Senin, 13 April 2020

Penanganan Hasil Perikanan - Metode Pengolahan

Isolat Protein Ikan: Alternatif Solusi ”Limbah” Hasil Pengolahan ...
Produk hasil perikanan seperti ikan dan beragam jenisnya, dapat dipasarkan dalam bentuk hidup, segar dan olahan. Berdasarkan mutu kesegarannya, ikan hidup atau ikan yang baru mati merupakan produk yang paling segar sehingga kesegaran ikan diukur berdasarkan tingkat perbedaannya dibandingkan dengan ikan hidup atau ikan yang baru mati. Apabila tingkat perbedaan kesegarannya dibandingkan dengan ikan yang baru mati semakin jauh, dapat dikatakan ikan telah busuk.

Seperti yang telah dibahas sebelumnya bahwa ikan merupakan bahan pangan yang memiliki kandungan gizi tinggi yang sangat bermanfaat bagi pertumbuhan dan kesehatan manusia. Oleh karena itu, telah banyak teknologi yang dikembangkan dalam rangka untuk mengusahakan agar manusia secara maksimal dapat mengambil manfaat dari keunggulan ikan tersebut. Paling tidak produk yang sampai ke konsumen harus dalam keadaan layak dan aman untuk dikonsumsi.

Hal ini perlu diperhatikan mengingat ikan adalah benda biologis yang termasuk ke dalam komoditas yang mudah dan cepat rusak karena proses pembusukan, terutama pada kondisi iklim tropis dengan suhu dan kelembaban yang tinggi seperti Indonesia. Ikan yang telah busuk bukan hanya tidak layak dikonsumsi karena penampakan, bau, dan rasa yang tidak dikehendaki, tetapi kemungkinan juga telah mengandung senyawa-senyawa berbahaya apabila nantinya dikonsumsi.

Penyebab ikan menjadi tidak aman untuk dikonsumsi tidak hanya berasal dari dalam tubuh ikan itu sendiri, tetapi juga pengaruh dari luar tubuh ikan yang bahkan mungkin lebih berbahaya, misalnya kontaminasi. Kontaminasi dapat terjadi selama masa produksi (budidaya), penanganan, pengolahan, pengemasan, penyimpanan, dan pemasaran. Penggunaan formalin selama penanganan dan pengolahan yang ditujukan untuk mengawetkan ikan dan produk olahannya telah menyebabkan produk menjadi berbahaya bagi kesehatan konsumen. Kondisi sanitasi dan higienis yang tidak memadai pada fasilitas penanganan, pengolahan, dan pemasaran dapat menyebabkan produk terkontaminasi mikroorganisme dan bahan kimia yang mengakibatkan produk tidak layak untuk dikonsumsi. Kontaminasi mikroorganisme patogen, apalagi telah mencapai tahap produksi toksin membuat produk menjadi ancaman bagi kesehatan konsumen, bahkan mungkin juga ancaman kematian.

A. DASAR-DASAR PENANGANAN IKAN

Pembusukan ikan adalah proses satu arah, artinya ikan yang telah busuk tingkat kesegarannya tidak dapat dikembalikan seperti sediakala. Pada proses pembusukan, ikan akan mengalami kemerosotan mutu dan bahkan menjadikan ikan tidak layak dikonsumsi. Tujuan dari penanganan ikan yang baik adalah untuk memperlambat proses pembusukan sehingga ikan dapat memenuhi persyaratan yang diinginkan konsumen, terutama kesegarannya. Kunci penting yang perlu diperhatikan di dalam penanganan produk perikanan adalah sebagai berikut.

1. Hindarkan kondisi-kondisi yang mungkin merangsang pembusukan ikan.
2. Kapan pun apabila memungkinkan, lakukan prosedur-prosedur yang dapat memperlambat pembusukan.
3. Hindarkan atau minimalkan kontaminasi ikan dari penyebab-penyebab pembusukan.
4. Pindahkan ikan tanpa ada penundaan pada setiap tahap proses dan pantau waktu yang diperlukan pada setiap tahap.

Aktivitas enzim yang ada di isi perut dan bakteri yang ada pada permukaan ikan sangat berhubungan erat dengan suhu. Begitu juga laju pertumbuhan bakteri dipengaruhi oleh suhu. Keduanya dapat bekerja dengan baik pada suhu sedikit hangat. Oleh karena itu, sepanjang dapat dilakukan, hindarkan terjadinya penghangatan tubuh ikan, seperti membiarkan ikan di bawah terik sinar matahari. Dengan demikian, kelalaian membuat suhu ikan menjadi dingin setelah pemanenan akan berakibat fatal pada tahap selanjutnya. Penurunan suhu mungkin memperpanjang fase lag dari pertumbuhan mikroba. Penurunan suhu sebesar 5oC dapat menurunkan kecepatan pembusukan sebesar 50% (Tabel 1.3). Penurunan kecepatan pembusukan dapat juga dilakukan dengan membuang isi perut dan insang, tetapi cara ini tidak dikehendaki untuk dilakukan jika konsumen menginginkan membeli ikan utuh, atau jika isi perut dan insang jatuh mengotori ikan lainnya dan atau jika pembuangan isi perut dan insang tidak efisien. Apabila isi perut telah diambil, secepatnya rongga perut dicuci untuk menghilangkan sisa-sisa isi perut dan jauhkan isi perut dari ikan lainnya.

Tabel 1.3. Pengaruh Penurunan Suhu terhadap Pembusukan

Penurunan Suhu (oC)
Kecepatan Pembusukan
Perpanjangan Umur Simpan
0
5
10
15
20
100
50
25
12,5
6,25
-
2 kali
4 kali
8 kali
16 kali
Sumber: Clucas dan Ward (1996).

Pada kondisi normal, enzim dan bakteri memerlukan waktu untuk berpenetrasi ke dalam tubuh ikan. Oleh karenanya proses ini jangan dirangsang dengan penanganan yang tidak benar, misalnya dengan menginjak atau melempar ikan yang menyebabkan terjadinya memar, sobek kulit, dan pecah perut. Jangan susun ikan atau campuran ikan dan es dengan susunan yang terlalu tinggi untuk menghindarkan adanya ikan tergencet. Jika ikan ditempatkan pada peti ikan (box) jangan mengisinya secara berlebihan atau melebihi kapasitas.

Ikan akan busuk dengan cepat bila terkontaminasi oleh mikroorganisme atau enzim dari ikan yang telah busuk. Pisahkan ikan yang perutnya telah lunak atau pecah untuk menghindarkan kejadian tersebut. Usahakan untuk menempatkan ikan hasil tangkapan berdasarkan waktu penangkapan karena masing-masing memiliki tingkat kemunduran kesegaran yang berbeda untuk menghindarkan saling mengontaminasi antarmereka. Selain itu, usahakan untuk memisahkan ikan berukuran kecil dari ikan berukuran lebih besar karena ikan berukuran kecil cenderung membusuk lebih cepat.

Bagian dari kapal yang kontak langsung dengan ikan harus dicuci bersih setelah penangkapan atau pada akhir trip penangkapan, termasuk wadah penyimpanan es yang memungkinkan bakteri tumbuh secara cepat. Peti atau box yang digunakan untuk pembongkaran ikan juga harus dicuci bersih setiap setelah digunakan. Untuk menghindarkan terjadinya kontaminasi langsung, jangan meletakkan ikan di atas tanah atau lantai. Meja tempat menjajakan ikan harus sering dibersihkan untuk mengurangi risiko kontaminasi.

Mengingat kontaminasi sangat berpengaruh terhadap ikan selama proses penanganan, selayaknya pihak-pihak atau individu-individu yang terlibat pada kegiatan penanganan ikan, mulai saat penangkapan/pemanenan sampai pemasaran memahami tentang standar sanitasi dan higiene yang baik.

B. DASAR-DASAR PENGOLAHAN IKAN

Pengolahan produk-produk perikanan terdapat dalam berbagai bentuk, mulai dari yang tradisional, seperti ikan asin dan ikan asap, sampai pengolahan produk modern, seperti ikan kaleng dan iradiasi. Tujuan dari pengolahan adalah untuk (1) mengawetkan ikan, (2) mengubah bahan baku menjadi produk yang disukai konsumen, (3) mempertahankan mutu ikan, (4) menjamin keselamatan konsumen akibat mengonsumsi produk olahan ikan, dan (5) memanfaatkan bahan baku lebih maksimal. Semua bentuk pengolahan adalah untuk membuat produk agar dapat lebih diterima oleh konsumen atau untuk membuat produk agar memiliki konsumen yang lebih besar yang terdiri dari berbagai golongan etnis, agama dan kalangan lainnya.

Pengolahan juga dimaksudkan untuk memperpanjang daya simpan menjadi berbulan-bulan. Akan tetapi, perlu diperhatikan bahwa pengolahan tidak dapat memperbaiki mutu produk. Bahan baku yang jelek akan menghasilkan produk dengan mutu yang jelek juga. Ikan harus dipanen pada saat mencapai mutu yang paling prima dan setelah itu sedapat mungkin sepanjang rantai mulai dari panen sampai konsumen dijaga mutunya setinggi mungkin. Kegagalan dalam melindungi mutu ikan pada salah satu titik dalam rantai tersebut dapat menyebabkan produk yang dihasilkan bermutu jelek.

Pengolahan produk berbahan baku ikan telah dilakukan sejak beribu tahun yang lalu. Kemungkinan pengolahan yang paling tua adalah pengeringan ikan yang diletakkan dia atas batu di bawah terik matahari. Sejak saat itu bahkan sampai sekarang perkembangan produk olahan perikanan berlangsung sangat lambat. Hanya dalam kurun waktu 20 sampai 30 tahun belakangan ini pengetahuan tentang proses-proses kimia, biologi dan fisika yang mengendalikan pembusukan ikan telah diungkap. Pengetahuan ini dipakai sebagai dasar di dalam mengembangkan teknologi- teknologi pengawetan dan pengolahan produk perikanan.

Pada dasarnya ikan dan produk olahannya dapat diawetkan dan menjadi aman untuk dikonsumsi melalui proses-proses berikut.
1. Mengintroduksikan panas dengan cara memasak, pasteurisasi atau sterilisasi.
2. Menghilangkan panas tubuh ikan sehingga menjadi dingin atau beku.
3. Menambahkan bahan kimia.
4. Menghilangkan sebagian air.
5. Mengiradiasi untuk pasteurisasi dan sterilisasi.
6. Kombinasi perlakuan-perlakuan di atas.

Perlakuan-perlakuan tersebut berhubungan dengan pengendalian atau destruksi mikroorganisme dan produk-produk metaboliknya serta mengurangi atau meningkatkan reaksi-reaksi kimia dan fisika tertentu. Penerapan perlakuan-perlakuan tersebut secara memadai dapat mencegah perkembangan mikroorganisme berbahaya dan terbentuknya toksin. Selain itu juga dapat membunuh mikroorganisme patogen yang berpotensial membahayakan keselamatan konsumen. Pengolahan seperti pengalengan, pengasinan, pengeringan, dan metode-metode yang lain dapat digunakan untuk tujuan tersebut. Sebaliknya, apabila perlakuan-perlakuan tersebut diterapkan secara tidak memadai bahkan dapat mengontaminasi produk yang sedang diolah.

Banyak reaksi-reaksi kimia dan fisika yang tidak dikehendaki terjadi di dalam produk, seperti ketengikan oksidatif, kerusakan vitamin, terlarutnya zat-zat gizi larut air, dan perubahan tekstur yang sering disebabkan atau dirangsang oleh teknik-teknik pengolahan yang digunakan. Tingkat kerusakan dan efisiensi pengolahan dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu:
1. mutu bahan baku yang digunakan oleh pengolah;
2. karakteristik fisik dari produk yang diproses dari bahan baku tersebut;
3. keterampilan dari pekerja yang menerapkan prinsip-prinsip ilmu pengetahuan dan rekayasa yang digunakan dalam disain, konstruksi, dan kegiatan-kegiatan penanganan, penyimpanan, dan pengolahan.

Pengolahan juga dapat mengarah pada pemanfaatan bahan baku ikan secara menyeluruh sehingga menghasilkan limbah sesedikit mungkin yang sekaligus memaksimalkan nilai tambah yang diperoleh. Bahan-bahan yang pada awalnya dipandang sebagai limbah, dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi akhirnya dapat dimanfaatkan untuk diolah menjadi produk yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi, seperti pemanfaatan cangkang kepiting dan kulit udang menjadi produk khitin, khitosan, dan khitooligomer. Dengan demikian, akan dapat diciptakan industri pengolahan perikanan yang ramah lingkungan dan mendekati sebagai zero waste industry.

C. DASAR PERTIMBANGAN PEMILIHAN METODE PENGOLAHAN

Untuk keberhasilan suatu industri pengolahan produk perikanan perlu untuk mempertimbangkan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pilihan metode atau teknologi yang akan digunakan. Faktor-faktor penting tersebut adalah sebagai berikut.
1. Kebutuhan konsumen.
2. Kesesuaian spesies ikan dengan pilihan metode pengolahan yang ada.
3. Iklim.
4. Biaya produksi.
5. Fasilitas yang tersedia.
6. Bahan baku yang tersedia.

1. Minat Konsumen
Ketika menyiapkan produk yang akan diproduksi, minat dari konsumen harus benar-benar dipertimbangkan. Hal ini akan menjadi sangat penting jika kelompok masyarakat berpenghasilan rendah terlibat. Minat konsumen dapat menjadi pertimbangan ketika menentukan jenis atau tipe produk (misalnya apakah ikan digarami dan dikeringkan atau hanya dikeringkan), bentuk penyajian produk (utuh, disiangi, difillet, atau tanpa kepala), spesies ikan (spesies yang paling disukai), dan bahkan pengemasan (langsung kemas atau ada kemasan awal).

Oleh karena itu, penting untuk menentukan minat bagi konsumen baru sebelum memasarkan produk. Biasanya konsumen hanya akan membeli produk yang disukai, dan bahkan kadang-kadang mereka bersedia membayar lebih untuk produk yang benar-benar disukai. Oleh karena itu, untuk produk baru setelah dilakukan riset pasar secara memadai, kemudian baru dilepas ke pasar secara perlahan-lahan dengan diberi harga yang kompetitif.

2. Kesesuaian Metode Pengolahan
Ikan yang berbeda mungkin memerlukan metode pengolahan yang berbeda pula. Sebagai contoh, ikan berukuran besar biasanya dibelah dahulu sebelum digarami, dikeringkan, atau diasapi untuk memperbesar luas permukaannya dan memperbaiki mutu produk akhir. Akan tetapi, ikan berukuran kecil dapat diolah secara utuh. Biasanya disarankan bahwa ikan berlemak sebaiknya digarami dengan cara pickle atau penggaraman di dalam larutan garam untuk menghindarkan kontak dengan oksigen. Cara tersebut dapat mengurangi risiko ketengikan lemak, sedangkan terhadap ikan berdaging putih yang kandungan lemaknya rendah dapat digarami dengan metode penggaraman kering.

3. Iklim
Iklim akan mempengaruhi pilihan metode pengolahan dan kemungkinan kebutuhan es. Sebagai contoh, ikan di daerah beriklim tropis akan membusuk dalam waktu yang sangat pendek jika tidak di-es, tetapi di daerah beriklim sedang ikan mungkin tetap segar untuk waktu yang lebih lama tanpa di-es. Iklim mungkin juga mempengaruhi kesesuaian dengan teknologi pengolahan yang sebaiknya diterapkan untuk suatu daerah. Di daerah yang beriklim sangat lembab sulit untuk mengeringkan ikan dan jika ikan kering disimpan akan cepat menyerap air dari atmosfer dan kemudian rusak. Jika banyak garam digunakan, pengeringan akan lebih sulit dan penyerapan air dari udara selama penyimpanan mungkin lebih parah. Untuk hal ini, pengasapan lebih sesuai dibandingkan dengan pengeringan sinar matahari.

4. Biaya Produksi
Produk-produk olahan dibeli oleh kelompok konsumen yang berbeda karena perbedaan daya belinya. Kelompok yang memiliki pendapatan yang lebih tinggi kemungkinan lebih banyak mengonsumsi ikan berukuran besar dalam keadaan segar (fillet) atau olahan (beku dan kaleng). Akan tetapi, kelompok yang berpendapatan rendah cenderung membeli ikan kering asin berukuran kecil karena lebih murah. Oleh karena itu, pengolah harus mempertimbangkan kelompok konsumen yang akan dituju sebelum memutuskan proses pengolahan yang akan dipilih. Pabrik pembekuan membutuhkan biaya yang jauh lebih banyak untuk membangun dan mengoperasikannya dibandingkan pengolahan ikan kering sehingga harga ikan beku biasanya lebih mahal dibandingkan ikan kering.

5. Ketersediaan Fasilitas
Fasilitas yang diperlukan untuk memproduksi ikan kering asin relatif lebih sederhana dan dapat menjangkau konsumen dengan kelompok pendapatan yang lebih luas. Oleh karena membutuhkan biaya yang lebih banyak untuk memproduksi ikan beku atau ikan kaleng maka jumlah pengolahnya lebih terbatas. Akibat pengawasan mutu dan standar higiene bagi produk berteknologi tinggi (high tech) lebih ketat, oleh karenanya fasilitas yang diperlukan untuk memenuhi tuntutan tersebut harus diperhitungkan. Selain itu, untuk memproduksi produk berteknologi tinggi diperlukan keahlian yang canggih dibandingkan dengan produk berteknologi rendah.

6. Ketersediaan Bahan Baku
Pilihan metode pengolahan juga tergantung kepada ketersediaan ikan sebagai bahan baku pengolahan dengan mempertimbangkan jenis dan kuantitas. Pabrik dengan volume produksi tinggi mungkin akan memerlukan armada penangkapan sendiri atau memilih lokasi pabrik dekat pelabuhan perikanan yang besar. Jika spesies ikan yang diinginkan musiman, fasilitas penyimpanan mungkin diperlukan untuk menjamin pasokan bahan baku selama musim paceklik atau pabrik mungkin memproduksi jenis produk lainnya selama musim tersebut


Daftar Pustaka

Anonimous. (2004). Direktorat Ikan Konsumsi dan Produk Olahan. Jakarta: Dit. Jen. Peningkatan Kapasitas Kelembagaan dan Pemasaran- Departemen Kelautan dan Perikanan.

Clucas, IJ dan Ward, AR. (1996). Post-harvest Fishery Development: A Guide to Handling, Preservation, Processing and Quality. Chatam Maritim. United Kingdom: Kent ME4 4TB.

Love, R.M. (1992). Biochemical Dynamics and the Quality of Fresh and Frozen Fish di dalam Fish Processing Technology. (ed. Hall, GM.) Blackie Academic & Professional. Glasgow. hal 1–30.

Okada, M. (1990). Fish as Raw Material. di dalam Science of Processing Marine Food Products Vol I (ed. Motohiro, T., Kadota, H., Hashimoto, K., Kayama, M. dan Tokunaga, T.). JICA: Hyogo International Centre, hal. 1–15.

Okada, M., Hirao, S., Noguchi, E., Suzuki, T. Dan Yokoseki, M. (1972).  Utilization of Marine Products. Tokai Regional Fisheries Research  Laboratory. Tokyo: Fisheries Agency.

Pigott, GM dan Tucker, BW. (1990). Seafood: Effects of Technology on Nutrition. New Yorkand Basel: Marcel Dekker, Inc.

Sikorski, ZE., Kolakowska, A., dan Pan, B.S. (1989). The Nutritive Composition of the Major Groups of Marine Food Organisms. di dalam Seafood: Resource, Nutritional Vomposition, and Preservation. (ed. Sikorski, Z.E.) Boca Raton. Florida: CRC Press, Inc. hal 29–53 .

Tanikawa, E., Motohiro, T. dan Akiba, M. (1985). Marine Products in Japan. Tokyo: Koseisha Koseikaku Co. Ltd.

Wheaton, FW dan Lawson, TB. (1985). Processing Aquatic Food Products. New York: John Wiley & Sons.


Sumber : 

Irianto, HE., 2016: http://repository.ut.ac.id/4554/1/LUHT4443-M1.pdf

..............., 2017; https://www.researchgate.net/publication/340183450/Penanganan Hasil Perikanan Pengendalian Mutu Ikan Segar

1 komentar:

  1. ayo segera bergabung dengan saya di D3W4PK
    hanya dengan minimal deposit 10.000 kalian bisa menangkan uang jutaan rupiah
    ditunggu apa lagi ayo segera bergabung, dan di coba keberuntungannya
    untuk info lebih jelas silahkan di add Whatshapp : +8558778142
    terimakasih ya waktunya ^.^

    BalasHapus