Jumat, 27 Agustus 2021

Budidaya Ikan Tawes - Komposisi Pakan Buatan


Kebutuhan manusia akan ikan, selain diperoleh dari tangkapan alami, juga diperoleh dari hasil budidaya. Dalam usaha untuk mencukupi kebutuhan konsumsi ikan yang meningkat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk, perlu usaha peningkatan produksi ikan. Dalam usaha budidaya ikan, perlu diperhatikan tentang penyediaan benih dan pakan yang cukup memadai baik secara kuantitas maupun kualitas. Untuk memperoleh hasil yang maksimal, antara lain dicapai melalui sistem intensif. Menurut Djajasewaka (1985), budidaya ikan yang intensif merupakan suatu usaha pemeliharaan ikan dengan padat penebaran tinggi dan keharusan memberi pakan buatan. 

Salah satu jenis ikan yang dapat dibudidayakan secara intensif adalah ikan tawes. Budidaya tawes tidak memerlukan modal yang besar. Ikan ini banyak digemari masyarakat karena memiliki daging cukup tebal, rasa daging yang enak, dan termasuk ikan prolifik. Menurut Ardiwinata (1981) ikan tawes (Puntius javanicus Blkr.) merupakan ikan herbivor, daun-daunan merupakan pakan yang penting bagi tawes. Menurut Mudjiman (2000), ikan tawes pada waktu masih benih suka makan plankton. Setelah dewasa ikan tawes suka makan lumut dan pucuk-pucuk ganggang muda. 

Selain itu, ikan tawes juga makan daun-daun tanaman lain, misalnya daun keladi, daun singkong, dan daun pepaya. Pertumbuhan pakan alami dalam usaha budidaya ikan yang intensif, akan mengalami kesulitan. Untuk mencapai laju pertumbuhan ikan yang baik, selain diberi pakan alami perlu diberikan pakan buatan sesuai kebutuhan ikan. Menurut Britner et al. (1989), banyak bahan yang dapat digunakan untuk pakan buatan. Tipe bahan yang digunakan tergantung dua faktor, yaitu jenis ikan dan ketersediaan bahan.

Permasalahan yang sering dihadapi dalam penyediaan pakan buatan ini adalah biaya yang cukup tinggi untuk pembelian pakan. Menurut Rasidi (1998), biaya pakan ini dapat mencapai 60-70% dari komponen biaya produksi.

Salah satu alternatif yang dapat dilakukan untuk menekan biaya produksi tersebut adalah dengan membuat pakan buatan sendiri. Pembuatan pakan buatan ini menggunakan teknik yang sederhana dengan memanfatkan sumber- sumber bahan baku lokal, termasuk pemanfaatan limbah hasil industri pertanian yang relatif murah.

Bahan yang dapat dipakai untuk pakan buatan, antara lain tepung ikan, tepung jagung, dedak, dan daun turi. Tepung ikan berasal dari afkir ikan, dedak diperoleh dari hasil sampingan penggilingan padi, dan daun turi dapat dipakai sebagai bahan baku karena banyak dijumpai di pedesaan dan kandungan proteinnya cukup tinggi, yaitu kurang lebih 27%. Bahan baku yang ada tersebut dapat dipakai sebagai pengganti pakan buatan pabrik apabila disusun dalam komposisi yang tepat.

Untuk mendapatkan pertumbuhan ikan yang optimum, perlu ditambahkan pakan tambahan yang berkualitas tinggi, yaitu pakan yang memenuhi kebutuhan nutrisi ikan. Nilai gizi pakan ikan pada umumnya dilihat dari komposisi zat gizinya, seperti kandungan protein, lemak, karbohidrat, vitamin, dan mineral. Selain nilai gizi makanan, perlu diperhatikan pula bentuk dan ukuran yang tepat untuk ikan yang dipelihara. (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 1991; Sumantadinnata, 1983)

Pembuatan tepung ikan Afkir ikan direbus selama 30 menit, air rebusannya dibuang kemudian ikan dikeringkan dengan dijemur. Selanjutnya, ikan digiling menjadi tepung

Pembuatan pakan
Semua bahan yang terdiri atas tepung ikan, tepung jagung, dedak, tepung daun turi, kanji, dan premix vitamin dicampur dengan komposisi sesuai pada macam perlakuan yang diberikan. Campuran diseduh dengan air panas dan diaduk hingga menjadi pasta. Selanjutnya, dicetak menggunakan penggiling daging atau pencetak pellet dan hasilnya dikeringkan di bawah sinar matahari.

Faktor makanan sangat penting dalam pertumbuhan, diperlukan jumlah dan mutu makanan yang bagus untuk meningkatkan berat dan panjang dari ikan. Pakan yang diberikan pada perlakuan E tersebut, kandungan proteinnya paling tinggi di antara perlakuan lainnya (Tabel 3). Dengan kandungan protein tersebut akan memberikan pengaruh yang lebih efektif terhadap laju pertumbuhan harian.

Efisiensi pakan
Dari hasil penelitian selama 60 hari, diketahui pengaruh pemberian pakan yang berbeda terhadap efesiensi pakan.  Efisiensi pakan merupakan jumlah pakan yang masuk dalam sistem pencernaan ikan untuk melangsungkan metabolisme dalam tubuh dan dimanfaatkan untuk pertumbuhan.

Berdasarkan penelitian Martosewojo dkk. dalam Pongsapan dkk. (1995) pada budidaya ikan beronang pemberian pakan berkali-kali dalam sehari memberikan respon pertumbuhan yang lebih baik jika dibanding pemberian pakan sekali dalam sehari dengan jumlah pakan yang sama. Sementara itu Schimittou (1991) mengatakan bahwa tinggi rendahnya konversi pakan ditentukan oleh beberapa faktor, terutama kualitas dan kuantitas pakan, jenis dan ukuran ikan serta kualitas air.

Saluran pencernaan pada ikan terdiri dari mulut, pharynx, oesofagus, ventrikulus, intestinum, dan anus. Kelenjar pencernaan terdiri dari pankreas dan kantong empedu. Pada ikan, makanan yang masuk ke mulut menuju ventrikulus. Makanan dapat merangsang dinding pencernaan untuk menghasilkan hormon gastrin yang akan memacu pengeluaran HCl dan pepsinogen. HCl akan mengubah pepsinogen menjadi pepsin yang merupakan enzim pencernaan yang aktif sebagai pemecah protein menjadi peptida. Tripsin yang dikeluarkan pankreas akan mengubah peptida tersebut menjadi peptida yang lebih sederhana yang selanjutnya akan diubah menjadi asam amino oleh karboksipeptidase (Lovell, 1989).

Pada hewan, sumber energi adalah makanan, tetapi energi dalam makanan tidak dapat digunakan sampai makanan tersebut dicerna dan diserap oleh sistem pencernaan. Ada komponen utama dari makanan yang berperan dalam menghasilkan energi yaitu karbohidrat, lemak, dan protein. Semua energi dari makanan dapat dioksidasi dengan oksigen dalam sel dan pada proses ini sejumlah besar energi dikeluarkan. Energi yang dihasilkan digunakan untuk maintenance metabolisme basal aktivitas, pertumbuhan, reproduksi dan lain-lain (Fujaya, 2002).

Retensi protein.
Retensi protein merupakan gambaran dari banyaknya protein yang diberikan, yang dapat diserap dan dimanfaatkan untuk membangun ataupun memperbaiki sel- sel tubuh yang rusak, serta dimanfaatkan tubuh ikan bagi metabolisme sehari-hari. Cepat tidaknya pertumbuhan ikan, ditentukan oleh banyaknya protein yang dapat diserap dan dimanfaatkan oleh ikan sebagai zat pembangun. Oleh karena itu, agar ikan dapat tumbuh secara normal, pakan yang diberikan harus memiliki kandungan energi yang cukup untuk memenuhi kebutuhan energi metabolisme dan memiliki kandungan protein yang cukup tinggi untuk memenuhi kebutuhan pembangunan sel-sel tubuh yang baru.

Kualitas air Kualitas air merupakan salah satu faktor luar yang mempengaruhi kehidupan dan pertumbuhan ikan.. Menurut Evi (2001) pH air untuk budidaya tawes berkisar antara 6,7 batas kisaran pH optimum untuk budidaya tawes. Dari pH yang masih optimum tersebut, dapat diketahui bahwa pakan buatan yang diberikan selama percobaan, tidak memberikan pengaruh buruk terhadap kualitas air. Derajad keasaman (pH) merupakan salah satu indikator kualitas lingkungan air. Air yang mendekati basa dapat lebih cepat mendorong proses pembongkaran bahan anorganik menjadi garam mineral seperti amonia, nitrat dan phosfat. 

Garam mineral tersebut akan diserap oleh tumbuh-tumbuhan dalam air, yang menjadi makanan alami bagi ikan. Pada umumnya perairan yang basa lebih produktif dari perairan yang asam (Soeseno, 1983). 
Setiap organisme mempunyai suhu minimum, optimum, dan maksimum untuk hidupnya. Organisme juga mempunyai kemampuan menyesuaikan diri sampai batasan tertentu (Wardoyo,1978). Menurut Santoso dan Wikatma (2001) suhu ideal untuk habitat ikan tawes berkisar antara 20-33oC. Suhu air selama penelitian ini masih dalam kisaran suhu optimum bagi pemeliharaan ikan tawes. Fluktuasi suhu air yang lebih besar dari 5oC sudah dapat mengakibatkan stres sehingga proses metabolisme dan aktivitas enzim dalam tubuh ikan menjadi tidak normal (Boyd dan Lichtkopler, 1979).

Kenaikan suhu mempengaruhi kelarutan oksigen. Menurut penelitian Harminani et al. (1979) kenaikan suhu air yang dalam keadaan normal adalah 27-28oC menjadi suhu 36,77oC dan 35,8oC. Selama 24 jam terhadap Tilapia nilotica dan Cyprinus carpio menyebabkan antara lain: i) Pergerakan ikan menjadi sangat lambat dan kurang memberikan respon terhadap stimulan dan (ii) Penurunan kadar oksigen terlarut, bertambahnya CO2 terlarut dengan pH relatif tetap. Selain itu ada juga suhu optimum untuk selera makan ikan yaitu berkisar antara 25-33oC (Jangkaru, 1974)

Dari penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 
  1. Tepung ikan, tepung jagung, tepung daun turi , dedak, dan tepung kanji dapat digunakan sebagai pakan ikan tawes. 
  2. Berbagai variasi komposisi bahan-bahan dalam pakan buatan menghasilkan pertumbuhan yang berbeda bagi ikan tawes. 
  3. Pakan buatan dengan komposisi 42% tepung ikan, 8% tepung jagung, 14% dedak, 30% tepung daun turi, 4% tepung kanji, dan 2% premix vitamin menghasilkan pertumbuhan ikan tawes paling baik, dan kandungan protein daging paling tinggi.

Referensi
  1. Ardiwinata, R.O. 1981. Pemeliharaan Ikan Tawes. Bandung: Penerbit Sumur.
  2. Djajasewaka, H. 1985. Pakan Ikan (Makanan Ikan). Edisi II. Jakarta: Penerbit CV Yasaguna.
  3. Jangkaru, Z. 1974. Makanan Ikan. Bogor: Lembaga Penelitian Perikanan Darat.
  4. Khairuman. 2002. Membuat Pakan Ikan Konsumsi. Depok: Penerbit Agromedia Pustaka.
  5. Mudjiman. 2000. Makanan Ikan. Jakarta: CV Simplex.
  6. Santoso, B. dan T.S. Wikatma. 2001. Petunjuk Praktis Budidaya Tawes.Yogyakarta: Penerbit Kanisius.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar