain jumlah benih yang harus mencukupi, mutu benih juga merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan usaha budidaya. Agar dihasilkan benih yang bermutu dan layak edar, maka dalam kegiatan usaha pembenihan harus menerapkan teknik sesuai dengan standar dan prosedur yang baik. CPIB merupakan sistem manajemen mutu perbenihan dalam rangka menghasilkan benih bermutu yang memenuhi persyaratan keamanan pangan dan ramah lingkungan. Dalam upaya menerapkan CPIB sebagai suatu standar yang berlaku Nasional, maka perlu disusun SNI CPIB.
Cara Pembenihan Ikan yang Baik (CPIB), yang meliputi persyaratan teknis, manajemen, keamanan pangan dan lingkungan. Cara pembenihan ikan yang baik telah diterapkan oleh pelaku usaha pembenihan dalam memproduksi benih bermutu untuk mendapatkan sertifikat dari Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya.
Standar ini dirumuskan oleh Panitia Teknis 65-07 Perikanan Budidaya dan telah dibahas dalam rapat konsensus pada tanggal 31 Oktober 2013, di Bogor , yang dihadiri oleh anggota PT 65 - 07, wakil-wakil dari pemerintah, produsen, konsumen, lembaga penelitian/pakar dan instansi terkait lainnya
Persyaratan
1 Teknis
1.1 Lokasi pembenihan
Persyaratan lokasi pembenihan dan sumber air sebagaimana dimaksud, adalah:
a. dibangun pada lokasi yang terhindar dari kemungkinan banjir, erosi , dan cemaran limbah industri, pertanian, pertambangan dan pemukiman;
b. memiliki sumber air yang sesuai dengan kebutuhan hidup dan pertumbuhan ikan yang dipelihara dan tersedia sepanjang tahun;
c. mudah dijangkau, tersedia sarana dan prasarana penunjang seperti jaringan listrik, sarana komunikasi dan transportasi;
d. aspek legalitas sesuai peruntukannya.
1.2 Prasarana dan sarana pembenihan
a. ruang: laboratorium, ruang mesin, bangsal panen, tempat penyimpanan pakan, tempat penyimpanan bahan kimia dan obat-obatan, tempat penyimpanan peralatan, kantor atau ruang administrasi;
b. bak/wadah: pengendapan dan atau sistem filtrasi dan atau tandon, karantina, pemeliharaan induk, pemijahan dan penetasan, pemeliharaan benih, penampungan benih, kultur pakan hidup, dan pengolah limbah;
c. bahan dan peralatan: bahan dan peralatan produksi, bahan dan peralatan panen, peralatan mesin, peralatan laboratorium;
d. sarana biosekuriti: pagar, sekat antar unit produksi, pencelup kaki (footbath) , pembasuh tangan (handsanitiser) dan pencelup roda (wheelbath) pakaian dan kelengkapan kerja personil.
1.3 Proses Produksi
1.3.1 Persyaratan pengelolaan induk
1) Induk sesuai SNI perbenihan;
2) Merupakan induk unggul hasil pemuliaan atau domestikasi harus ada Surat Keterangan Asal (SKA);
3) Induk yang berasal dari luar negeri harus dibuktikan dengan surat keterangan bebas patogen berdasarkan uji kesehatan oleh pihak karantina dan dilengkapi dengan dokumen : (1) Rekomendasi impor dari Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, (2) surat keterangan asal (Certificate of Origin) dari negara asal, dan (3) surat keterangan kesehatan (Certificate of Health) dari negara asal.
b. Perlakuan karantina induk
1) Induk yang berasal dari dalam dan luar negeri, harus dilakukan tindakan karantina terlebih dahulu sebelum digunakan dalam proses produksi benih, dengan cara melakukan pengamatan terhadap kondisi dan kesehatan induk.
2) pengamatan kondisi dan kesehatan induk dapat dilakukan dengan cara uji stress dan atau uji tantang, uji mikrobiologi dan atau uji molekuler.
3) Apabila ditemukan penyakit/patogen yang dapat disembuhkan, maka induk harus diberi perlakuan pengobatan dengan cara dan bahan yang direkomendasikan.
4) Apabila ditemukan penyakit/patogen yang tidak dapat disembuhkan maka induk harus dimusnahkan.
c. Pemeliharaan induk.
1) Kondisi ruangan dan wadah sesuai dengan persyaratan teknis bagi induk, untuk mendukung perkembangan gonad dan proses reproduksi
2) dilakukan pengelolaan air dengan baik yang bertujuan agar air media dalam bak pemeliharaan memenuhi persyaratan mutu air bagi pemeliharaan induk;
3) Selama proses pemijahan dan penetasan telur dilakukan penanganan dengan baik.
d. Pemberian pakan dan obat
1) Pakan yang diberikan kepada induk harus sesuai dengan kebutuhan baik dalam jenis, dosis, frekuensi pemberian, serta kandungan nutrisi, yang sesuai bagi perkembangan gonad dan kualitas telur;
2) Pakan harus bebas dari bahan kimia dan obat-obatan yang dilarang serta bebas kontaminan;
3) Penggunaan pakan induk yang berupa pakan buatan harus memperhatikan aturan pakai dan tanggal kadaluwarsa sebagaimana tercantum pada label pengemas pakan;
4) Pakan induk harus disimpan dalam wadah/tempat yang bersih, terhindar dari kontaminan serta pengaruh sekitar yang mempercepat kerusakan;
5) Induk yang terinfeksi suatu penyakit dapat diobati dengan bahan kimia dan obat-obatan yang direkomendasikan dan atau terdaftar di Kementerian Kelautan dan Perikanan, dengan memperhatikan kondisi fisik dan aturan pakai serta tanggal kadaluwarsa sebagaimana tercantum pada label pengemas obat.
6) Bahan kimia dan obat-obatan disimpan di tempat yang bersih dan terhindari dari pengaruh yang mempercepat kerusakan.
e. Pengamatan kesehatan induk dilakukan secara periodik dengan baik.
a. Pemilihan benih
1) Benih sesuai SNI Perbenihan;
2) Merupakan benih bermutu hasil produksi;
3) Benih yang berasal dari dalam negeri disertai Surat Keterangan Asal (SKA);
4) Benih yang berasal dari luar negeri dibuktikan dengan surat keterangan bebas patogen berdasarkan uji kesehatan oleh pihak karantina dan dilengkapi dengan dokumen : (1) Rekomendasi impor dari Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, (2) surat keterangan asal (Certificate of Origin) dari negara asal, dan (3) surat keterangan kesehatan (Certificate of Health) dari negara asal.
5) Unit pembenihan yang hanya melakukan pemeliharaan larva/nauplius menjadi benih/postlarva maka larva/nauplius diperoleh dari UPT Lingkup Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya,unit pembenihan yang telah lulus sertifikasi CPIB/sistem mutu perbenihan atau diperoleh dari UPT Lingkup Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya yang bersertifikat CPIB.
b. aklimatisasi benih
dilakukan sebelum benih ditebar ke dalam wadah pada tahapan pemeliharaan benih berikutnya
c. pemeliharaan benih
dilakukan manajemen air dengan baik agar air media pemeliharaan memenuhi persyaratan
mutu air sesuai SNI Perbenihan.
d. pemberian pakan dan obat
1) Pakan yang diberikan kepada benih harus sesuai dengan kebutuhan baik dalam jenis, dosis, frekuensi pemberian, serta kandungan nutrisi untuk pertumbuhan;
2) Pakan harus bebas dari bahan kimia dan obat-obatan yang dilarang dan bebas kontaminan, serta terdaftar di Kementerian Kelautan dan Perikanan;
3) Penggunaan pakan benih yang berupa pakan alami dan pakan buatan harus memperhatikan kondisi fisik dan aturan pakai serta tanggal kadaluwarsa sebagaimana tercantum pada label pengemas pakan;
4) Pakan benih harus disimpan dalam wadah/tempat yang bersih, terhindar dari kontaminan serta pengaruh sekitar yang mempercepat kerusakan;
5) Benih yang terinfeksi suatu penyakit dapat diobati dengan bahan kimia dan obat-obatan yang direkomendasikan dan atau terdaftar di Kementerian Kelautan dan Perikanan, dengan memperhatikan kondisi fisik dan aturan pakai serta tanggal kadaluwarsa sebagaimana tercantum pada label pengemas obat.
6) Bahan kimia dan obat-obatan disimpan di tempat yang bersih dan terhindari dari pengaruh yang mempercepat kerusakan.
e. pengamatan kesehatan benih.
Perkembangan, aktivitas dan kesehatan benih diamati secara periodik baik melalui pengamatan visual, mikroskopis dan atau laboratoris.
1.3.3 Persyaratan pengelolaan air
a. Air yang akan digunakan memenuhi standar baku mutu air, yaitu bersih, bebas hama dan parasit serta organisme patogen.
b. pengendapan
Tujuannya untuk mengendapkan padatan tersuspensi. c. Filtrasi fisik dan biologi Tujuannya untuk mengeliminasi organisme patogen dan mereduksi kandungan logam beratd. Perlakuan dengan bahan kimiaBahan yang digunakan untuk perlakuan air antara lain klorin, ozon, karbon aktif, UV, EDTA, HCl dan Natrium tiosulfat (Na2S2O3.5H2O).
1.3.4 Persyaratan panen, pengemasan dan distribusi benih
1) pemeriksaan Sebelum benih dipanen, harus dilakukan pemeriksaan mutu benih secara visual dan laboratoris.
2) umur dan ukuran
‐ Benih dipanen pada umur dan ukuran sesuai SNI Perbenihan;
3) bahan dan peralatan;
‐ Bahan yang digunakan sesuai SNI Perbenihan
‐ Peralatan panen yang digunakan harus bersih, steril dan sesuai dengan kebutuhan panen;
b. Pengemasan
1) komoditas yang telah memiliki SNI Pengemasan dan transportasi sesuai dengan SNI.
2) komoditas yang belum memiliki SNI mengacu pada:
a) Peralatan untuk pengemasan yang digunakan harus bersih dan steril, dengan ukuran, jumlah yang sesuai dengan jumlah benih yang akan dipanen. Kepadatan benih yang dikemas tergantung pada jenis ikan, umur, ukuran dan waktu tempuh.
b) Bahan pengemasan yang dipakai adalah kantong plastik, jerigen dan drum plastik. sebagai wadah benih, air dan oksigen, kotak styrofoam sebagai pengaman bagi transportasi jarak jauh.
c) Untuk menurunkan metabolisme benih dan mengurangi aktivitas benih dapat dilakukan dengan cara pemberian es batu maupun bahan anestesi yang direkomendasikan.
c. Distribusi
1) Distribusi benih melalui transportasi darat dan air dilakukan secara terbuka atau tertutup
2) Distribusi benih melalui transportasi udara dilakukan secara tertutup.
1.4 Penerapan Biosekuriti
1.4.1 pengaturan tata letak
Berdasarkan alur produksi secara berurutan mulai dari karantina, pemeliharaan induk, pemijahan dan penetasan, pemeliharaan benih, penyediaan pakan hidup, sampai pemanenan benih.
1.4.2 penyimpanan alat, obat dan pakan
1) Peralatan produksi harus disimpan dengan baik di tempat yang terpisah, bersih dan siap pakai sesuai dengan peruntukannya
2) Pakan, bahan kimia dan obat-obatan harus disimpan di tempat yang terpisah dengan kondisi sesuai label kemasan.
1.4.3 pengaturan akses ke lokasi
1) Dilakukan pemagaran keliling pada bagian terluar dari batas lokasi unit pembenihan tersebut untuk mencegah masuknya orang, alat angkut dan hewan yang berpotensi membawa organisme patogen dan pencemar ke dalam unit pembenihan.
2) Penyekatan antara area sub unit produksi untuk mencegah terjadinya kontaminasi silang.
1.4.4 sterilisasi wadah, peralatan dan ruangan
2) Desinfeksi peralatan dan sarana produksi
‐ Peralatan operasional yang digunakan harus didesinfeksi baik sebelum maupun setelah digunakan dalam operasional pembenihan.
‐ Sarana pipa pengairan dan aerasi harus didesinfeksi dan dikeringkan setiap selesai satu siklus produksi.
3) Sterilisasi ruangan produksi
Tujuannya memutus siklus hidup organisme yang tidak dikehendaki.dilakukan pada lantai, dinding, atap dan sudut-sudut ruangan yang sulit dibersihkan dengan cara fumigasi atau penyemprotan bahan disinfektan oksidatif yang direkomendasikan Kementerian Kelautan dan Perikanan.
1.4.5 Sanitasi di unit pembenihan
Tersedianya fasilitas kebersihan yang memadai, antara lain: peralatan kebersihan, tempat sampah dan toilet. Toilet ditempatkan terpisah dari unit produksi dengan septictank berjarak minimal 10 meter dari sumber air dan dilengkapi dengan sabun antiseptik.
1.4.6 Pengaturan personil/karyawan.
1) Pakaian dan perlengkapan kerja
‐ Pakaian dan perlengkapan kerja harus steril.
‐ Personil/karyawan menggunakan sarung tangan dan menggunakan penutup hidung bila bekerja dengan bahan kimia dan obat-obatan.
2) Sterilisasi alas kaki dan tangan
‐ Saat memasuki sub unit produksi, karyawan melakukan sterilisasi alas kaki dan tangannya sebelum dan setelah melakukan pekerjaan.
‐ penggunaan bahan kimia, bahan biologi dan obat obatan yang berpotensi berbahaya bagi personil/karyawan, untuk cuci tangan/kaki segera setelah selesai melakukan pekerjaan.
2. Manajemen
2.1 Organisasi pengelola unit pembenihan
Menangani, mengendalikan dan mengkoordinasikan mutu produksi dalam menerapkan CPIB pada suatu unit pembenihan skala besar atau kelompok unit pembenihan skala kecil, diperlukan seorang Manajer Pengendali Mutu (MPM) yang bersertifikat yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya.
Tugas MPM tidak boleh merangkap sebagai manajer produksi, yaitu dengan tugas sebagai berikut :
1) Bertanggung jawab pada perencanaan dan harus memastikan bahwa unit pembenihan memenuhi persyaratan CPIB;
2) Bertanggung jawab memberikan pemahaman dan memastikan semua personil unit pembenihan dapat melaksanakan CPIB;
3) Bertanggung jawab dalam melaksanakan CPIB secara konsisten;
b. pelaksana produksi.
Pelaksana Produksi yaitu personil yang menangani proses produksi di unit pembenihan, yang terdiri atas:
3) Personil yang menangani analisis kualitas air;
5) Personil yang menangani manajemen kesehatan ikan;
6) Personil yang menangani mekanik (permesinan, perlistrikan dan perbengkelan).
2.2 Pendokumentasian
Pendokumentasian terdiri atas 3 tingkatan meliputi: Tingkat 1 Permohonan sertifikasi,Tingkat 2 standar operasional prosedur (SOP), Tingkat 3 Formulir dan Rekaman
1) Permohonan sertifikasi terdiri atas:
‐ Form permoohonan sertifikasi CPIB
‐ Fotocopy sertifikat MPM;
‐ Fotocopy surat izin usaha perikanan/tanda pencatatan dan atau legalitas pemerintah daerah setempat yang berwenang;
‐ Data umum unit pembenihan;
‐ Struktur organisasi, tanggung jawab dan wewenang;
‐ Alur proses produksi;
‐ Daftar fasilitas unit pembenihan;
‐ Daftar Sumber Daya Manusia;
‐ Daftar SOP/IK (Instruksi Kerja) proses produksi;
‐ Daftar rekaman .
2) Standar Prosedur Operasional yang dimiliki dan diterapkan, terdiri atas:
‐ Manajemen induk;
‐ Manajemen benih;
‐ Manajemen air;
‐ Manajemen pakan hidup;
‐ Manajemen pemberian pakan;
‐ Manajemen penggunaan obat ikan;
‐ Manajemen penggunaan bahan kimia;
‐ Pemeriksaan kualitas air (logam berat dan parameter kualitas air lainnya);
‐ Pemeriksaan kesehatan induk dan benih;
‐ Manajemen biosekuriti;
‐ Sanitasi lingkungan pembenihan;
‐ Manajemen pemanenan benih;
‐ Manajemen pengemasan dan distribusi benih.
3) Formulir dan rekaman terdiri atas :
‐ Pengadaan sarana produksi benih
‐ Manajemen induk
‐ Manajemen benih
‐ Manajemen air
‐ Manajemen pakan hidup
‐ Manajemen pemberian pakan
‐ Manajemen penggunaan obat
‐ Manajemen penggunaan bahan kimia
‐ Pemeriksaan kualitas air (Cd, Pb, Hg dan parameter kualitas air lainnya)
‐ Pemeriksaan kesehatan induk dan benih
‐ Manajemen biosekuriti
‐ Sanitasi lingkungan pembenihan
‐ Manajemen pemanenan benih
‐ Pengemasan, distribusi benih dan keluhan pelanggan
3 Keamanan Pangan
b) penggunaan pakan, obat ikan, bahan kimia dan bahan biologi yang digunakan harus terdaftar di Kementrian Kelautan dan Perikanan
c) Jenis dan cara penggunaan obat, bahan kimia dan bahan biologi sesuai label kemasan d) Penyimpanan obat, bahan kimia dan bahan biologi harus terpisah dengan bahan lainnya
4 Lingkungan
Persyaratan lingkungan sebagaimana dimaksud adalah :
a) air buangan dari proses produksi ini sebelum sampai ke perairan umum atau lingkungan sekitarnya harus diolah terlebih dahulu agar menjadi netral kembali, setiap unit pembenihan harus mempunyai unit pengolah limbah untuk bahan organik, mikroorganisme dan bahan kimia;
Lampiran 1. Informatif Batas Persyaratan Kinerja Minimum/ Batas Maksimum Residu Produk Perikanan Budidaya
Kode |
Substansi |
Unit |
BPKM/BMR |
A1 |
Diethylstilbestrol |
μg/kg |
1 |
A3 |
Methyltestosteron |
μg/kg |
1 |
A6 |
Chloramphenicol |
μg/kg |
0.3 (**) |
Nitrofurans (AOZ,AMOZ,SEM,AHD) |
μg/kg |
1 (**) |
|
Nitromidazole (Dimetridazole) |
μg/kg |
akan dilakukan setelah konsensus LOQ |
|
B1 |
Antibacterial : |
|
|
a. Tetracyclin |
μg/kg |
100 (*) |
|
b. Oxytetracyclin |
μg/kg |
100 (*) |
|
c. Chlortetracyclin |
μg/kg |
akan dilakukan setelah konsensus LOQ |
|
d. Doxycyclin |
μg/kg |
||
e. Sulfonamide |
μg/kg |
100 (*) |
|
f. Quinolon : |
μg/kg |
|
|
●
Enrofloxacin |
μg/kg |
100 (*) |
|
● Flumequine |
μg/kg |
600 (*) |
|
B2a |
Anthelmintic : |
|
|
Emamectin |
μg/kg |
100 (*) |
|
B3a |
Organochlorin |
μg/kg |
0.008 (*****) |
B3c |
Heavy Metal |
|
|
a. Fish : |
|
|
|
● Pb |
mg/kg |
0.2 |
|
● Hg |
mg/kg |
0.5 |
|
● Cd |
mg/kg |
0.05 (****) |
|
b. Shrimp
: |
|
|
|
● Pb |
mg/kg |
0.5 |
|
● Hg |
mg/kg |
0.5 |
|
● Cd |
mg/kg |
0.5 (****) |
|
B3d |
Mycotoxin (Total Alflatoxin) |
μg/kg |
- |
B3e |
Malachite green
dan Leucomalachite green |
μg/kg |
2 (***) |
Crystal violet |
μg/kg |
- |
Catatan :
- Tidak ada data
* CD 37/2010/EC
** CD 2003/181/EC
*** CD 2004/25/EC
**** CD/466/2001/EC ***** Commission Regulation (EC) No.199/2006
Sumber:
Blok IV, Lt. 3,4,7,10. Telp. +6221-5747043, Fax. +6221-5747045 Email: dokinfo@bsn.go.id www.bsn.go.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar