Senin, 13 April 2020

Penanganan Hasil Perikanan - Ikan sebagai Bahan Baku

100 Peserta UKM Ikuti Pelatihan Pengolahan Ikan
Ikan dengan segala jenisnya, sampai saat ini masih dipercaya sebagai sumber protein hewani yang utama bagi manusia. Ikan bukan hanya dipakai sebagai bahan pangan, tetapi juga dapat digunakan untuk menghasilkan produk kesehatan, pakan, kosmetik, dan sebagainya. Hal ini memungkinkan karena bagian-bagian organ dari ikan memiliki struktur histologi dan komposisi kimia yang bervariasi. Ukuran, komposisi kimia dan nilai gizi tergantung pada spesies, umur, jenis kelamin, kondisi fisiologis dan kondisi lingkungan tempat hidupnya. 

Dalam rangka pemanfaatan ikan sebagai bahan baku pengolahan hasil perikanan perlu dipahami beberapa karakteristik ikan, yaitu keragaman spesies, pasokan yang tidak konsisten, dan daya simpannya pendek.

Keragaman spesies. Jumlah spesies ikan dan shellfish yang dapat dimakan lebih banyak dibandingkan dengan jumlah mamalia yang selama ini dimanfaatkan sebagai bahan pangan. Terdapat ratusan hewan perairan yang digunakan sebagai bahan baku pengolahan perikanan; mulai dari invertebrata, seperti echinodermata, krustasea, dan moluska sampai vertebrata, seperti ikan paus. Tekstur serta karakteristik kimia dan fisik sangat beragam dari spesies ke spesies dan juga antar individu ikan pada spesies yang sama.

Pasokan tidak konsisten. Persyaratan utama pada pengolahan produk pangan adalah adanya jaminan pasokan bahan baku dalam jumlah yang cukup untuk memungkinkan pengoperasian yang efisien. Pada saat ini masih mengalami kesulitan dalam melakukan pemasokan atau pemanenan secara terjadwal. Kegiatan penangkapan sangat dipengaruhi oleh keadaan alam, seperti kondisi cuaca dan laut.

Umur simpan pendek. Ikan dan shellfish adalah termasuk bahan pangan yang sangat mudah busuk. Terdapat dua hal yang dipandang berpengaruh terhadap umur simpan yang pendek tersebut, yaitu karakteristik dari ikan itu sendiri dan penanganan yang tidak baik setelah dipanen.

Di samping itu, dalam hubungannya dengan pemanfaatan ikan sebagai bahan baku perlu juga dikuasai pengetahuan tentang struktur fisik, komposisi kimia dan nilai gizi, serta karakteristik organoleptik.

A. STRUKTUR TUBUH IKAN

Secara umum struktur tubuh ikan terdiri dari kulit, organ bagian dalam, tulang, dan otot atau daging. Proporsi untuk masing-masing bagian struktur tubuh ikan bervariasi tergantung dari jenis atau spesies ikan.

1. Kulit
Ikan dilindungi oleh kulit. Kulit terdiri dari dua bagian, yaitu epidermis dan dermis. Epidermis mengandung sejumlah kelenjar lendir. Dermis tersusun beberapa lapis jaringan pengikat dan sisik terbentuk dari dermis. Antara dermis dan epidermis terdapat sejumlah sel pigmen yang mengandung karotenoid dan melanin. Iridorfor yang menyimpan guanin dan basa purin terdapat antara dermis dan otot. Warna kompleks dari ikan terbentuk oleh refraksi sinar yang melalui kedua lapis, epidermis dan dermis.

2. Organ Internal
Ikan biasanya tidak mengunyah makanannya, tetapi menelannya tanpa mengunyah terlebih dahulu dan kemudian dicerna secara enzimatis di dalam lambung dan usus. Lambung dan dinding usus mengandung sejumlah kelenjar mikroskopis yang mengeluarkan enzim pencernaan segera setelah makanan dimakan. Pada ikan bertulang banyak (bony fish), enzim diproduksi tidak hanya oleh lambung dan usus, tetapi juga oleh pyrolic caeca yang menempel pada usus dekat bagian bawah dari lambung. Organ ini tidak ditemukan pada kelompok vertebrata yang lain atau bahkan pada ikan bertulang rawan. Bentuk dan jumlahnya berbeda-beda antara satu spesies ikan dengan spesies lainnya.

Hati adalah salah satu organ internal paling besar pada ikan. Di dalam hati gula di rubah menjadi glikogen yang disimpan sampai saat diperlukan. Pada beberapa jenis ikan, seperti cucut, terdapat lemak dalam jumlah yang besar di hati. Ginjal ikan terletak tepat di bawah tulang belakang seperti gumpalan darah yang telah lama. Jaringan ginjal agak lunak dan mulai menjadi rusak begitu ikan mati. Organ reproduksi ikan mungkin menempati lebih dari separuh ruangan abdomen ketika gonad matang penuh.

3. Tulang
Tulang rangka termasuk bagian penting pembentuk tubuh ikan. Seluruh daging ikan dihubungkan ke tulang rangka. Beberapa ikan memiliki tulang belakang yang padanya melekat tidak hanya tulang rusuk dorsal dan ventral, tetapi juga tulang intramuskular seperti rambut. Tulang-tulang kecil tersebut sering mengganggu konsumen dan biasanya sangat sulit untuk dihilangkan dari ikan berukuran kecil, tetapi dapat dibuat menjadi lunak dengan pemasakan bertekanan tinggi atau teknologi presto.

4. Otot
Sebagian besar bagian yang dapat dimakan adalah otot lateral yang terdapat di sekeliling tulang belakang. Otot lateral ikan dibagi menjadi empat oleh sekat vertikan dan horizontal berupa lembaran tipis jaringan pengikat. Setiap bagian memiliki struktur seperti urat kayu. Unit dari urat kayu disebut myomer, yang antara satu dan lainnya dihubungkan oleh myoseptem. Ketika otot ikan dimasak, lembaran jaringan pengikat mengalami gelatinisasi menjadi serpihan-serpihan yang terkoagulasi dan terpisah-pisah.

Myomer terdiri dari sejumlah serat otot (sel otot) yang terikat bersama dengan pembuluh darah dan serabut syaraf oleh jaringan pengikat. Panjang serat otot hampir sama dengan panjang myomer dan juga panjang tulang belakang.

5. Otot Gelap
Otot ikan terdiri dari otot gelap (merah) dan putih. Otot gelap adalah lapisan otot berwarna merah yang terletak sepanjang badan di bawah kulit ikan. Fraksi otot gelap bervariasi mulai yang paling rendah 1−2% pada ikan berdaging putih seperti ikan sebelah sampai yang tinggi 20% atau lebih pada ikan berdaging merah. Otot gelap sering menimbulkan permasalahan selama pengolahan karena otot ini memiliki kandungan lipid dan khromoprotein seperti myoglobin dan hemoglobin yang dapat berperan sebagai pro-oksidan bagi lipid.

B. SIFAT FISIK IKAN

Untuk memecahkan segala permasalahan yang berhubungan dengan transportasi, penyimpanan dan pengolahan ikan perlu menguasai tentang sifat fisik ikan yang meliputi bentuk dan ukuran, densitas dan kekambahan, dan juga sudut natural repose, sudut luncur dan koefisien gesekan. Kapasitas panas, konduktivitas panas, difusivitas panas dan faktor-faktor lain juga perlu untuk diketahui.

1. Bentuk Utama Ikan
Gambar 1.1 menginformasikan tentang bentuk utama dari ikan, yaitu yang terdiri dari berikut ini.

a. Bentuk torpedo – memiliki bentuk seperti torpedo, bagian paling tebal pada kepala, meruncing tajam ke arah belakang, dan sedikit mendatar pada kedua sisinya. Contoh: ikan tuna, cakalang dan layang.

b. Bentuk panah memanjang – sayatan atau potongan melintangnya sebanding dengan sirip punggung dan sirip anus terletak pada bagian belakang. Contoh: cendro dan cunang-cunang.

c. Bentuk pipih – bentuknya memipih pada kedua sisi atau pada bagian atas. Contoh: ikan pari.

d. Bentuk seperti ular – panjang, bulat, sedikit memipih pada kedua sisi dan geraknya mengombak. Contoh: belut dan sidat.







Sumber: Zaitsev, et al., (1969).

Gambar 1.1. Bentuk-bentuk Ikan

1. Bentuk Torpedo
2. Bentuk Panah Memanjang
3. Bentuk Pipih
4. Bentuk seperti Ular

2. Ukuran
Panjang dan berat dapat dipakai untuk menentukan ukuran dari ikan. Ikan yang lebih tua memiliki ukuran lebih panjang dan lebih kambah dibandingkan dengan yang lebih muda. Pada umur dan panjang yang sama, biasanya ikan betina lebih berat dibandingkan ikan jantan. Keragaman ukuran secara musiman terhadap volume dan berat terjadi pada saat gonad sedang dalam proses perkembangan, dan kemudian mengecil kembali segera setelah bertelur. Laju pertumbuhan ikan tergantung kepada pakan yang tersedia di air tempat hidupnya sehingga ikan pada umur dan spesies sama yang ditangkap pada perairan berbeda mungkin bervariasi dalam berat dan panjang.

3. Berat Spesifik Ikan
Berat spesifik ikan adalah perbandingan antara berat terhadap volume (dalam gram/cm3). Rata-rata gravitasi spesifik dari ikan hidup (atau ikan mati yang memiliki kantung kemih belum kempis) mendekati 1,01 yang memungkinkan untuk mentransportasikan ikan utuh melalui aliran air. Ikan yang telah disiangi atau bagian dari badan ikan memiliki gravitasi spesifik yang lebih besar dan tenggelam di dalam air. Gravitasi spesifik ikan yang telah disiangi dan daging dari spesies yang berbeda bervariasi antara 1,05 – 1,08, kulit antara 1,07–1,12 dan sisik antara 1,30–1,55. Gravitasi spesifik ikan menurun dengan meningkatnya ukuran ikan. Perubahan suhu ikan antara 20o ke 30oC dan 0oC menyebabkan sedikit perubahan gravitasi spesifik, tetapi berat spesifik ikan beku menurun karena peningkatan volume ketika air berubah menjadi es.

4. Berat Kamba
Berat kamba ikan adalah berat (dalam kilogram atau ton) per unit volume (meter kubik). Faktor ini harus diperhitungkan ketika melakukan kalkulasi kapasitas penyimpanan, transportasi, dan pengemasan. Berat kamba tergantung kepada kondisi dari ikan. Ikan hidup dapat dimuat lebih padat dibandingkan ikan mati dan memiliki berat kamba lebih besar. Ikan mati yang belum mengencang, atau ikan telah melampaui tahap rigor mortis yang badannya lemas dapat dimuat lebih padat dari pada ikan yang baru mengencang atau ikan beku, oleh karenanya ikan tersebut memiliki berat kamba yang lebih tinggi. Pusat gravitasi ikan berada dekat bagian kepala.

5. Sudut Natural Repose
Jika sejumlah ikan ditumpahkan pada permukaan horizontal akan membentuk kerucut dengan kemiringan tertentu yang disebut dengan sudut natural repose. Sudut ini sangat dipengaruhi oleh spesies dan keadaan dari ikan.

6. Sudut Luncur dan Koefisien Gesek
Sudut luncur adalah sudut kemiringan di mana ikan yang diletakkan pada suatu permukaan akan mulai meluncur akibat pengaruh gravitasi untuk mengatasi gesekan. Koefisien gesekan adalah tangent sudut luncur. Sangat penting untuk mengetahui sudut luncur dan koefisien gesekan ketika merancang instalasi untuk memindahkan dan mengolah ikan.

7. Tekstur
Tekstur atau konsistensi sangat penting di dalam memperkirakan mutu ikan dan memperkirakan tingkat kesulitan dalam memotongnya. Konsistensi diukur berdasarkan kekakuan daging ikan yang meningkat pada awal setelah kematian, dan mencapai nilai tertinggi selama rigor mortis. Ketika tahap ini dilampaui dan ikan telah disimpan beberapa saat, kekakuan tersebut akan menurun.

8. Panas Spesifik
Panas spesifik adalah jumlah panas yang harus diberikan ke ikan atau harus dihilangkan dari ikan dalam rangka meningkatkan atau menurunkan suhu sebesar 1oC. Nilainya tergantung pada komposisi kimia ikan dan ditentukan sebagai jumlah nilai panas spesifik komponen-komponennya (air, lemak, protein, dan garam-garam mineral). Panas spesifik ikan sedikit lebih meningkat pada suhu yang lebih tinggi yang menyebabkan perubahan- perubahan sifat fisik dan kimia protein. Sebaliknya, panas spesifik menurun pada suhu di bawah 0oC. Hal ini disebabkan air berubah menjadi es ketika dibekukan.

9. Konduktivitas Panas
Konduktivitas panas adalah kapasitas ikan di dalam mengalirkan panas ketika dipanasi atau didinginkan. Pada selang suhu 0–30oC terjadi sedikit perubahan konduktivitas panas ikan, tetapi meningkat tajam ketika dibekukan karena koefisien konduktivitas panas es hampir empat kali koefisien konduktivitas panas air.

10. Difusi Suhu
Difusi suhu adalah laju perubahan suhu badan ikan pada saat dipanaskan atau didinginkan. Difusi suhu dipengaruhi oleh konduktivitas panas, kapasitas panas, dan gravitasi spesifik.

11. Sifat-sifat Elektrik
Pengolahan dengan menggunakan aliran listrik memerlukan pengetahuan tentang sifat-sifat elektrik dari ikan. Salah satu sifat elektrik ikan yang penting adalah tahanan listrik. Nilai tahanan listrik tergantung pada kondisi ikan, frekuensi aliran dan suhu. Tahanan listrik dari ikan hidup atau ikan yang baru mati sangat tinggi, tetapi kemudian menurun tajam selama proses perubahan setelah mati. Oleh karena itu, tingkat kesegaran ikan dapat diukur dengan menentukan tahanan listrik. Jaringan ikan segar memiliki tahanan listrik lebih tinggi dibandingkan dengan jaringan ikan yang telah dibekukan atau dilelehkan (thawing).

C. KOMPOSISI KIMIA DAN NILAI GIZI

Komposisi kimia ikan tergantung kepada spesies, umur, jenis kelamin dan musim penangkapan, serta ketersediaan pakan di air, habitat dan kondisi lingkungan. Kandungan protein dan mineral daging ikan relatif konstan, tetapi kadar air dan kadar lemak sangat berfluktuasi. Jika kandungan lemak pada daging semakin besar, kandungan air akan semakin kecil dan sebaliknya. Kandungan gizi beberapa spesies ikan dapat dilihat pada Tabel 1.1.

1. Air
Daging ikan laut mengandung air sekitar 50–85%, tergantung pada spesies dan status gizi dari ikan. Ikan dalam keadaan lapar, yaitu pada saat sedang bertelur, kehilangan simpanan energi pada jaringan sehingga meningkatkan kadar air daging. Di dalam otot atau jaringan yang lain, air berperan penting sebagai pelarut sehingga memungkinkan terjadinya reaksi- reaksi biokimia di dalam sel.

Air dalam daging ikan dibedakan atas air terikat dan air bebas. Disebut air terikat karena tertahan secara kuat oleh molekul-molekul hidrofilik, terutama protein dalam bentuk gel atau sol. Hidrasi protein tergantung pada sifat kepolaran (struktur dipole) dari molekul air dan adanya molekul protein berupa gugus fungsional aktif (amino, karboksil, hidroksil) dan peptida serta senyawa lain yang memiliki kemampuan melakukan adsorpsi air. Dipole air membentuk lapisan terhidrasi yang mengelilingi gugus aktif dan protein secara keseluruhan.

Tidak seperti halnya air bebas, air terikat bukanlah pelarut, membeku pada suhu jauh di bawah 0oC dan memerlukan panas lebih banyak untuk menguapkannya. Air bebas mungkin tidak bergerak (immobile) atau secara struktur memang bebas. Air tidak bergerak terdapat pada pori-pori mikro (micro-pores) atau kapiler mikro antara molekul-molekul fibrilar, struktur berserabut dan membran sel. Air tertahan di dalam jaringan akibat tekanan osmotik dan adsorpsi oleh struktur sel yang merupakan jaringan membran protein dan serat. Secara struktur air bebas terdapat dalam ruang interselular serta dalam plasma darah dan limfa. Air bebas bertindak sebagai pelarut untuk senyawa-senyawa nitrogen ekstraktif dan garam-garam mineral yang terkandung di dalam daging ikan. Kandungan air yang bebas secara struktur dalam daging mentah untuk beberapa spesies ikan adalah sekitar 4,6−10,4%.

Jika daging ikan diberi perlakuan seperti pembekuan, pemanasan, pengeringan, variasi pH atau tekanan osmotik, perbandingan antara kedua jenis air mengalami perubahan dan kemudian menyebabkan terjadinya perubahan konsistensi. Ketika ikan dibekukan, tidak ada air yang hilang, tetapi hubungan air-protein terganggu, sebagai akibatnya pada saat daging dilelehkan menjadi kurang kompak dan lebih berair.

Tabel 1.1. Kandungan Gizi Ikan


Jenis Pangan
BDD
100%
Kandungan Zat Gizi per 100 g BDD
Energi
(kkal)
Protein
(g)
Lemak
(g)
Karbohidrat
(g)
Ikan Air Tawar:
Ikan mas
Belut air tawar
Ikan Bader (Tawes)

Ikan Laut: Balong Bambangan Bawal
Ekor kuning Ikan hiu Kacangan Kakap Kembung Kepiting Kerang
Kuro Lais Layang Layur Lemuru Pepetek Rebon Selar
Sidat Tembang Teri

Ikan Tambak: Bandeng Udang

80
100
80


47
36
80
80
49
64
80
80
45
20
52
62
80
49
80
100
100
48
100
80
100


80
68

86
82
198


107
112
96
109
89
77
92
103
151
59
87
161
109
82
112
176
81
100
81
204
77


129
91

16,0
6,7
19,0


16,5
20,0
19,0
17,0
20,1
15,6
20,0
22,0
13,8
8,0
16,0
11,9
22,0
18,0
20,0
32,0
16,2
18,8
11,4
16,0
16,0


20,0
21,0

2,0
1,0
13,0


3,9
1,3
1,7
4,0
0,3
0,9
0,7
1,0
3,8
1,1
2,2
11,5
1,7
1,0
3,0
4,4
1,2
2,2
1,9
15,0
1,0


4,8
0,2

0,0
10,9
0,0


1,5
3,7
0,0
0,0
0,0
1,6
0,0
0,0
14,1
3,6
1,0
2,4
0,0
0,4
0,0
0,0
0,7
0,0
3,0
0,0
0,0


0,0
0,1
Sumber: Anonimous, (2004).


2. Protein
Protein adalah komponen ikan yang sangat penting ditinjau dari sudut gizi dan biasanya terkandung sekitar 15−25% dari berat total daging ikan. Molekul protein terutama terdiri dari asam amino, yang merupakan senyawa organik yang mengandung satu atau lebih gugus amino dan satu atau lebih gugus karboksil. Hampir semua asam amino yang terdapat pada protein hewan juga terdapat pada protein daging ikan dan di antara asam-asam amino tersebut terdapat asam amino esensial, yaitu valin, histidin, isoleusin, lisin, leusin, methionin, threonin, triptofan, dan fenilalanin. Komposisi asam amino antar ikan tidak banyak berbeda. Akan tetapi, kandungan histidin pada ikan tuna, cakalang, tongkol dan kembung memiliki kandungan histidin yang jauh lebih besar dibandingkan dengan jenis-jenis ikan lainnya.

Berdasarkan kelarutannya, protein pada daging ikan dibedakan atas tiga kelas, yaitu protein larut air, protein larut garam dan protein tidak larut.

Protein larut air adalah protein sarkoplasma atau protein enzim, yang terdapat sekitar 20−30% dari protein total. Sarkoplasma juga larut dalam larutan garam netral dengan kekuatan ionik di bawah 0,15. Selain itu, protein sarkoplasma juga larut dalam larutan garam konsentrasi tinggi. Sebagian besar protein ini memiliki aktivitas enzimatis. Biasanya kandungan protein sarkoplasma pada ikan pelagis lebih tinggi dibandingkan dengan ikan dasar (demersal). Otolisis setelah ikan mati berkontribusi terhadap aktivitas enzimatis protein sarkoplasma. Secara tidak langsung otolisis mempengaruhi daya ikat air (water holding capasity) dari otot, tetapi berpengaruh secara nyata terhadap tekstur ikan masak dan kemampuan ikan membentuk gel. Di antara enzim-enzim sarkoplasma yang mempengaruhi mutu ikan adalah enzim glikolitik dan enzim hidrolitik lisosom.

Protein myofibrilar adalah protein larut dalam larutan garam netral dengan kekuatan ion cukup tinggi. Di dalam daging ikan, proporsi protein myofibrilar 65−75% dari seluruh protein daging. Protein myofibrilar terdiri dari myosin, actin, dan komponen minor lain. Protein myofibrilar berperan penting dalam kontraksi otot dari hewan hidup dan mendapat perhatian khusus dalam teknologi pemanfaatan ikan. Protein myofibrilar ikut berperan dalam kekakuan jaringan pada saat rigor mortis. Perubahan-perubahan protein ini menentukan kekakuan pada penyimpanan beku jangka panjang yang menyebabkan kekerasan dari daging. Protein myofibrilar bertanggung jawab terhadap plastisitas dan daya ikat air daging ikan, tekstur produk-produk ikan serta sifat fungsional daging lumat dan homogenat, khususnya kemampuan membentuk gel.

Myosin merupakan 50−58% fraksi myofibrilar. Myosin ikan dibandingkan dengan myosin mamalia tidak berbeda sifat fisikokimia dan berat molekulnya, sedangkan myosin di antara spesies ikan tidak menunjukkan perbedaan nyata. Akan tetapi, antara myosin ikan dan mamalia ditemukan perbedaan besar dalam hal stabilitas dan aktivitas ATPase terhadap denaturasi. Myosin ikan lebih tidak stabil terhadap denaturasi oleh panas dan bahan kimia dari pada myosin mamalia, ayam, dan katak. Stabilitas panas dari myosin tampaknya berhubungan dengan suhu badan. Di antara spesies ikan berbeda, myosin ikan yang berasal dari perairan dingin lebih tidak stabil dibandingkan dengan denaturasi panas ikan dari perairan hangat.

Actin terdapat sekitar 15−20% dari jumlah total protein daging ikan. Ketika daging lumat diperlakukan dengan larutan garam netral, actin terekstraksi bersama-sama dengan myosin membentuk actomyosin. Kompleks ini tidak hanya menunjukkan karakteristik ATPase yang diaktivasi oleh Ca2+ seperti pada myosin, tetapi juga diaktivasi oleh Mg2+.

Sejumlah protein lain yang terlibat di dalam pembentukan struktur myofibril dan terlibat dalam interaksi protein kontraksi yang berjumlah sekitar 10% dari fraksi myofibrilar terutama terdiri tropomyosin and troponin. Selain itu, pada myofibril juga terdapat protein elastis yang disebut connectin atau titin.

Protein tidak larut adalah stroma yang terdiri dari protein jaringan penghubung, yaitu kolagen dan elastin. Protein stroma tidak dapat di ekstrak dengan menggunakan air atau larutan garam. Jumlah rata-rata stroma dalam daging ikan adalah 2−3%, umumnya lebih sedikit dibandingkan dengan yang terdapat pada daging mamalia. Kandungan stroma pada daging gelap lebih banyak dibandingkan pada daging putih. Pada umumnya kandungan kolagen pada daging ikan adalah sekitar 1−12% dari protein kasar. Kolagen udang banyak mengandung residu triptofan. Kemunduran mutu ikan segar dan ikan beku dapat merupakan hasil dari perubahan post-mortem dari kolagen yang menyebabkan disintegrasi fillet selama penanganan dan pengolahan, sedangkan elastin adalah protein yang dapat membentuk serat elastis seperti karet merupakan penyusun utama ligamen pada mamalia. Di samping itu juga terdapat protein abductin yang memiliki sifat elastis seperti elastin, tetapi berbeda pada komposisi asam aminonya, yaitu mengandung glisin dan fenilalanin yang sangat tinggi.

3. Lipid
Ikan biasanya diklasifikasikan berdasarkan kandungan lipidnya. Lipid adalah kelompok komponen makanan yang biasanya dikenal sebagai fosfolipid, triasilgliserol, sterol, lilin, dan lainnya yang merupakan senyawa tidak larut air. Ikan digolongkan sebagai ikan berlemak rendah jika mengandung lipid kurang dari 2%; ikan berlemak sedang mengandung 2−5% lipid dan ikan berlemak tinggi mengandung lipid di atas 5%, dan bahkan ada ikan yang mengandung lipid sampai 20%, yaitu ikan lemuru dari selat Bali. Daging ikan yang masuk kelompok lemak rendah berwarna putih, sedangkan yang termasuk kelompok lemak tinggi berwarna putih sampai gelap. Variasi kandungan lipid sangat dipengaruhi oleh jenis kelamin, ukuran dan tahap siklus reproduksi. Daging kepiting dan udang kandungan lipidnya sangat rendah, bahkan kurang dari 1%.

Lemak dalam bentuk cair pada suhu kamar disebut minyak. Lipid yang banyak dijumpai pada lemak adalah triasilgliserol atau trigliserida, yang terdiri dari tiga asam lemak yang diesterifikasi terhadap gliserida sebagai penyanggah. Asam lemak penyusun trigliserida bervariasi dalam panjang rantai karbon dan derajat kejenuhan. Struktur trigliserida pada lipid dapat dilihat pada Gambar 1.2. Lipid pada ikan memiliki asam lemak omega-3 yang lebih tinggi dibandingkan dengan sumber lainnya. Asam lemak omega-3 memiliki kemampuan di dalam mengurangi risiko dari penyakit jantung. Energi umumnya disimpan dalam bentuk trigliserida.

Komposisi lipid ikan air tawar adalah berada antara mamalia daratan dan ikan laut. Ikan air tawar mengandung lebih banyak asam lemak tak jenuh omega-6, yaitu sekitar 15% dari asam lemak total, dan mengandung asam lemak omega-3 yang lebih sedikit dibandingkan ikan laut. Oleh karena itu, rasio asam lemak omega-3 terhadap asam lemak omega-6 dapat dipakai untuk membedakan antara ikan air tawar dan ikan laut, yaitu rasio masing- masing adalah 0,5–4 untuk ikan air tawar dan 5–15 untuk ikan laut. Lipid ikan hasil budidaya mengandung lebih banyak asam lemak omega-6 dan lebih sedikit asam lemak omega-3 dibandingkan dengan ikan yang hidup di alam bebas.



 


Gambar 1.2. Struktur Trigliserida

Terdapat dua jenis asam lemak omega-3 penting, yaitu asam eikosapentanoat (C20:5) yang biasa dikenal dengan EPA (eicosapentanoic acid) dan asam dokosaheksanoat yang dikenal sebagai DHA (docosahexanoic acid). EPA adalah khas ditemukan pada alga laut, sedangkan DHA berasal dari zooplankton. Proporsi antara kedua jenis asam lemak tersebut sangat tergantung pada jenis makanan yang dikonsumsi oleh ikan.

Kandungan lipid ikan dapat menggambarkan suhu tempat hidupnya, ikan dari perairan dingin kandungan lipidnya dapat mencapai tiga kali dari yang terdapat pada perairan hangat. Pada individu ikan, kandungan lipid meningkat dari ekor ke kepala dengan peningkatan deposisi lemak pada perut dan daging merah. Beberapa jenis ikan kandungan lemaknya dipengaruhi oleh siklus bertelurnya. Pada ikan berlemak rendah, jumlah trigliserida yang disimpan dalam daging sedikit, tetapi sering hatinya mengandung lemak yang tinggi dan dapat dipakai sebagai sumber vitamin A dan D yang baik.

Lipid pada daging juga berkontribusi terhadap flavor dari ikan. Lipid sendiri memiliki sedikit rasa, tetapi peran pentingnya adalah kecenderungan untuk menghasilkan flavor yang tidak diinginkan akibat pengaruh dari lingkungan, seperti terjadinya ketengikan akibat reaksi oksidasi.

Kolesterol terdapat pada ikan, tetapi peranannya sebagai kolesterol dalam makanan termasuk rendah, khususnya pada ikan berlemak rendah. Pada ikan berlemak tinggi, seperti mackerel mungkin mengandung kolesterol sampai 95 mg/100g, seperti yang terdapat pada daging sapi. Bagi kita yang mengonsumsi minyak ikan, kekhawatiran mengonsumsi kolesterol yang tinggi tampaknya dapat dihiraukan karena penelitian menunjukkan bahwa kandungan kolesterol lipoprotein darah tidak meningkat secara nyata akibat adanya pengaruh dari adanya asam lemak omega-3.

Ikan dan beberapa shellfish (lobster dan kepiting) memakan binatang lain sehingga dapat diperkirakan bahwa sterol yang teridentifikasi adalah kolesterol, sedangkan moluska dan beberapa krustasea sangat menggantungkan makanannya pada organisme yang ada pada lingkungan airnya maka sebagian sterol yang ada merupakan sterol-nonkolesterol yang berasal dari tanaman alga. Dengan menggunakan teknik analisis yang baru ditunjukkan bahwa moluska hanya mengandung kolesterol 50 mg/100g, jauh lebih rendah dari tingkat kandungan yang diharapkan ada pada shellfish yang menyebabkan ada yang merekomendasikan untuk tidak menghindarkan shellfish pada menu makanannya.

Kandungan fosfolipid biasanya tidak lebih dari 1% berat jaringan. Fraksi fosfolipid relatif stabil, jumlah dan komposisinya tidak tergantung kepada makanan dan faktor-faktor lainnya.

4. Karbohidrat
Ikan mengandung karbohidrat dalam jumlah yang sangat rendah dibandingkan dengan tanaman. Karena kandungannya yang sangat kecil maka dapat diabaikan, tetapi memiliki konsekuensi yang sangat penting terhadap mutu ikan selama pengolahan. Sebagian besar karbohidrat di otot ikan adalah glikogen yang merupakan polimer glukosa. Otot dari ikan atau krustasea hidup mungkin mengandung 0,1–1,0% glikogen. Moluska mempunyai kandungan glikogen yang tinggi, biasanya sekitar 1–7%, tetapi bervariasi menurut musim dan menurun secara cepat setelah mati, khususnya selama stres dan meronta ketika ditangkap. Pada sebagian besar spesies, produk dekomposisi glikogen adalah glukosa, gula fosfat dan asam piruvat, serta asam laktat. Beberapa spesies moluska menghasilkan campuran alanin, asam suksinat, dan oktopin.


5. Energi
Perhitungan dengan menggunakan data komposisi ikan adalah cara yang paling mudah di dalam menentukan nilai energinya. Energi yang dihasilkan oleh 1 g lemak adalah 9 kkal, 1 g karbohidrat menghasilkan 3,75 kkal dan 1 g protein menghasilkan 4 kkal. Akan tetapi, jenis lipid pada ikan sering menghendaki modifikasi nilai kalorinya. Nilai energi bagian yang dapat dimakan dari berbagai spesies ikan pada umumnya berkorelasi dengan kandungan lipid. Ikan berlemak rendah mengandung sekitar 80 kkal per 100 g bagian yang dapat dimakan, ikan berlemak sedang 100 kkal/100g, dan ikan berlemak tinggi 150–225 kkal/100g.

Shellfish dan ikan berlemak rendah lebih tergantung terhadap sifat lipid dari pada kandungan lipid total untuk kontribusinya terhadap densitas kalori. Energi sterol lebih tinggi dibandingkan dengan energi fosfolipid dan monogliserida. Semakin tinggi lipid fosfolipid, semakin rendah kontribusi energi sebenarnya. Fosfolipid merupakan kandungan mayoritas lipid pada jaringan udang. Lemak daging cumi-cumi dan lobster memberikan kontribusi energi yang lebih rendah dibandingkan lemak daging tiram, kepiting dan udang penaeid. Kadar air yang lebih tinggi pada moluska dan krustasea dapat mengurangi kontribusi energinya dibandingkan dengan ikan.

6. Vitamin
Vitamin dalam jaringan ikan, walaupun terdapat dalam jumlah kecil tetapi merupakan regulator yang sangat penting bagi proses metabolik. Terdapat dua jenis vitamin pada ikan, yaitu vitamin larut air dan vitamin larut lemak. Kandungan vitamin ikan dipengaruhi oleh metode penanganan, pengolahan dan penyimpanan.

Vitamin larut air yang terdapat pada ikan adalah kompleks vitamin B1 (thiamin, aneurin), B2 (riboflavin), B6 (adermin, piridoksin), Bc (asam folat), B12 (sianokobalamin, kobalamin, vitamin antianemia, faktor pertumbuhan), BT (karnitin), vitamin H (biotin)dan PP (asam nikotinat, niasin), inositol dan asam panthotenat, dan sejumlah kecil vitamin C (asam askorbat, faktor anti- scorbutik). Vitamin B12 ikut berperan di dalam proses biosintesa protein.

Vitamin larut lemak pada ikan adalah vitamin A (vitamin anti-xerophthalmic, vitamin pertumbuhan), vitamin D3 (vitamin anti-rachitic) dan vitamin E (tocopherol, faktor anti-sterility). Kandungan vitamin A ikan jauh lebih banyak dibandingkan hewan lainnya sehingga dapat dipakai sebagai sumber vitamin A.


Distribusi vitamin di dalam tubuh ikan tidak seragam, kandungan paling tinggi biasanya terdapat pada organ internal dibandingkan dengan pada otot. Pernyataan ini sangat benar terutama untuk vitamin larut lemak yang tidak ditemukan pada daging ikan. Vitamin A tidak ditemukan pada daging ikan berlemak rendah dan terdeteksi dalam jumlah kecil pada daging ikan berlemak tinggi. Vitamin A pada ikan terutama terdapat pada hati dan dalam jumlah sedikit terdapat pada pyrolic caeca dan usus. Kulit ikan mengandung vitamin A yang lebih tinggi dibandingkan yang terdapat pada daging. Krustasea dan moluska mengandung vitamin A yang cukup tinggi. Daging gelap biasanya mengandung vitamin B1, B2, B12 dan C yang lebih tinggi dibandingkan dengan daging biasa.

Vitamin B pada ikan cukup resisten terhadap faktor-faktor fisik dan kimiawi, dan sebagian besar terlindungi selama pengolahan menggunakan metode yang biasa digunakan. Ketika ikan dimasak, banyak vitamin larut air terlepas ke dalam air pemasak. Vitamin A cukup stabil terhadap panas sepanjang tidak terdapat oksigen dalam medium pengolahan, tetapi apabila ada oksigen vitamin A akan rusak karena oksidasi.

7. Mineral
Kandungan total mineral pada daging mentah ikan dan invertebrata adalah 0,6–1,5%. Komponen mineral yang terkandung dalam makanan dibedakan atas makroelemen dan mikroelemen.

Kandungan makroelemen dalam daging ikan dan invertebrata laut (dalam mg/100g) adalah natrium: 25−620, kalium: 25−710, magnesium: 10−230, kalsium: 5−750, besi: 0,01−50, fosfor: 9−1100, sulfur: 100−300 dan chlorin: 20−500.
Mineral mikroelemen penting yang terdapat pada ikan adalah fluoride (1−4 μg/g), iodin (ikan laut: 0,3−3,0 μg/kg dan ikan air tawar: 0,02−0,04 μg/g), selenium (0,7 μg/g), copper (0,7−79,3 μg/g), zinc (4,6−844 μg/g), chromium (0,1 μg/g), cobalt (0,2−1,5 μg/g), dan molybdenum (0−3,0 μg/g).

8. Logam Berat
Walaupun beberapa mineral ini ditemukan secara alami pada tingkat yang berpotensial menimbulkan keracunan, tetapi belum ada efek membahayakan yang ditunjukkan. Hal ini telah diperlihatkan dalam hubungannya dengan bentuk kimianya (misalnya kompleks organik) yang belum siap untuk diasimilasi oleh manusia, oleh karena itu, dipandang tidak berbahaya. Logam berat yang banyak mendapat perhatian adalah merkuri, arsenat, cadmium, dan timbal.

Merkuri secara alami terdapat di alam serta di binatang dan jaringan tanaman. Mikroorganisme perairan menyebabkan metilasi merkuri yang menghasilkan metilmerkuri, dan senyawa tersebut akan terdapat pada ikan yang berasal dari perairan tersebut. Penelitian menunjukkan bahwa kandungan merkuri pada ikan laut yang berasal dari perairan belum terpolusi sekitar 1−2 ppm. Secara alami merkuri terdapat pada air laut sebesar

0,03−0,3 ppb. Arsenat di ikan terikat dalam kompleks organik yang tidak berbahaya. Arsenat terdapat pada air laut 2−5 ppb dan pangan yang berasal dari laut memiliki kandungan yang lebih tinggi. Hasil analisis menunjukkan ikan mengandung arsenat 2−8 ppm, tiram 3−10 ppm, kerang 120 ppm, dan udang 42−174 ppm. Cadmium terdapat pada tiram sebanyak 3−4 ppm dan dipercaya setelah diserap di dalam tubuh manusia kemudian membentuk kompleks dengan metallothionein, protein yang melakukan detoksifikasi cadmium. Timbal tidak diabsorbsi atau dikonsentratkan oleh ikan sehingga tidak memiliki potensi yang membahayakan bagi manusia.

Sumber utama yang dapat menyebabkan logam berat mencapai tingkat yang membahayakan adalah polusi, biasanya berasal dari limbah industri yang dibuang ke teluk atau sungai. Keracunan merkuri pernah mendapat perhatian Internasional setelah penduduk Minamata, Jepang pada tahun 1950-an menderita sakit sebagai akibat konsumsi ikan dari teluk Minamata yang pada saat itu terpolusi berat oleh merkuri.

9. Toksin Organik
Ichthyotoxism adalah keracunan ikan akibat mengonsumsi jaringan ikan yang mengandung racun. Racun atau toksin tersebut tidak musnah akibat panas atau pengolahan. Ikan buntal mengandung tetrodotoksin yang merupakan racun sangat mematikan apabila dikonsumsi sehingga memerlukan keahlian untuk memasaknya.

Ikan karang, seperti ikan kerapu memiliki potensi menyebabkan keracunan ciguatera yang menyerang syaraf dan saluran pencernaan. Ikan tersebut telah makan ikan-ikan herbivora yang telah mengonsumsi alga atau dinoflagelata sebagai asal toksin. Beberapa ikan dan kekerangan mengkonsentratkan toksin yang berasal dari plankton yang dikonsumsi. Paralytic shellfish poisoning (PSP) adalah keracunan yang timbul akibat mengonsumsi kerang yang dipanen pada saat terjadi red tide, yaitu dinoflagellata (biasanya Gonyaulax) tumbuh melimpah karena kondisi lingkungan yang sangat mendukung. Toksin (yaitu saksitoksin) tidak mempengaruhi moluska yang mengakumulasikan senyawa mematikan ini, tetapi dapat menyebabkan kematian manusia akibat gangguan pernapasan setelah mengonsumsi moluska tersebut. Untungnya moluska biasanya akan membersihkan sendiri racun yang terakumulasi di tubuhnya bersamaan dengan hilangnya red tide.


Sumber : 

Irianto, HE., dkk, 2016; http://repository.ut.ac.id/Prinsip Dasar Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan4554/1/LUHT4443-M1.pdf

Rostini, 2017; http://jurnal.unpad.ac.id/pkm/article/download/19823/9650




1 komentar:

  1. ayo segera bergabung dengan saya di D3W4PK
    hanya dengan minimal deposit 10.000 kalian bisa menangkan uang jutaan rupiah
    ditunggu apa lagi ayo segera bergabung, dan di coba keberuntungannya
    untuk info lebih jelas silahkan di add Whatshapp : +8558778142
    terimakasih ya waktunya ^.^

    BalasHapus