Masalah yang paling sering dianggap menjadi penghambat budidaya ikan terbesar adalah munculnya serangan penyakit yang dapat menyebabkan berbagai dampak negatif terhadap ikan seperti kekerdilan pada tubuh ikan, dan bahkan dapat menyebabkan kematian, sehingga menimbulkan kerugian ekonomis dan juga dapat menggagalkan hasil panen.Salah satu ancaman yang dapat merusak kelestarian sumber daya hayati perikanan tersebut adalah serangan hama dan penyakit ikan. Kerusakan tersebut sangat merugikan bangsa dan negara karena akan menurunkan hasil produksi budidaya ikan baik dari segi kualitas maupun kuantitas dan dapat pula mengakibatkan musnahnya jenis – jenis ikan yang bernilai ekonomis dan ilmiah tinggi.
Penyakit adalah terganggunya kesehatan ikan yang diakibatkan oleh berbagai sebab yang dapat mematikan ikan, pada ikan penyakit disebabkan oleh organisme pathogen berupa parasit (virus, bakteri, cacing, dan lain-lain). Banyak petani ikan sering terkecoh dalam mendeteksi serangan penyakit yang disebabkan oleh organisme parasit, karena beberapa parasit dapat memperlihatkan gejala penyakit yang sama sehingga petani sering salah menduga (Aryani et al., 2005).
Timbulnya serangan penyakit adalah hasil interaksi yang tidak sesuai antara hospes, kondisi lingkungan dan organisme penyebab penyakit. Interaksi yang tidak serasi tersebut dapat menimbulkan stress pada ikan, nafsu makan menurun, yang selanjutnya menyebabkan mekanisme pertahanan tubuh tidak bekerja secara optimal, akhirnya infeksi dan infestasi penyakit mudah masuk (Afrianto & Liviawaty, 1992).
Widyastuti et al. (2002), menyebutkan penyakit pada ikan dapat dibedakan menjadi dua yaitu ektoparsit dan endoparasit. Keduanya bersifat merugikan bagi pertumbuhan/perkembangan ikan. serangan penyakit dapat dideteksi dari suatu jenis parasit yang menyerang ikan, maka perlu adanya identifikasi parasitenis parasit tersebut. Sehingga dapat diketahui cara penanggulangan yang tepat terhadap serangan spesies dari suatu jenis parasit tersebut. Secara fisik, efek negatif yang ditimbulkan dari serangan parasit lebih jelas terlihat pada serangan ektoparasit, sehingga penanganannya relatif lebih mudah.
Pemeliharaan ikan tawes biasanya dilakukan secara tradisional, pemeliharaan bisa dilakukan dikolam ataupun di sawah. Pada umumnya pemeliharaan ikan tawes dilakukan secara polikultur dengan jenis-jenis ikan lainnya, yaitu dengan jenis ikan yang mempunyai sifat yang berlainan seperti ikan mas yang memakan jasad-jasad dasar, tambakan pemakan plankton, nila pemakan jasad-jasad penempel (periphiton). komposisi campuran pemeliharaan bervariasi bergantung kepada ikan utama yang dikehendaki dan kesuburan kolam.
Penyakit pada ikan tawes adalah Icthyophirius, Dacthylogyrus dan gyrodctylus, penyakit ini tidak berbahaya dan belum pernah di amati terjadi kematian masal. Dacthylogyrus dapat menyebabkan kerusakan pada ujung-ujung filament insang. Pada benih-benih yang di berok sering dijumpai Cyclochaeta. Umumnya bagian tubuh yang diserang adalah insang dan menyebabkan ikan menjadi kurus. Sedangkan Myxobolus merupakan penyakit yang berbahaya yang dapat menyebabkan kematian masal pada ikan tawes.
1. Dactylogyrus sp.
Hasil pemeriksaan terhadap ikan sampel, teridentifkasi parasit ini pada ikanTawes (Puntius javanicus) yang berasaldari kolam 4 (lampiran 4).Ditemukan pada bagian insang ikan tersebut karena parasit ini merupakan cacinginsang atau habitat hidupnya adalah di insang ikan dan siklus hidupnnya secara langsung yang menyebabkan warna tubuh ikan menjadi pucat,warna insang berubah menjadi kehitaman dan lendir meningkat.
Dactylogyrus sp. merupakan parasit dari golongan monogenea yang sering dijumpai menginfeksi insang ikan. Pada infeksi ringan tidak terlalu mempengaruhi inang, Selanjutnya parasit lebih cepat bereproduksi pada inang yang lemah. Menurut Kabata (1985), klasifikasi dactylogyrus sp. yaitu : Phylum Platyhelmithes, Class Trematoda Monogenia, Ordo Dactylogiridae, Famili Dactylogyridae, Genus Dactilogyrus, Spesies Dactylogyrus sp.Morfologi cacing Dactylogyrus sp. adalah cacing dewasa berukuran 0, 2 – 0, 5 mm. Mempunyai dua pasang eye spots pada ujung anterior. Sucker terletak dekat ujung anterior. Pada ujung posterior tubuh terdapat alat penempel yang terdiri dari 2 kait besar yang dikelilingi 16 kait lebih kecil disebut Opisthaptor. Mempunyai testis dan ovary. Kutikular, memiliki 16 kait utama, satu pasang kait yang sangat kecil. Dactylogyrus sp. mempunyai ophisaptor (posterior sucker) dengan 1 – 2 pasang kait besar dan 14 kait marginal yang terdapat pada bagian posterior. Kepala memiliki 4 lobe dengan dua pasang mata yang terletak di daerah pharynx.Sifat Biologis Bersifat hermaprodit, sebagian besar telur terlepas dari insang dan sebagian kecil tertanam pada insang, ukuran telur 50 um, bentuknya ovoid dan berspina seperti duri mawar/ rosethorn like, sexual maturity 3 – 6 hari Larva dapat hidup tanpa hospes selama 1 hari (Kabata, 1985).
Sebagian besar parasit monogenea seperti Dactylogyrus sp. bersifat ovivarus (bertelur) dimana telur yang menetas menjadi larva yang berenang bebas yang dinamakan oncomiracidium. Insang yang terserang berubah warnanya menjadi pucat dan keputih- putihan. Penyerangan dimulai dengan cacing dewasa menempel pada insang (Gusrina, 2008).
Gambar 2. Anatomi Dactilogyrus sp. (Kabata, 1985)
Penyakit yang disebabkan oleh parasit ini adalah penyakit Dactylogiriasis. Ikan yang terinfeksi parasit ini dalam jumlah yang besar akan mengalami kerusakan insang. Epitel lamela insang akan mengalami hyperplasia. Produksi lendir (mucosa) menjadi berlebihan akibat infeksi parasitini, sehingga mengganggu proses respirasi ikan. Pembuluh darah pada lamela insang mengalami telangi ectasis. Insang akan berubah warna menjadi pucat. Selanjutnya terjadi penurunan berat badan ikan, karena hilangnya nafsu makan ikan. Ikan yang terinfeksi berat akan menunjukkan tingkah laku yang tidak normal dan menyebabkan kematian.
Gambar 1. Ikan yang terserang Dactylogyrus sp.
Penanggulangan serangan penyakit Dactyligiriasis dilakukan dengan pemberian pakan yang cukup terutama ikan-ikan yang berukuran kecil/benih (1,5-5 cm), segera pindahkan keluar kolam atau dimatikan jika ikan menunjukkan infeksi berat. Kolam dikeringkan apabila mungkin setelah kering 2- 3 hari, dasar kolam diberi kapur (CaO) dengan dosis 25 kg/ha. Dapat juga dilakukan desinfeksi dengan menambahkan methelene Blue ke air kolam dengan dosis 1 gram/m3.
Padat penebaran ikan juga harus diperhatikan, agar tidak telalu padat. Sedangkan pengobatan ikan yang terserang dilakukan dengan perendaman dalam larutan garam dapur/NaCl 12,5-13 Gram/m3 selama 24-36 jam atau NaCl 2% selama 30 menit. Dapat juga dilakukan dengan menggunakan larutan formalin 40 ppm selama 24 jam (di kolam/bak) atau 250 ppm selama 15 menit, atau methylene blue 3 gram/m3selama 24 jam dan KMnO40,01% selama 30 menit (Ghufran & Kordi, 2004).
(A)
2. Gyrodactylus sp
Hasil pengamatan secara mikroskopis terhadap ikan sampel terlihat adanya infeksi parasit dari jenis cacing monogenia yaitu Gyrodactylus sp. Parasit ini ditemukan pada ikan tawes (Puntius javanicus) dibagian kulit ikan yaitu pada sisik ikan tersebut. Dari pengamatan ikan ini berasal dari kolam 3 Bentuk tubuh Gyrodactylus sp. kecil dan memanjang (oval), bagian posterior terdapat ophisthaptor dengan 16 kait tepi dan sepasang kait tengah, serta tidak mempunyai bintik mata, pada ujung anterior terdapat dua tonjolan/cuping. Dalam siklus hidupnya tidak mempunyai inang perantara, jadi hanya mempunyai satu induk semang. Untuk mempertahankan populasinya, maka dalam sistem reproduksinya bersifat vivipar yaitu embrio berkembang dalam uterus, larva yang lahir akan berenang bebas untuk mencari inang baru.
(Gambar 4) terlihat ikan yang terserang parasit ini mengalami pendarahan atau bintik – bintik merah pada bagian sisiknya, warna tubuh berubah menjadi pucat dan ikan terlihat kurus.
Menurut Kabata (1985), klasifikasi dactylogyrus sp yaitu: Phylum Platyhelmithes, Class Trematoda Monogenia, Ordo Gyrodactilidae,Famili Gyrodactilidae, Genus Gyrodactilus, Spesies Gyrodactilus sp.
Penyakit Gyrodactiliasis disebabkan oleh parasit Gyrodactylus sp. Tergolong cacing monogenia cacing ini juga bentuknya pipih dan pada ujung badannya di lengkapi dengan alat yang berfungsi sebagai penggait dan alat penghisap darah. Gyrodactylus sp. biasanya menyerang kulit dan sirip ikan. Ikan yang terseang gejalanya dapat di kenali kulitnya kelihatan tidak bening lagi, ikan terlihat berkumpul pada pintu air masuk dan ikan berenang tidak normal. Penanggulangan penyakit ini sama dengan penanggulanagn penyakit yeng disebabkan oleh parasit Dactylogyrus sp. (Ghufran dan Kordi 2004).
Penularan parasit ini melalui kontak langsung antara individu ikan. Apabila ikan yang terinfeksi oleh parasit ini, maka ikan akan memperlihatkan perubahan atau gejala klinis seperti bintik – bintik merah pada daerah tertentu, kulit berwarna putih keabu – abuan, produksi lendir tidak normal, warna lebih gelap disebagian atau seluruh tubuh, sisik dan kulit terkelupas, proses respirasi dan osmoregulasi terganggu. Nafsu makan ikan berkurang dan pergerakan menjadi lamban sehingga ikan akan terganggu pertumbuhannya (Gusrina, 2008).
2. Prevalensi Parasit
Prevalensi parasit pada organ ektoparasit (insang dan sisik) pada ikan tawes (Puntius javanicus) adalah 20%. ini merupakan tingkat serangannya rendah.Rendahnya tingkat serangan parasit pada Balai Benih Ikan Babah Krueng disebabkan olehpadat penebaran yang rendah sehingga ikan tidak mudah stress dankualitas air yang agak lebih baik seperti adanya sirkulasi air sertatidak adanya bahan- bahan terlarut disekitarnya karena sumber air berasal dari irigasi.
Menurut Talunga (2007), menyatakan bahwa parasit monogenea dapat berkembangdengan cepat disebabkan beberapa faktor antara lain kepadatan yang tinggi, nutrisi kurang baik, kualitas air yang kurang baik yang dapat menyebabkan ikanstress sehingga memungkinkan perkembangan parasit dengan cepat. Dimana padat penebaran yang tinggi mengakibatkan terjadinya kompetisi terhadap ruang, makanan, dan oksigen.
Organ yang paling rentan terserang parasit adalah insang. Hal inidisebabkan karena insang merupakan organ pernapasan yang langsungbersentuhan dengan lingkungan sekitarnya yang menyaring bahan-bahan yang terlarut, menyaring partikel-partikel pakan dan mengikat oksigen. Hal ini sesuaidengan pendapat Wawunx (2008) bahwa letak insang, struktur dan mekanismekontak dengan lingkungan menjadikan insang sangat rentan terhadap perubahankondisi lingkungan serta menjadi tempat yang tepat bagi berlangsungnya infeksioleh organisme pathogen penyebab penyakit seperti parasit.
3. Intensitas Parasit
Intensitas parasit pada organ ektoparasit (insang dan sisik) pada ikan tawes (Puntius javanicus) adalah 2-3 ind/ekor. Rendahnya tingkat intensitas serangan parasit karena kualitas air yang baik, padat penebaran yang rendah serta nutrisi yang baik. Hal ini sesuai dengan pendapat Talunga (2007), bahwa penyakit akibat infeksi parasit menjadi ancaman utama keberhasilan akuakultur, pemeliharaan ikan dalam jumlah banyak pada area yang terbatas, menyebabkan lingkungan tersebut sangat mendukung perkembangan dan penyebaran penyakit infeksi.
Menurut Munajat dan Budiana (2003), tingkatserangan penyakit tergantung pada jenis dan jumlah mikroorganisme yangmenyerang ikan, kondisi lingkungan dan daya tahan tubuh ikan juga turut memicu cepat tidaknya penyakit itu menyerang ikan. Parasit dapat menyerangikan baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Secara langsungdapat terjadi dengan adanya kontak langsung antara ikan yang sehat denganikan yang terinfeksi, sedangkan secara tidak langsung dapat terjadi apabilakekebalan tubuh ikan mulai menurun akibat stress sehingga parasit denganmudah dapat menyerang ikan tersebut.
Ditambahkan pula oleh Noble and Noble (1989) dalam Aria (2008) menyatakan bahwa Prevalensi dan Intensitas tiap jenis parasit tidak selalu samakarena banyaknya faktor yang berpengaruh, salah satu faktor yang berpengaruhadalah ukuran inang. Pada beberapa spesies ikan, semakin besar ukuran/beratinang, semakin tinggi infeksi oleh parasit tertentu. Inang yang lebih tua dapatmengandung jumlah parasit yang lebih besar, meskipun apabila telah terjadisaling adaptasi maka inang menjadi toleran terhadap parasitnya.
Parasit golongan monogenea, tidak memerlukan inang perantara untukkelangsungan hidupnya. Parasit ini dapat ditemukan menginfeksi ikan di alammeskipun tingkat prevalensi dan intensitasnya relatif rendah, Hal ini disebabkankarena lingkungan alami yang relatif seimbang antara pathogen, ikan danlingkungannya. Jika salah satu dari inang tidak ada maka siklus hidup parasit akan terputus, sehingga fauna parasit pada ikan yang hidup di perairan bebasdan yang dibudidayakan kemungkinan ada perbedaan (Sriwulan et al, 1998 dalam Susanti, 2004)
Berdasarkan hasil penelitian , diantaranya : jenis parasit yang ditemukan selama penelitian ada dua jenis parasit yang menginfeksi ikan tawes (Puntius javanicus) yaitu Dactylogyrus sp. dan Gyrodactylus sp. Prevalensi parasit pada organ ektoparasit (insang dan sisik) pada ikan tawes (Puntius javanicus) adalah 20%. Sedangkan intensitas parasit pada organ ektoparasit (insang dan sisik) pada ikan tawes (Puntius javanicus) berjumlah 2-3 ind/ekor.
PENANGANAN PENYAKIT
Penyakit yang menyerang Ikan Tawes antara lain Gyrodactylus dan Mixobolus spp yang kerap menyerang pada benih sampai ikan dewasa.
GYRODACTYLIASIS
- Penyebab :Parasit ini termasuk monogenia; Menyerang pada bagian tubuh dan sirip ikan.
- Jenis dan ukuran :Hampir semua jenis ikan air tawar,terutama ukuran benih.
- Gejala klinis :Ikan menjadi lemah, nafsu makan berkurang, frekuensi pernapasan meningkat dan produksi lendir meningkat.
- Faktor pendukung :Kualitas air yang menurun, kekurangan pakan, padat tebar tinggi dan fluktuasi suhu air selalu berubah.
- Penularan :Melalui air dan kontak langsung dengan ikan yang terinfeksi.
- Verifikasi :Pengamatan melalui microkopis.
- Pencegahan : - Meningkatkan kualitas air, - Pemberian pakan tepat mutu dan jumlah yang diperlukan, - Pengendapan aira dan pemasangan saringan pada pintu pemasukan
- Pemberantasan : - Perendaman dengan larutan larutan garam dapur, dosis 12,5-13 gr/m2 selam 24-36 jam
- Perendaman dengan larutan formalin 40 ppmselama 24 jam
MYXOSPOREASIS
- Penyebeb : Mixobolus spp, parasit ini; termasuk kelompok myxosporea
- Jenis dan ukuran :Myxobolus spp biasanya; menyerang pada bagian insang saat benih, mulai berumur 1 bulan
- Gejala klinis :Adanya benjolan menyerupai tumor pada insang ikan, bahkan sering disebut penyakit amandel
- Faktor pendukung : Kualitas air menurun dan padat tebar yang tinggi
- Penularan : Melalui air dan ikan yang mudah terinfiksi.
- Verifikasi : Pengamatan mikroskopis
- Pencegahan : - Pengendapan air dan pemasangan saringan pada pintu pemasukan - Dilakukan pengapuran dan pengeringan kolam
Referensi
- Afrianto E. dan Evi L. 1992. Pengendalian Hama dan Penyakit Ikan. Yogyakarta: Kanisius.
- Aria P. 2008. http://Kesehatan Ikan_Parasit_penularan. Html. Prevalensi danIntensitas Parasit(Tingkat Penularan). (Online) 7 Desember 2012.
- Aryani N, Henny S. Iesje L, Morina, R. 2005. Parasit dan Penyakit Ikan. Riau: Universitas Riau Press.
- Ghuffran H. dan Kordi K. 2004. Penanggulangan hama dan penyakit ikan. Jakarta: Pt. Asdi Mahasatya. Gusrina. 2008. Budidaya Ikan Jilid 3. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
- Kabata Z. 1985. Parasites and Diseases of Fish Cultured in The Tropics. London and Philadelphia: Taylor dan Prancis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar