Kamis, 09 April 2020

Penanganan Hasil Perikanan - Pengasapan


Pengolahan dan pengawetan ikan menjadi hal yang penting untuk diketahui oleh semua lapisan masyarakat agar semakin peduli dengan kesehatan, karena tidak mungkin kita menyajikan makanan dengan kualitas yang buruk untuk dikonsumsi oleh keluarga, tetangga saudara atau konsumen rumah makan (jika Anda adalah seorang pengusaha). Ada banyak macam cara untuk memperpanjang kualitas ikan saat penyimpanan. 

Ada beberapa cara yang dapat digunakan dalam upaya pengolahan dan pengawetan ikan, setiap cara memiliki kelebihannya masing-masing. Sebetulnya tidak hanya untuk menjaga kualitas ikan saja melainkan bisa juga untuk menambah nilai kemanfaatan dari ikan itu sendiri. Perbedaan antara pengawetan dan pengolahan ikan terletak pada segi rasa, jika hanya diawetkan saja ikan tidak akan mengalami perubahan rasa yang signifikan sedangkan untuk pengolahan akan sedikit banyak mengubah rasa ikan aslinya. Namun masih banyak yang menganggap bahwa pengawetan dan pengolahan merupakan hal yang serupa. 

Asap kayu terdiri dari uap dan padatan yang berupa partikel-partikel yang amat kecil yang keduanya mempunyai komposisi kimia yang sama tetapi dalam perbandingan yang berbeda. Senyawa-senyawa kimia yang menguap diserap oleh ikan terutama dalam bentuk uap, senyawa tersebut memberikan warna dan rasa yang diinginkan pada ikan asap. Partikel-partikel padatan tidak begitu penting pada proses pengasapan dan asap akan mengawetkan makanan karena adanya aksi desinfeksi dari formaldehid, asam asetat dan phenol yang terkandung dalam asap.

Butiran-butiran asap mengambil peranan penting dalam pewarnaan. Pengeringan mempunyai fungsi penting dalam pengawetan ikan asap, kecepatan penyerapan asap kedalam daging ikan dan pengeringannnya tergantung kepada banyaknya asap yang terjadi, suhu dan kandungan air dari ikan yang diasapi.

Bila kayu atau serbuk kayu dibakar, maka selulose akan diuraikan menjadi alkohol- alkohol berantai lurus yang lebih pendek, aldehid-aldehid, keton-keton dan asam- asam organic. Selain lignin diuraikan menjadi turunan-turunan phenol, quinol, guaikol dan piragatol. Dengan menggunakan teknik kromatografi kertas telah diketahui adanya kurang lebih 20 macam senyawa kimia dalam asap. 

Persentase setiap senyawa kimia pada asap yang dihasilkan tergantung kepada jenis kayu yang digunakan untuk mendapatkan ikan asap yang bermutu tinggi maka harus digunakan jenis kayu keras ( non-resinous) atau sabut dan tempurung kelapa, sebab kayu-kayu yang lunak akan menghasilkan asap yang mengandung senyawa-senyawa yang dapat menyebabkan hal-hal dan bau yang tidak diinginkan.

Tinggi rendahnya efisiensi proses pengeringan dipengaruhi oleh kelembaban udara sekelilingnya, bila udara dingin yang masuk kedalam unit pengasapan dipanasi, maka beratnya kan manjadi lebih ringan daripada udara di luar, dan udara ini akan masuk atau naik dengan cepat ke unit pengasapan dan melintasi ikan-ikan didalamnya.Banyaknya uap air yang diserap oleh udara tergantung suhunya, jadi bila udara dingin dipanasi maka kapasitas pengeringan akan lebih tinggi.Dalam keadaan lembab, udara jenuh yang telah panas tidak dapt dipanasi lagi secara cepat untuk mengurangi kandungan uap airnya dan oleh karena itu kapasitas menurun.

Jadi pada tahap pengasapan, kecepatan penguapan air tergantung pada kapasitas pengering udara dan asap juga kecepatan pengaliran asap. Pada tahap kedua, dimana permukaan ikan sudah agak kering suhu ikan akan mendekati suhu udara dan asap.Kecepatan pengeringan akan menjadi lambat karena air harus merembes dahulu dari lapisan dalam daging ikan,bila pengeringan mula-mula dilakukan pada suhu yang terlalu tingi dan terlalu cepat, maka permukaan ikan akan menjadi keras dan akan menghambat penguapan air selanjutnya dari lapisan dalam,sehingga kemungkinan daging ikan bagian dalam tidak mengalami efek pengeringan.

Pembuatan alat pengasap
  1. Rumah asap dibuat dari kayu dan seng dengan ukuran panjang 120 cm, lebar 100 cm, dan tinggi 2 m, terdiri atas tiga bagian yaitu dapur,rak dan penutup bagian atas
  2. Dinding ruang dapur dibuat dari seng dengan bingkai kayuu,tinggi dapur 75,cm.
  3. Tempat pengapian dibuat dari drum oli yang sudah dibelah. Drum diberi kaki dan rel untuk memudahkan menambah bahn bakar dan membersihkannya.
  4. Di antara tungku atau drum dengan rak diberi pembatas besi plat yang dilubangi dengan diamter 1 cm -1,5 cm untuk meratakan aliaran panas atau asap ke dalam ruang pengasapan
  5. Rak terbuat dari bingkai kayu beralaskan kerai bambu atau rotan dengan tinggi rak 15 cm
  6. Tutup rumah asap berbentuk atap rumah yang pada bagian puncak di buat celah memanjang untuk keluarnya asap. Atap tambahan de litakkan memanjang di atasnya untuk mencegah air hujan.
Proses pengasapan ikan

1. Isi perut, sisik dan insang dibuang, lalu dibelah dan diambil dagingnya (dibuat Fillet)
2. Fillet dicuci bersih dan direndam dalam “ brine” 20 % selama 1-3 jam, tergantung dari tebal fillet dan keasinan yang diingini.
3. Kemudian dicuci dan ditiriskan selama kira-kira 1 jam
4. Fillet lalu ditaruh di ruang pengasapan dan diasapi dengan asap tipis selama 1 jam pada 77º C, kemudian dengan asap tebal selama 2-3 jam pada 32º C-38º C tau sampai pada warna dan aroma yang diingini. Hasilnya hanyatahan disimpan selama 4-5 hari, kecuali bila disimpan di cold storage.
5. Kepala dibelah lalu diasap, dan gelembung renang dikumpulkan kemudian dijemur menjadi ikan asap.
6. Bagian permukaan dilumuri garam halus lalu diatur berlapis-lapis dalam drum / bak kayu seperti pada pengasinan ikan
7. Jumlah garam yang dipakai kira-kira 25%, tiap kg ikan dicampur dengan 6-8 gram saltpeter (sendawa=KNO3). Bila daging terlalu tebal ditoreh lebih dahulu.
8. Sebelum pengasapan, ikan harus direndam dulu dalam air tawar selama 12-24 jam. Tindakan ini untuk mengurangi kadar garam.
9. Ikan lalu dikeringkan ditempat yang teduh selama 1-2 hari.
10. Setelah itu diasapi dengan asap tebal (pada 32 – 38 ºC) selama 3 hari atausampai warna coklat kemerahan. Bila pengasapannya sempurna rasa ikan seperti rasa ham.

Keunggulan rumah asap hasil pengembangan Iptek antara lain

1. Dapat dipindah-pindah sesuai keinginan.
2. Memiliki rak sebayak 4 sap / trap, dengan sistem tertutup yang dapat menampung 200 sayatan dalam sekali periode pengasapan.
3. Aroma spesifik.
4. Lingkungan tetap bersih.
5. Memiliki hasil sampingan berupa arang yang dapat dijual kembali.
6. Waktu yang diperlukan untuk melakukan pengasapan lebih singkat. Pengasapan ikan secara tradisional memerlukan waktu selama 4 sampai 6 jam, sedangkan dengan menggunakan oven pengasap hanya 15 menit
7. Dengan menggunakan asap cair, dapat meningkatkan kematangan ikan asap yang dihasilkan, sedangkan warna dan flavornya dapat lebih rata
8. Daya simpan ikan asap dapat ditingkatkan dari sehari menjadi 3 hari.

Berbagai keuntungan teknis seperti digambarkan di atas, sudah barang tentu akan membawa serta keuntungan ekonomi melalui peningkatan jumlah produksi ikan asap dan kemungkinan terbukanya pasar yang lebih luas.

Teknologi pengasapan telah digunakan secara luas dalam bidang pengolahan pangan dan hasil pertanian. Pada pangan, teknologi pengasapan digunakan sebagai upaya pengeringan sekaligus sebagai penghasil aroma dan rasa pangan seperti: daging asap, ikan asap, sale pisang, mangut lele, produk bebakaran seperti sate, ikan bakar dan lain sebagainya. Saat ini konsumen produk berasa dan beraroma asap semakin meningkat seperti meningkatnya produk bebakaran atau barbeque sampai ke produk jadah bakar, nasi bakar dan lain sebagainya.

Di bidang hasil pertanian, pengasapan digunakan juga untuk proses pengeringan sekaligus pengawetan seperti bawang merah, jagung dan lain sebagainya dengan cara menempatkan atau menyimpan di para-para diatas tungku dapur dengan bahan bakar kayu. Di bidang perkebunan, teknologi pengasapan digunakan secara tradisional yaitu pada pengolahan karet sheet, pengolahan kopra dan pengomprongan tembakau. Pengasapan dengan tujuan utama untuk pengurangan kadar air ini juga berefek positif terhadap keawetan produk yang diasapi, bahkan kayu yang berada diatas dapur tungku akan lebih awet dibanding kayu dibagian bangunan lain yang tidak terkena asap. Proses pengawetan ini terjadi karena adanya senyawa-senyawa phenol, karbonil dan asam serta komponen lain yang jumlahnya ratusan yang merupakan antimikrobia, antioksidan, dan disinfektan.

Sejarah pengasapan

Ikan asap sudah dikenal sejak zaman dahulu kala. Konon terjadinya tanpa disengaja. Ketika itu umumnya orang mengawetkan daging dan ikan dengan cara dikeringkan dibawah terik matahari. Namun pada musim hujan dan musim dingin orang mengeringkan dengan bantuan api, sehingga pengaruh asap pun tidak dapat dihindarkan.Ada pula versi lain yaitu pada zaman batu orang mempersiapkan makanannya termasuk ikan masih dengan cara sangat sederhana yaitu dibakar atau dipanggang diatas api sebelum disantap. Tentu saja pengaruh asap juga tidak dapat dihindarkan. ( Wibowo, 2002 )

Akibat pengolahan tersebut makananpun bercita rasa asap dan warnanya kecokelatan. Aroma asap itu ternyata disukai orang dan tekstur ikan yang diasap menjadi lebih bagus serta ikan menjadi lebih awet. Sejak itulah pengasapan mulai berkembang dan teknis pengasapannyapun tidak banyak berubah.

Jika menelusuri sejarahnya, teknik pengasapan diperkirakan sudah dilakukan oleh orang-orang Inggris & daratan Eropa sejak Abad Pertengahan (sekitar abad ke- 5) pada bahan-bahan makanan seperti daging & ikan mentah. Khusus untuk ikan, ikan yang banyak diasapkan di kawasan Eropa adalah ikan hering & kod asin (salt cod).

Tujuan utama dari pengasapan pada masa itu adalah agar daging ikan tahan lama dalam perjalanan jauh sehingga bisa dikirim ke wilayah-wilayah lain di Eropa, Timur Tengah, bahkan India. Kemungkinan besar itulah penyebab utama mengapa metode pengasapan bisa begitu populer di berbagai belahan dunia. Pengasapan juga dilakukan untuk menyimpan ikan dalam periode lama ketika makanan segar tidak bisa ditemukan, misalnya pada periode musim dingin.

Pada periode 1840-an, sistem transportasi berkembang pesat dengan ditemukannya sarana angkutan baru seperti kereta api & kapal uap. Imbasnya, bahan-bahan mentah seperti daging ikan pun bisa dikirim ke berbagai wilayah tanpa perlu diawetkan terlebih dahulu karena waktu pengangkutan yang lebih singkat sehingga metode-metode pengawetan seperti pengggaraman dan pengasapan sempat ditinggalkan.

Teknik pengasapan kembali populer dengan ditemukannya metode pengasapan baru yang mirip dengan metode pengasapan sekarang. Bila tujuan utama dari metode pengasapan yang lama adalah untuk membuat daging ikan lebih tahan lama, metode pengasapan yang baru bertujuan untuk memberi rasa serta aroma yang khas pada daging ikan. Meskipun demikian, metode pengasapan lama masih digunakan di negara-negara terbelakang yang memiliki kendala cuaca & sarana transportasi sehingga ikan harus tahan disimpan dalam jangka waktu yang lama.

Ada berbagai macam metode pengasapan, namun konsep & proses awal pengasapan pada dasarnya adalah sama. Metode pengasapan paling sederhana adalah membelah daging ikan, lalu menggantungnya di dalam tungku yang menghasilkan asap atau di udara luar saat cuaca cerah pada negara-negara beriklim tropis. Inti dari pengasapan dengan metode ini adalah menghilangkan kandungan air dalam daging ikan sehingga bakteri pembusuk tidak bisa tumbuh. Kadang-kadang ikan yang akan diasapkan juga digarami atau ditambahi bumbu-bumbu lain seperti rempah-rempah untuk memberi rasa & aroma tambahan pada daging ikan. Daging ikan yang sudah diasapi selanjutnya disimpan dalam suatu ruang penyimpanan bawah tanah pada suhu kamar bila ingin disimpan hingga jangka waktu lama untuk dikonsumsi di waktu-waktu lain.

Teknologi pengasapan ini juga termasuk dalam kelompok teknologi karena masih menggunakan alat yang masih sederhana,yaitu rumah berbentuk para-para (sistem terbuka) dengan bahan bakar kayu bakar yang terdapat di lingkungan tempat tinggal. kebanyakan penggunaannya di lakukan di daerah pesisir pantai atau para nelayan.

Tak Selalu Dibekukan, Ini 4 Metode Pengawetan Ikan yang Ada di ...
Gambar di atas memperlihatkan adannya art yaitu tungkuan api yang merata dan posisi ikan yang tersusun rapi dalam proses pengasapan, walaupun menggunakan alat yang begitu sederhana.

Pelaku atau pengguna Teknologi pengasapan
Pelaku atau siapa yang layak menggunakan teknologi pengasapan ini adalah para petani ikan atau nelayan yang menggunakannya untuk memenuhi kebutuhan atai pekerjaannya. Karena pada dasarnya petani ikanlah yang akan mengelolah awalnya ikan tersebut dan kemudian memasarkannya ke pasar.

Sumber :

Sulistiowati, 2017; https://repository.ung.ac.id/get/simlit_res/3/63/Mekanisme-Pengasapan-Ikan.pdf

1 komentar:

  1. ayo segera bergabung dengan saya di D3W4PK
    hanya dengan minimal deposit 10.000 kalian bisa menangkan uang jutaan rupiah
    ditunggu apa lagi ayo segera bergabung, dan di coba keberuntungannya
    untuk info lebih jelas silahkan di add Whatshapp : +8558778142
    terimakasih ya waktunya ^.^

    BalasHapus