Sabtu, 24 Juli 2021

Penyakit Ikan - Infectious Hypodermal & Haematopoietic Necrosis (IHHN)

Penyakit ikan merupakan gangguan pada fungsi dari organ baik sebagian maupun secara keseluruhan. Secara garis besar dapat disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor biotik (parasit, jamur, bakteri, dan virus) dan faktor abiotik (kualitas pakan yang jelek dan kondisi lingkungan yang tidak mendukung). Masalah penyakit pada usaha budi daya ikan makin lama makin bertambah banyak. Hal ini disebabkan oleh beberapa masalah, antara lain makin bertambahnya luasan areal budi daya yang diikuti oleh banyaknya perdagangan ikan hidup, pola budi daya yang intensif, kurang intensifnya usaha monitoring dan surveilans, masuknya komoditas ikan baru yang tidak disertai dengan studi Import Risk Analysis (IRA), tindak karantina yang belum didukung oleh peralatan dan personal yang memadai, belum ikut sertanya masyarakat dalam usaha pengendalian penyakit, serta masalah cemaran yang masuk pada badan air budi daya ikan. Semakin banyak dan meluasnya penyebaran penyakit pada areal budi daya. 
Perlu segera dilaksanakan kebijakan dan strategi manajemen kesehatan ikan yang dilakukan agar ikan yang dipelihara terhindar dari penyakit.

Virus adalah agen infeksi yang sangat kecil yang hanya dapat berkembang dalam sel inang hewan atau tanaman. Berbeda dari mikroorganisme lainnya, seperti bakteri atau jamur, yang memiliki organel untuk metabolisme meraka sendiri, tetapi virus tidak memiliki organel untuk metabolisme. Virus harus menggunakan mesin dari sel inang yang diinfeksi untuk pertumbuhan dan reproduksi.

Virus memiliki dua bagian. Bagian internal yang disebut virion, atau partikel virus yang terdiri atas asam nukleat, bahan yang sama untuk membentuk gen. Virion ditutupi oleh mantel protein eksternal, yang disebut kapsid. Virus dikelompokkan secara luas berdasarkan kandungan asam nukleatnya. Ada dua jenis utama asam nukleat, yaitu RNA dan DNA, berdasarkan ukuran, dan bentuk.

Belum banyak diketahui penyakit yang disebabkan oleh virus di Indonesia kecuali penyakit Lymphocystis dan Koi Herves Virus (KHV). Infeksi Lymphocystis hanya bersifat kronis dan bila menyerang ikan hias akan mengalami kerugian yang berarti karena merusak keindahan ikan. Sampai saat ini, KHV merupakan penyakit yang paling serius dan sporadik terutama untuk komoditas ikan mas (Cyprinus carpio) dan ikan koi (Cyprinus carpio koi).Infectious hypodermal and haematopoietic necrosis (IHHN) adalah penyekit yang disebabkan oleh Infectious hypodermal and haematopoietic necrosis virus (Parvovirus). 

IHHNV adalah virus terkecil dari semua virus udang, karena mempunyai virion yang terkecil, tergolong DNA viruses. Virus IHHN adalah icosahendron tanpa penutup berdiameter 22 nm dengan 4,1 Kb (kilobases) ssDNA genome dan replikasi nuklir. Karakteristik tempat IHHNV didalam famili Parvoviridae (Bonami et al,1990). IHHNV pertama kali dikenal pada tahun 1981, ketika ia menunjukkan penyebab akut, epizootics catastrophic dengan tingkat mortalitas kumulatif 60-90 persen dalam budidaya juvenile P.stylirostris (blue shrimp) secara intensif dan ekstensif dengan stok yang berasal dari Mexico, Ekuador atau Panama.

Bio – Ekologi Patogen :
• Penularan dapat terjadi secara horizontal dan vertikal. Transmisi IHHNV relatif cepat dan efisien melalui luka akibat kanibalisme udang terutama pada periode lemah udang (terutama selama molting); ko-habitasi melalui transfer dalam air
• Transmisi vertikal dari induk ke larva umumnya berasal dari ovari induk betina terinfeksi (sperma jantan terinfeksi umumnya bebas virus)
• Larva yang terinfeksi IHHNV secara vertikal tidak tampak sakit, namun setelah berumur diatas 35 hari mulai muncul gejala klinis yang diikuti dengan kematian masal.
• Individu udang yang pernah terinfeksi dan resisten terhadap IHHNV akan berlaku sebagai pembawa (carrier).
• Infeksi IHHNV pada udang vannamei akan mengakibatkan pertumbuhan yang sangat beragam (mblantik), rostrum bengkok dan kutikula kasar.

Gejala Klinis :
• Nafsu makan menurun, pertumbuhan lambat, perubahan warna kulit/karapas dan perubahan tingkah laku
• Berenang di permukaan secara perlahan, hilang keseimbangan dan bergerak berputar dan selanjutnya tenggelam perlahan dalam posisi terbalik
• Bercak-bercak putih terutama antara segmen eksoskeleton dan karapas
• Udang yang sekarat umumnya berwarna merah kecoklatan atau pink
• Populasi udang dengan gejala-gejala tersebut umumnya akan mengalami laju kematian yang tinggi dalam tempo 3-10 hari.

Diagnosa :

Polymerase Chain Reaction (PCR)

Gambar 1. Udang vannamei yang terinfeksi Infectious Hypodermal & Haematopoietic Necrosis (IHHN) sejak awal (vertical transmission), pertumbuhannya tidak seragam (mblantik)


Gambar 2. Udang vannamei yang terinfeksi Infectious Hypodermal & Haematopoietic Necrosis (IHHN) pada saat pemeliharaan di tambak (horizontal transmission), pertumbuhannya tidak seragam (mblantik)

Gambar 3. Udang vannamei yang terinfeksi Infectious Hypodermal & Haematopoietic Necrosis (IHHN), mengalami deformitis pada rostrum (bengkok)

Pengendalian :
• Belum ada teknik pengobatan yang efektif, oleh karena itu penerapan biosecurity total selama proses produksi (a.l penggunaan benur bebas IHHNV, pemberian pakan yang tepat jumlah dan mutu, stabilitas kuialitas lingkungan) sangat dianjurkan.
• Menjaga kualitas lingkungan budidaya agar tidak menimbulkan stress bagi udang (misalnya aplikasi mikroba esensial: probiotik, bacterial flock, dll.).
• Sanitasi pada semua peralatan dan pekerja dalam semua tahap proses produksi.
• Desinfeksi suplai air dan pencucian dan/atau desinfeksi telur dan nauplius juga dapat mencegah transmisi vertikal
• Pemberian unsur imunostimulan (misalnya suplementasi vitamin C pada pakan) selama proses pemeliharaan udang




Referensi
  1. Afrianto, E dan Liviawati E., 1992. Pengendalian Hama dan Penyakit Ikan. Kanasius, Yogyakarta.
  2. Anonim., 1983. Petunjuk Ringkas Cara Penanggulangan Penyakit Parasit dan Bakterial pada Ikan. Direktorat Jenderal Perikanan, Jakarta.
  3. Kusumah, Hadhie., 1976. Dasar-Dasar Perikanan Umum dan Pengembangannya.
  4. Penyakit dan Hama Ikan. Departemen Pertanian. Badan Pendidikan, Latihan, dan Penyuluhan Pertanian. Sekolah Usaha Perikanan Menengah, Bogor.
  5. Prayitno, S.B dan A. Sunarto., 2003. Pengembangan budi daya perikanan berbasis biosecurity. Proseding Seminar Nasional Penyakit Ikan dan Udang IV. Hotel Dynasty, Purwokerto, 18-19 Mei 2004.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar