Ikan nila (Oreochromis niloticus) merupakan jenis ikan yang mempunyai nilai ekonomis tinggi dan merupakan komoditas penting dalam bisnis ikan air tawar dunia. Beberapa hal yang mendukung pentingnya komoditas nila adalah a) memiliki resistensi yang relatif tinggi terhadap kualitas air dan penyakit, b) memilliki toleransi yang luas terhadap kondisi lingkungan c) memiliki kemampuan yang efisien dalam membentuk protein kualitas tinggi dari bahan organik, limbah domestik dan pertanian, d) memiliki kemampuan tumbuh yang baik, dan e) mudah tumbuh dalam sistem budidaya intensif.Sebagai salah satu jenis ikan air tawar, nila telah lama pula dikembangkan sebagai komoditi ekspor baik dalam bentuk ikan utuh maupun dalam bentuk fillet. Negara-negara pengekspor ikan nila antara lain China, Ekuador, Kuba, Honduras, dan juga Indonesia. Adapun negara-negara yang tercatat sabagai pengimpor ikan nila antara lain Timur Tengah, Singapura, Jepang dan Amerika Serikat. Kebutuhan ikan nila Amerika Serikat cukup tinggi sedangkan produksi nila domestik belum dapat memenuhi kebutuhannya. Pada tahun 1998 impor nila Amerika Serikat dari manca negara mencapai 45 ton dan pada tahun 1999 meningkat lagi 15% atau sekitar 52 ton.
Pengembangan budidaya nila di Indonesia telah dimulai sejak tahun 1969. Namun demikian budidaya secara intensif mulai berkembang tahun 1990-an yang berkaitan dengan maraknya budidaya nila di Keramba Jaring Apung. Perkembangan budidaya intensif di Indonesia belum begitu menggembirakan karena beberapa faktor antara lain masih rendahnya efisiensi produksi dan rendahnya harga pasar disamping pengadaan benih dan induk yang bermutu.
Pengkajian teknologi budidaya ikan nila dalam mendukung intensifikasi pembudidayaan diarahkan untuk meningkatkan efisiens produksi, dalam rangka meningkatkan daya saing harga. Beberapa upaya yang berkaitan dengan pengkajian teknologi antara lain pengkajian teknik pembenihan, yang meliputi; kontruksi kolam pemijahan, teknik pengelolaan induk dalam pemijahan (jumlah induk minimal yang dipijahkan dalam rangka menghambat laju silang dalam), teknik produksi benih tunggal kelamin jantan dan benih steril (melalui hormonisasi, YY-Male, dan tetraploidisasi). Sedangkan pengkajian teknik pembesaran diarahkan untuk menghasilkan ikan konsumsi yang memenuhi persyaratan ukuran permintaan ekspor (ukuran ikan minimal 500 gram per ekor) antara lain melalui kajian penggunaan benih tunggal kelamin.
Teknik Produksi Benih Ikan Nila
1. Pembenihan
a. Kontruksi Kolam
Kontruksi kolam yang digunakan merupakan penyempurnaan dari kontruksi sebelumnya yang menggunakan pintu monik sebagai out let. Outlet kolam menggunakan “standing pipe”. Kontruksi ini tidak memerlukan kayu papan untuk menutup pintu pengeluaran kolam (outlet), saat pemanenan cukup dengan memiringkan pipa sedikit demi sedikit sehingga larva tidak terbawa arus kuat, kematian larva dan induk pun relatif sangat sedikit. Tenaga kerja efisien dan efektif, yaitu cukup dua orang untuk kolam dengan luas 800 m2. Konstruksi dasar kolam dilengkapi dengan bak yaitu disebut dengan istilah kobakan berbentuk persegi panjang dengan luas sekitar 0,5 sampai 1,5% dari luas kolam, dan tingginya 50-70 cm. dibuat dekat outlet kolam, dengan fungsi utamanya adalah sebagai tempat berkumpulnya induk dan larva pada saat pemanenan. Saluran dasar kolam (kemalir) dibuat dari inlet hingga ke kobakan yang berfungsi untuk memudahkan induk dan larva dapat berkumpul dalam kobakan pada saat panen.
b. Persiapan Kolam
Persiapan kolam untuk kegiatan pemijahan ikan nila antara lain peneplokan/ perapihan pematang agar pematang tidak bocor, meratakan dasar kolam dengan kemiringan mengarah ke kemalir, membersihkan bak kobakan, menutup pintu pengeluaran dengan paralon, pemasangan saringan di pintu pemasukan serta pengisian kolam dengan air. Pemasangan saringan dimaksudkan untuk menghindari masuknya ikan-ikan liar sebagai predator atau kompetitor yang dapat mempengaruhi kuantitas hasil produksi maupun kualitas benih yang dihasilkan.
c. Pemijahan
BBAT Sukabumi mengembangkan sistem pengelolaan induk dalam satu unit produksi benih dengan mempertimbangkan bilangan pemijah. Jumlah induk dalam satu populasi pemijahan secara masal disebut satu paket. Satu paket induk berjumlah 400 ekor yang terdiri dari 100 ekor jantan dan 300 ekor betina (Ne = ±133,3). Dengan induk sejumlah ini diharapkan dapat menghambat laju silang dalam dan memungkinkan keturunannya dapat dijadikan induk kembali setelah melalui kegiatan seleksi.
Penebaran induk dilakukan pada pagi hari saat suhu udara dan air masih rendah. Padat tebar induk adalah 1 ekor/m2, sehingga satu paket induk sebanyak 400 ekor memerlukan lahan untuk pemijahan seluas 400 m2. Satu periode pemijahan berlangsung selama 10 hari untuk dapat dilakukan pemanenan larva. Proses pemijahan sendiri dapat berlangsung selama delapan periode pemijahan dengan delapan kali pemanenan larva, tanpa harus mengangkat induk. Setelah akhir periode, induk diangkat dari kolam pemijahan dan dipelihara secara terpisah antara jantan dan betina untuk pematangan gonad selama 15 hari. Selanjutnya paket induk tersebut dimasukkan kembali kedalam kolam pemijahan yang telah dipersiapkan sebelumnya.
d. Pengelolaan Pakan dan Air
Dosis pemberian pakan adalah 3% dari bobot biomas untuk lima hari pertama pemijahan dan 2-2,5% untuk lima hari berikutnya sampai panen larva. Penurunan dosis pemberian pakan ini disesuaikan dengan kondisi bahwa sebagian induk betina sedang mengerami telur dan larva. Pakan yang diberikan harus cukup mengandung protein ( 28-30%).
Selama pemijahan debit air diatur dalam dua tahap, yakni 5 hari pertama lebih besar 5 hari kedua. Debit air dalam 5 hari pertama adalah dalam rangka meningkatkan kandungan oksigen dalam air, memacu nafsu makan induk disamping mengganti air yang menguap. Dengan demikian air yang mengalir ke kolam terlimpas ke luar kolam melalui saluran pengeluaran.
Sedangkan untuk 5 hari kedua debit air hanya dimaksudkan untuk mengganti air yang terbuang melalui penguapan sedemikian rupa tanpa melimpaskan air ke luar kolam. Hal ini untuk menghindari hanyutnya larva juga menghindari limpasnya pakan alami yang terdapat di kolam pemijahan, sebagai makanan awal bagi larva.
e. Panen Larva
Panen larva dilakukan setiap sepuluh hari sekali pada pagi hari. Tergantung luas kolam, penyurutan kolam dapat mulai disurutkan sehari sebelumnya. Penyurutan air kolam dilakukan pertama-tama sampai setengah-nya. Sebelum surut total, bak tempat panen larva perlu dibersihkan dari lumpur dengan cara membuka sumbat outlet kobakan. Penyusutan secara total dilakukan sampai air hanya tersisa pada kobakan saja. Induk dan larva akan berkumpul pada kobakan, dan segera dilakukan pengambilan larva menggunakan scoop net. Kemudian larva ditampung sementara dalam hapa ukuran 2 x 2 x 1 m3 dengan mesh size 1,0 mm. Proses pengambilan larva ini dapat dilakukan oleh dua orang. Pemungutan larva dilakukan secara total sampai bersih termasuk yang masih terdapat dalam sarang, dengan cara membongkar sarang dan mengarahkan larva ke kobakan.
Sarang tempat pemijahan induk nila yang berbentuk bulat di dasar kolam perlu dihitung untuk menaksir jumlah induk yang memijah dan diratakan kembali. Ukuran larva yang dipanen ada dua ukuran, untuk itu perlu dilakukan sortasi menggunakan hapa mesh size 1,5 mm. Jumlah induk betina yang memijah sebanyak 30-40% dengan perolehan larva sebanyak 60.000-80.000 ekor/paket/10 hari
Larva ukuran kecil ( 9,0 sampai 13 mm) dapat digunakan untuk tujuan jantanisasi menggunakan pakan berhormon. Sedangkan larva ukuran besar dapat langsung didederkan dalam wadah pendederan.
2. Pendederan
a. Kontruksi kolam
Kontruksi kolam pendederan sama dengan untuk pemijahan. Tujuan lain dari kontruksi yang sama tersebut adalah bahwa antara kolam induk dan kolam benih dapat saling bergantian dalam penggunaannya.
b. Persiapan Kolam
Persiapan kolam untuk kegiatan pendederan ikan nila antara lain peneplokan pematang dengan kontruksi tanah, meratakan dasar kolam dengan kemiringan mengarah ke kemalir, membersihkan bak kobakan, menutup pintu pengeluaran dengan paralon, pemasangan penyaring di pintu pemasukan air, pemupukan dengan dosis 250-500 gram/m2 (sesuai dengan kesuburan tanah dan air), pengapuran (bila perlu) serta pengisian kolam dengan air. Pemasangan penyaring dimaksudkan untuk menghindari masuknya predator, ikan-ikan lain dan atau ikan nila jenis lain yang dapat mempengaruhi tidak hanya dari segi kuantitas hasil produksi, tetapi juga kualitas benih yang dihasilkan.
c. Padat Tebar
Pendederan ikan nila dilakukan dalam dua atau tiga tahap. Pendederan tiga dapat langsung merupakan lanjutan dari pendederan kedua. Lama pendederan pertama adalah 30 hari dengan target benih berukuran 3-5 cm. Pendederan kedua dan ketiga, masing-masing juga 30 hari. Benih hasil pendederan ketiga berukuran sekitar 20-30 gram/ekor. Padat tebar pendederan pertama adalah 100-200 ekor/m2, sedangkan untuk pendederan kedua dan ketiga masing-masing 75-100 dan 50 ekor/m2.
d. Pengelolaan Pakan dan Air
Dosis pemberian pakan pendederan 1, 2 dan 3 masing-masing adalah 20, 10 dan 5% dari bobot biomas/hari. Pakan diberikan sehari 3 kali. Kandungan protein dalam pakan sekitar 26-28%.
Debit air dalam pendederan satu dan kedua tidak terlalu besar, yakni sekedar mengganti air yang menguap dan rembes. Namun untuk pendederan ketiga debit air juga dimaksudkan untuk meningkatkan daya dukung media terutama ketersedian oksigen yang berguna dan dapat meningkatkan nafsu makan serta laju pertumbuhan.
e. Panen Benih
Panen benih harus dilakukan pada saat suhu air kolam dan udara relatif sejuk, terutama pada pagi hari. Hal ini untuk menekan angka kematian saat panen. Langkah-langkah kerja dalam aktifitas panen benih sama halnya dengan kegiatan panen larva
f. Kriteria Mutu Benih Ikan Nila
Selain penguasaan teknik pembenihan, para pembenih juga sangat dianjurkan mengetahui kriteria benih yang sesuai dengan SNI. Berikut ini merupakan kriteria mutu benih ikan nila hitam berdasarkan SNI 01-6140-1999, yang terdiri dari kriteria kualitatif (Tabel 1) dan kriteria kuantitatif (Tabel 2).
Tabel 1. Kriteria Kualitatif Larva dan Benih Nila Hitam Kelas Benih Sebar
Kriteria | Larva | Benih |
Asal | Hasil penetasan telur dari pemijahan induk kelas pokok antara induk jantan dan induk betina bukan satu keturunan (jangan inbreeding) | Larva berumur sekitar 7 hari, hasil pemijahan induk kelas induk pokok antara jantan dan betina yang tidak satu keturunan |
Warna | Hitam | Bagian perut berwarna putih, bagian punggung berwarna gelap sampai hijau kelabu |
Bentuk tubuh | Normal | Normal |
Gerakan | Bergerak di permukaan sampai dasar wadah | Bergerombol di permukaan tepi wadah dan aktif menyongsong air baru serta ekor bergerak sangat cepat sehingga tidak terlihat jelas gerakannya |
Kriteria | Satuan | Larva | Pend.I | Pend. II | Pend. III |
Umur | Hari | 7 | 30 | 60 | 90 |
Panjang total | Cm | 0,6 – 0,7 | 3-5 | 5-8 | 8-12 |
Bobot minimal | Gram | 0,02 | 1,5 | 3,0 | 15 |
Keseragaman ukuran | % | 90 | 90 | 80 | 80 |
Keseragaman warna | % | 90 | 90 | 100 | 100 |
Keseragaman kelincahan gerak akibat rangsangan luar | % | 80-90 | 90-100 | 90-100 | 90-100 |
Keseragaman gerak melawan arus | % | 80-90 | 90-100 | 90-100 | 90-100 |
Ukuran panen | Cm | 3-5 | 5-8 | 8-10 | 10-12 |
Referensi:
- Macinthosh, D.J and Sampson, D.R.T, 1985. Tilapia Culture : Hatchery methods for Oreochromis mossambicus and O. niloticus. Institute of Aquaculture, University of Stirling. Scotland. 154 pp
- Sucipto, A. 2002. Budidaya ikan nila (Oreochromis sp.). Makalah disampaikan pada Workshop Teknologi dan Manajemen Akuakultur, Himpunan Mahasiswa Akuakultur IPB, di Bogor tanggal 20, 21 dan 28 April 2002. Balai Budidaya Air Tawar Sukabumi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar