Jumat, 20 Mei 2022

Ikan Sepat Siam - Pemijahan Alami

Indonesia merupakan negara dengan keanekaragaman genetik dan sumber daya perikanan yang tinggi. Salah satu sumber daya perikanan Indonesia yang mempunyai potensi besar untuk dikembangkan adalah ikan-ikan lokal perairan tawar. Berdasarkan survai dan analisis komoditas yang dilakukan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan Perikanan (Sukadi et al., 2008) beberapa ikan yang potensial untuk dibudidayakan diantaranya adalah ikan sepat siam, gabus, betok, dan tambakan.
Ikan sepat siam merupakan salah satu ikan lokal yang memenuhi syarat-syarat untuk dikembangkan menjadi komoditas budidaya ekonomis sebagai ikan konsumsi penting bagi masyarakat. Jumlah produksi ikan sepat siam relatif lebih tinggi dibandingkan ikan-ikan lokal lainnya. Data Statistik Kelautan dan Perikanan 2011 (Pusdatin KKP, 2013) menunjukkan pada periode 2007-2010 tingkat produksi ikan sepat siam meningkat dari 17.919 ton menjadi 22.306 ton. Nilai produksi ikan sepat siam juga mengalami peningkatan dari Rp. 143,238 miliar menjadi Rp. 212,586 miliar pada tahun 2007 sampai dengan 2010.

Produksi ikan sepat dari kegiatan budidaya pada empat tahun berturut-turut (2008-2011) hanya berkisar 2,82%-12,36% dari total produksi setiap tahun (Pusdatin KKP, 2013). Selain permasalahan rendahnya produksi ikan sepat siam dari kegiatan budidaya, sumber daya perikanan termasuk ikan sepat siam di perairan umum juga telah terjadi penurunan kelimpahan (Nasution, 2012).

Domestikasi adalah proses penyesuaian diri organisme yang berasal dari alam dan dipelihara di luar habitat aslinya secara terkontrol. Perubahan lingkungan dapat memengaruhi perubahan perilaku, ekspresi genotipe pada fenotipe organisme dan struktur genetik (Lorenzen et al., 2012). Mekanisme perubahan yang terjadi pada penangkaran memengaruhi proses evolusi genetik dari generasi ke generasi melalui seleksi alam terhadap kebugaran fenotipe organisme. Individu yang bisa beradaptasi akan mampu bertahan.

Status genetika populasi meliputi ragam genetik yang berhubungan erat dengan keragaan pertumbuhan ataupun sifat-sifat ekonomis seperti sintasan dan efisiensi pakan. Selain itu, ragam genetik merupakan kunci kebugaran populasi yang menjamin keberlanjutannya dan kemampuan merespon secara pasif seleksi alam ataupun buatan (Lorenzen et al., 2012). Sneath (1995) menyatakan bahwa informasi morfometrik ikan dapat menjelaskan status genetik stok ikan berdasarkan kemiripan ataupun perbedaan bentuk badannya.

Hassin et al. (1997) menyatakan bahwa proses domestikasi dapat dipantau berdasarkan kesuksesan pemijahan di lingkungan terkontrol, normalitas perkem- bangan embrio, pertumbuhan larva, dan benih hasil pemijahannya. Evaluasi pertumbuhan awal dalam proses domestikasi diperlukan untuk menyusun aplikasi standar operasional perbanyakan dan pengembangan populasi budidaya. Kesuksesan fase reproduksi secara berulang merupakan pengembangan teknik reproduksi buatan pada kegiatan produksi benih dengan rekayasa genetik maupun seleksi dan persilangan untuk pemuliaan. Beberapa parameter aspek reproduksi yang memegang peranan penting dalam perbanyakan populasi adalah fekunditas, derajat penetasan, sintasan larva, perkembangan embrio dan larva (Bilio, 2007).

TUJUAN
Mengetahui penerapan pemijahan alami ikan sepat siam yang meliputi fekunditas, derajat penetasan dan sintasan larva dengan ukuran induk yang berbeda pada wadah terkontrol (akuarium).

WAKTU DAN TEMPAT
Kegiatan dilakukan di Laboratorium Basah Genetika dan Breeding, Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Tawar, Bogor pada bulan Juli-Agustus 2013.

BAHAN DAN METODE
Induk ikan sepat siam jantan dan betina dari masing-masing populasi dimatangkan secara terpisah pada akuarium 1 m x 1 m x 0,4 m. Kriteria induk matang gonad adalah bobot induk yang ada pada kisaran induk matang gonad pada penelitian Amornsakun et al. (2004) yaitu lebih dari 90 g. Selain itu, kriteria induk betina matang gonad terlihat dari ciri genital kelamin yaitu berwarna kemerahan dan menonjol. Induk yang digunakan ada 3 pasang yaitu :
  1. Pasangan induk A memiliki panjang 19,5 cm dan bobot 94,7 g
  2. Pasangan induk B memiliki panjang 18,6 cm dan bobot 99,2 g
  3. Pasangan induk C memiliki panjang 16,9 cm dan bobot 92,9 g
Pemijahan dilakukan secara alami pada akuarium pemijahan berukuran 2 m x 1 m x 0,5 m. Sebelum dilakukan pemijahan, air pada akuarium pemijahan diberikan daun ketapang yang bertujuan untuk menurunkan pH dan diberikan Styrofoam sebagai substrat penempelan busa yang nantinya akan digunakan ikan sepat siam jantan untuk meletakkanteluryangsudahdibuahi.Pemijahan dilakukan secara alami dengan rasio jantan dan betina 1:1. Induk jantan dimasukkan terlebih dahulu sampai menunjukkan tanda-tanda siap memijah yaitu dengan mengeluarkan busa pada permukaan air dan substrat pemijahan (Styrofoam). Setelah terlihat busa yang menutup 20% permukaan air, induk sepat siam betina dimasukkan (Gambar 1). Waktu yang dibutuhkan dari awal memasukkan induk betina sampai dengan terjadinya pemijahan dan telur dibuahi adalah 2-3 hari. Sebelum dan sesudah proses pemijahan, induk betina ditimbang bobotnya untuk penghitungan fekunditas dengan metode gravimetri. Telur yang berada pada akuarium pemijahan diambil sampel sebanyak 100 butir untuk ditimbang dengan neraca Ohauss sebagai data penghitungan fekunditas.





Gambar 1. Wadah terkontrol pemijahan alami ikan sepat siam


Tabel 1. Ukuran induk, fekunditas, derajat pembuahan, derajat penetasan, dan sintasan larva ikan sepat siam (Trichopodus pectoralis)


HASIL DAN BAHASAN
Kinerja reproduksi yang diamati pada penelitian ini meliputi fekunditas, derajat penetasan dan sintasan larva disajikan pada Tabel 1. Induk betina ikan sepat siam yang digunakan untuk pemijahan memiliki panjang 18,3 ± 1,32 cm dan bobot 95,6 ± 3,24 g (A), sedangkan induk jantan memiliki panjang 16,5 ± 1,45 cm dan bobot 96,7 ± 1,57 g (B). Fekunditas yang dihitung pada sekali sampling berkisar antara 11.675 – 14.342 butir. Pasangan induk ikan sepat siam C menghasilkan telur lebih banyak dibandingkan pasangan A dan B. Derajat pembuahan berkisar antara 83,1%–90,5% dan derajat penetasan berkisar antara 87,8%-90,1% (Tabel 4). Sintasan larva umur 5 hari setelah menetas pada pasangan induk C mempunyai nilai tertinggi (90,7%) dibandingkan pasangan yang lainnya.

Fekunditas yang dihasilkan induk sepat siam yaitu 11.675-14.342 butir pada sekali sampling berada pada kisaran seperti yang diteliti oleh Adliana (2012) di mana fekunditas ikan sepat siam berkisar antara 13.797-15.144 butir dan Ath-thar (2014), fekunditas ikan sepat siam berkisar antara 12.583-13.600 butir. Fekunditas pada ikan umumnya dipengaruhi oleh perbedaan ukuran bobot induk (Bromage, 2001).

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pemijahan alami ikan sepat siam di wadah terkontrol diketahui bahwa fekunditas tertinggi dan persentase sintasan larva tertinggi adalah pada pasangan induk C. Sedangkan persentase derajat pembuahan dan penetasan adalah pada pasangan induk B.

Referensi
  1. Adliana, C. (2012). Gonad maturation of sepat siam (Trichogaster pectoralis) with different feeding treatments. Skripsi. Universitas Riau.
  2. Amornsakun, T., Sriwatana, W., & Promkaew, P. (2004). Some aspects in early life stage of Siamese gourami, Trichogaster pectoralis (Regan) larvae. Songklanakarin Journal of Science Technology, 26, 347-356.
  3. Ath-thar, M.H.F. (2014). Analisis fenotipe dan performa perkembangan awal ikan sepat siam (Trichopodus pestoralis Regan, 1910) potensi budidaya asal Sumatera, Jawa, dan Kalimantan. Tesis. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor, 28 hlm.
  4. Bromage, N. (2001). Broodstock management and seed quality general consideration. In Bromage, N.R., & Roberts, R.J. (Eds.). Broodstock management, egg and larval quality. Blackwell Science, p. 1-24. Pusat Data Statistik dan Informasi KKP. (2013).
  5. Bambang Priadi dan Sri Sundari, 2015, PEMIJAHAN ALAMI IKAN SEPAT SIAM (Trichopodus pectoralis Regan, 1910) DENGAN UKURAN INDUK YANG BERBEDA PADA WADAH TERKONTROL, Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Tawar Jl. Sempur No. 1 Bogor 16154

Tidak ada komentar:

Posting Komentar