Sabtu, 11 April 2015
Selamatkan Ekosistem Pantai dengan Mangrove
Hutan mangrove secara umum dapat didefinisikan sebagai suatu tipe ekosistem hutan yang tumbuh di suatu daerah pasang surut (pantai, laguna, muara ataupun sungai) yang tergenang pasang dan bebas pada saat air laut surut serta komunitas tumbuhannya mempunyai toleransi terhadap garam (salinity) air laut. Tumbuhan yang hidup di ekosistem mangrove adalah tumbuhan yang bersifat halophyteatau mempunyai toleransi yang tinggi terhadap tingkat keasinan (salinity) air laut dan pada umumnya bersifat alkalin.
Hutan mangrove di Indonesia sering juga disebut hutan bakau. Tetapi istilah ini sebenarnya kurang tepat karena bakau (rhizophora) adalah salah satu family tumbuhan yang sering ditemukan dalam ekosistem hutan mangrove. Mangrove merupakan salah satu tumbuhan yang ada di ekosistem pantai atau pesisir. Keberadaannya sangatlah menunjang bagi kelangsungan hidup biota yang ada di sekitar pantai atau laut, seperti kehidupan ikan, kerang, burung dan biota lainnya.
Lingkungan pesisir yang di dalamnya juga terdapat mangrove sebagai sumberdaya alam didukung oleh berbagai fungsi spesifik yaitu: sebagai sumber daya pariwisata dan rekreasi, sebagai sumberdaya perikanan, sumberdaya pertanian, sumberdaya ekologis dan konservasi alam serta sebagai tempat tinggal penduduk.
Indonesia merupakan negara kepulauan dan memiliki garis pantai yang terpanjang di dunia, mencapai 81.000 km, yang secara garis besar dapat di bagi menjadi kawasan budidaya dan kawasan non budidaya. Pantai non budidaya dapat berupa daerah konservasi salah satunya mangrove dan daerah yang tidak dibudidayakan, misalnya karena sumberdaya alam yang miskin dan atau karena keadaan alamnya yang sulit, dicapai seperti daerah pantai yang terjal, kering, rawan bencana alam.
Hutan mangrove berguna dalam memberikan unsur hara terhadap ekosistem mangrove itu sendiri, menyediakan tempat berlindung dan tempat asuhan bagi anak-anak ikan dan mendukung organisme akuatik lainnya. Mangrove juga merupakan alat atau tameng daerah pesisir yang mempunyai banyak manfaat.
Melestarikan mangrove adalah sebagai kepedulian kita terhadap lingkungan dimana sekarang ini bumi semakin panas, sehingga keberadaan mangrove bisa memberikan asupan oksigen yang dibutuhkan makhluk hidup dan tidak kalah pentingnya adalah untuk kelangsungan hidup biota ekosistem pesisir atau pantai, menghijaukan pantai agar dapat mencegah abrasi, banjir dan tenggelamnya wilayah pesisir.
Namun dewasa ini yang terjadi semakin membuat kita pesimis akan kemungkinan untuk tetap merasakan manfaatnya di tahun-tahun mendatang. Sangat disayangkan bila kondisi seperti saat ini masih dibiarkan, maka tidak mustahil jika suatu saat nanti anak cucu kita tidak dapat menikmati indahnya hutan mangrove dan ekosistem pantai.
Tekanan yang berlebihan terhadap kawasan hutan mangrove untuk berbagai kepentingan tanpa mengindahkan kaidah-kaidah pelestarian alam telah mengakibatkan terjadinya penurunan luas hutan mangrove yang cukup drastis. Sebagai contoh seperti adanya reklamasi pantai, alih fungsi lahan yang terjadi di wilayah pesisir seperti bangunan perusahaan pengolahan ikan, kawasan pemukiman penduduk, pertambakan dan lain-lain.
Kebanyakan lahan mangrove selama ini terkonversi untuk kegiatan yang tidak dipikirkan secara berkelanjutan dimana hanya memenuhi kebutuhan sementara. Misalnya, banyak petani tambak yang membabat begitu saja greenbelt (jalur hijau) dan menggantinya dengan tambak yang menurut mereka lebih bernilai ekonomis.
Adanya ketentuan jalur hijau atau greenbelt dengan lebar 130 x nilai rata-rata perbedaan pasang tertinggi dan terendah tahunan (Keppres No. 32/1990) berangsur terabaikan. Padahal hal itu dapat berakibat fatal bila dilakukan tanpa perencanaan yang matang. Ketika mangrove tersebut hanya tinggal beberapa baris saja sebelum garis pantai, maka saat itu juga mangrove tersebut kehilangan fungsi ekologisnya.
Pemanfaatan areal mangrove yang dilakukan oleh masyarakat sekitar diantaranya usaha di bidang perikanan, biasanya pada areal ekosistem mangrove dilakukan dalam dua bentuk yaitu perikanan tangkap dan perikanan budidaya. Kegiatan perikanan ini biasanya dilakukan dalam skala yang beragam. Ada yang skala besar dengan dikelola secara profesional oleh perusahaan, contohnya tambak udang skala besar dan budidaya ikan air payau. Ada pula yang skala tradisional dengan hanya memanfaatkan areal di sekitar mangrove untuk budidaya ikan air payau, budidaya kerang ataupun penangkapan hasil laut di sekitar pantai.
Bentuk perikanan budidaya yang paling umum di perairan pantai Indonesia adalah kolam budidaya atau tambak yang di laksanakan secara luas di Jawa, Sumatera, Sulawesi Selatan dan Kalimantan. Jenis ikan yang di budidayakan seperti ikan bandeng, kakap putih, udang dan sebagainya. Sumberdaya perikanan yang utama di perairan ini adalah ikan pemakan detritus, kepiting, krustaceae dan molusca. Nelayan mengeksploitasi wilayah ini dengan menggunakan alat tangkap tradisional seperti perangkap ikan, "bubu", "kelola", pancing jala dan insang dimana menghasilkan tingkat produksi perorangan yang rendah.
Penurunan kualitas lingkungan pesisir di banyak tempat terjadi terutama akibat pencemaran dan atau perusakan lingkungan di sekitanya. Pencemaran lingkungan pantai dapat terjadi karena masukan polutan dari kegiatan di sepanjang garis pantai, dan atau secara tidak langsung: melalui aliran sungai, kegiatan di lepas pantai, karena intrusi air laut ke dalam air tanah dan sebagainya. Sedangkan kerusakan lingkungan pantai berupa: abrasi pantai, kerusakan hutan bakau (mangrove), kerusakan terumbu karang, penurunan sumber daya perikanan, kerusakan padang lamun dan sebagainya. Faktor lain yang juga memperparah kerusakan mangrove dalah reklamasi pantai. Kegiatan ini tidak hanya merusak lingkungan tetapi juga membunuh biota air yang hidupnya tergantung pada keseimbangan ekosistem mangrove.
Dengan eksploitasi wilayah ekosistem mangrove yang berlebihan menyebabkan kondisi lingkungan pesisir di beberapa pantai di Indonesia cenderung mengalami penurunan kualitas atau bahkan sudah tidak mampu berfungsi lagi untuk menunjang pembangunan dan kesejahteraan penduduk secara berkelanjutan. Agar fungsi lingkungan pesisir tetap lestari maka perlu dilakukan tindakan nyata untuk pengendalian pencemaran dan perusakan lingkungan tersebut.
Belum adanya kebijakan regional untuk melindungi mangrove ditengarai sebagai penyebab utama degradasi mangrove di Indonesia. Masyarakat pesisir belum disadarkan sepenuhnya tentang pentingnya menjaga kelestarian mangrove. Ada satu pola pemanfaatan perikanan budidaya yang berada di areal ekosistem mangrove dengan maksud pengelolaan tetap memperhatikan kelestarian ekosistem mangrove yaituSilvofishery. Pola ini merupakan hasil kombinasi yaitu budidaya ikan yang berada pada empang hutan mangrove.
Metode tumpang sari atau silvofishery merupakan suatu kegiatan harmonisasi budidaya perikanan dengan hutan mangrove. Dimana dalam hal ini komoditas budidaya adalah ikan bandeng, ikan kakap ataupun ikan air payau lainnya dan vegetasi hutan mangrove adalahRhizopora sp. dan Avicenia sp. Prinsipnya metode ini mengandalkan berbagai jenis burung yang bersarang pada pohon mangrove dan kotorannya bermanfaat sebagai pupuk guna menumbuhkan pakan alami berupa klekap. Klekap merupakan makanan bagi ikan bandeng yang terdiri dari berbagai jenis mikro organisme dan membentuk flok.
Penanaman mangrove memiliki fungsi penting sebagai penyerap polutan, pelindung pantai, meredam ombak, arus serta menahan sedimen. Selain itu, mangrove juga berfungsi untuk meredam pasang laut, sebagai habitat flora dan fauna, serta melindungi pantai dari hempasan badai dan angin, mangrove juga dapat mengurangi emisi karbon sebagai upaya penanggulangan dampak pemanasan global.
Ekosistem mangrove dapat mulai pulih lagi dalam kurun waktu 4–5 tahun setelah proses pembibitan, menanam dan memeliharanya. Setelah ekosistem mangrove pulih, masyarakat akan merasakan manfaat ekonominya. Tanaman bakau jenis Sonneratia caseolaris dan Bruguiera gymnorhiza dapat dapat dijadikan sebagai sumber pangan alternatif seperti sirup, dodol, dan tepung karena mengandung karbohidrat dan kalori yang tinggi.
Bukan hanya buah dari tanaman mangrove saja, tetapi bagian yang lain juga dapat dimanfatkan. Kayu dari mangrove mati dari jenis Rhizophora mucronata, Rhizophora apiculata, keduanya cocok untuk tiang dalam konstruksi rumah karena batangnya yang lurus, dapat juga berfungsi sebagai meubel. Tanin (ekstrak kulit kedua jenis mangrove tersebut) dapat digunakan menjadi bahan penyamak kulit pada industri sepatu atau tas, sebagai bahan baku lem, dan lain-lain. Daun dari jenis Nypa fruticansdapat dianyam menjadi atap. Bahkan beberapa jenis mangrove dapat digunakan sebagai obat. Air rebusan Rhizophora apiculata berfungsi sebagai astrigent, kulitnya dapat menghentikan pendarahan. Air rebusan Ceriops tagal dapat digunakan sebagai antiseptik luka, sedangkan air rebusan Acanthus illicifolius dapat digunakan untuk obat diabetes (Inoue et al., 1999).
Diperlukan adanya masterplan yang memperhitungkan aspek lingkungan, sosial dan ekonomi untuk langkah awal mengembalikan kelestarian pesisir. Perlu juga adanya campur tangan dari pemerintah setempat untuk membatasi penggunaan lahan di sekitar kawasan lindung ini. Hal ini dapat dicontohkan dengan dikeluarkannya suatu kebijakan yang mengharuskan semua penyumbang ‘carbon’ kota untuk ikut berpartisipasi melestarikan mangrove secara berkala dan berkelanjutan (menanam bibit mangrove dan bertanggungjawab pula terhadap pengawasannya).
Keterlibatan masyarakat juga diperlukan, dari tahap perencanaan, proses pemulihan kelestarian maupun dalam proses pengawasan lingkungan. Sehingga diperlukan kerjasama yang baik antar stageholder yang akan dapat memaksimalkan keberhasilan dalam melestarikan keberadaan ekosistem mangrove.
Mari kita selamatkan ekosistem hutan mangrove, demi anak cucu kita, demi masa depan planet ini dan demi bumi yang lebih bersahabat bagi manusia. Mari kita memberikan dukungan baik moral dan material pada usaha-usaha yang bertujuan menjaga kelestarian hutan mangrove, baik itu di lingkungan sekitar kita, di Indonesia maupun di dunia. Beri dukungan bagi kebijakan-kebijakan pelestarian hutan mangrove dan lawan segala bentuk eksploitasi hutan mangrove demi kepentingan ekonomi. Mari kita berikan pendidikan pelestarian lingkungan sejak dini dan mengajarkan bahwa pelestarian hutan mangrove adalah salah satu cara membuat bumi semakin baik. Salam
Kontributor: : Triswiyana, SPi. Penyuluh Perikanan Kab.Bangka Barat
www.pusluh.kkp.go.id
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar