Jumat, 30 Desember 2022

Channa striata - Prosedur Pembenihan (Bag 6. Pendederan)

Pendederan merupakan suatu kegiatan pemeliharaan ikan untuk menghasilkan benih yang siap ditebarkan di unit produksi pembesaran atau benih yang siap jual (Effendi, 2004 dalam Lenawan, 2009). Pendederan bertujuan untuk menghasilkan benih yang mempunyai keunggulan seperti keseragaman umur dan ukuran, serta menurunkan tingkat mortalitas larva pada setiap fase pertumbuhan. Pendederan dilakukan melalui pengurangan padat tebar ikan menjadi beberapa bagian yang sesuai dengan kapasitas optimal wadah pemeliharaan, setelah larva ikan mencapai ukuran tertentu (Joko et al., 2013). Menurut Viveen et al., (1986) dalam Hartini (2002), perkembangan benih lele Afrika (Clarias gariepinus) antara satu dengan yang lainnya dapat berbeda, mungkin disebabkan oleh kompetisi dan kanibalisme oleh benih yang berukuran lebih besar. Untuk mengatasi hal tersebut perlu adanya pemisahan ukuran (grading) ke dalam dua atau tiga kelompok ukuran. Pada waktu pendederan perlu dilakukannya grading yang bermanfaat untuk menurunkan kanibalisme, kompetisi serta menghasilkan ukuran benih yang seragam (Landau, 1992 dalam Hartini, 2002). Menurut Plumb (1984) dalam Hartini (2002), pemisahan ikan berdasarkan spesies dan umur dapat menurunkan penularan penyakit.

Padat Tebar Pendederan
Menurut Gaffar et al., (2012), padat tebar yang optimal pemeliharaan benih ikan gabus yang berukuran 1,44 mm dan berat 62 mg dalam akuarium adalah 4 ekor per liter. Sementara Diana et al., (1985) dalam Muntaziana et al., (2013) menyatakan bahwa padat tebar ikan gabus ukuran 4-6 cm pada pemeliharaan di kolam tanah adalah 40-80 ekor/m2, memiliki tingkat kelangsungan hidup 13-15 % setelah dipelihara selama 9 hingga 11 bulan. Rahman et al., (2012) dalam Muntaziana et al., (2013), menyatakan bahwa padat tebar yang optimal pemeliharaan juvenil ikan gabus yang berukuran 3-5 cm di kolam tanah dengan luas satu ha adalah 5.000 ekor.

Pendederan Ikan Gabus
Berdasarkan hasil penelitian pendederan larva ikan gabus menggunakan kolam terpal secara outdoor skala lapangan, dengan perlakuan padat tebar yang berbeda memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan dan kelangsungan hidup larva ikan gabus. Padat tebar terbaik pada penelitian ini adalah 2 ekor per liter menghasilkan kelangsungan hidup sebesar 63,83%, pertumbuhan bobot mutlak sebesar 3,88 g dan panjang mutlak sebesar 3,61 cm. 

Kelangsungan Hidup
Berdasarkan hasil penelitian, kelangsungan hidup larva ikan gabus yang diberi perlakuan padat tebar berbeda menunjukkan adanya perubahan terhadap persentase kelangsungan hidup pada akhir pemeliharaan. Keberhasilan suatu produksi dapat dilihat dari nilai kelangsungan hidupnya. Kelangsungan hidup suatu populasi ikan merupakan nilai presentase jumlah ikan yang hidup dari jumlah yang ditebar dalam suatu wadah selama masa pemeliharaan tertentu (Effendi, 1997).

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh hasil kelangsungan hidup tertinggi pada perlakuan dengan padat tebar 2 ekor per liter dengan persentase kelangsungan hidup sebesar 63,83 %, sementara perlakuan terendah 8 ekor per liter dengan persentase kelangsungan hidup sebesar 14,58 %. Analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perbedaan padat tebar berpengaruh nyata terhadap kelangsungan hidup larva ikan gabus. 

Selanjutnya dilakukan Uji lanjut menggunakan BNT pada taraf 0,05% menunjukkan bahwa pada perlakuan padat tebar 2 ekor per liter berbeda nyata terhadap perlakuan lainnya. Hal ini dikarenakan pada perlakuan dengan padat tebar 2 ekor per liter memiliki ruang gerak yang cukup luas sehingga mampu bergerak secara bebas dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Selain itu juga pada perlakuan padat tebar yang rendah ikan akan mampu memanfaatkan pakan secara optimal. 

Terdapat kecenderungan nilai rata-rata kelangsungan hidup bahwa semakin tinggi padat tebar maka tingkat kelangsungan hidup semakin menurun. Selaras dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Lenawan (2009), yang menyatakan bahwa pada kepadatan yang rendah larva ikan gurami mampu memanfaatkan ruang gerak dan pakan secara maksimal meskipun terjadi persaingan dalam hal memperoleh ruang gerak dan makanan namun masih dalam batas toleransi ikan sehingga menghasilkan persentase kelangsungan hidup yang tinggi 

Nilai kelangsungan hidup yang terendah diperoleh pada perlakuan dengan padat tebar 8 ekor per liter. Rendahnya tingkat kelangsungan hidup larva ikan gabus selama penelitian ini diduga terjadinya persaingan antar individu ikan dalam hal memperebutkan ruang gerak dan makanan. Pada kepadatan yang tinggi akan terjadi pertumbuhan larva yang beragam yang mengakibatkan persaingan dalam hal mendapatkan makanan, meskipun kebutuhan pakan larva ikan gabus pada penelitian ini terpenuhi. 

Larva yang berukuran lebih besar akan lebih menguasai makanan yang tersedia selain itu dengan ditunjang oleh ukuran tubuh yang lebih besar sehingga kesempatan makannya lebih tinggi dan akan tumbuh lebih cepat. Sedangkan larva yang kecil kesempatan untuk mendapatkan makanan rendah karena kalah dalam memperebutkan makanan dengan larva yang berukuran lebih besar. Kondisi yang demikian diduga dapat memicu terjadinya sifat kanibalisme pada larva ikan gabus. Hal ini sesuai dengan Hartini (2007), menyatakan bahwa pada pendederan benih ikan lele dumbo yang berukuran 5-6 cm menghasilkan kelangsungan hidup yang rendah sebesar 13 % yang diakibatkan oleh terjadinya dominasi makanan oleh benih ikan yang memiliki ukuran lebih besar. 

Selanjutnya rendahnya kelangsungan hidup larva ikan gabus diduga akibat dari ruang gerak yang terbatas dibandingkan dengan jumlah larva yang ditampung akan menyebabkan bertumpuknya larva satu sama lain, akibatnya akan terjadi persaingan dalam memperoleh tempat. Berdasarkan Nurhamidah (2007) dalam Almaniar et al., (2012), menyatakan bahwa pada tingkat kepadatan yang terlalu tinggi akan mengakibatkan kompetisi ruang gerak, sehingga menjadi terbatas dikarenakan ikan semakin berdesakan, hal ini dapat menyebabkan pertumbuhan individu, pemanfaatan pakan dan kelangsungan hidup ikan akan menurun. 

Selain itu, peningkatan kepadatan dapat mempengaruhi proses fisiologi dan tingkah laku ikan terhadap ruang gerak. Hal ini pada akhirnya dapat menurunkan kondisi kesehatan dan fisiologis ikan sehingga pemanfaatan makanan, pertumbuhan dan kelangsungan hidup mengalami penurunan (Handajani dan Hastuti, 2002 dalam Yulianti, 2007). selama satu bulan masa pemeliharaan diperoleh rata-rata pertumbuhan panjang mutlak larva ikan gabus tertinggi yaitu pada perlakuan padat tebar 4 ekor per liter yaitu sebesar 3,61 cm dan rata-rata pertumbuhan panjang mutlak terendah pada perlakuan padat tebar 8 ekor per liter yaitu sebesar 1,40 cm. Nilai rata-rata pertumbuhan bobot mutlak tertinggi berada pada perlakuan padat tebar 2 ekor per liter yaitu sebesar 3,88 g dan terendah pada perlakuan padat tebar 8 ekor per liter yaitu sebesar 1,71 g.

Analisa sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan padat tebar yang berbeda pada pendederan larva ikan gabus berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan panjang mutlak dan bobot mutlak. Selanjutnya dilakukan uji lanjut dengan menggunakan BNT 0,05% menunjukkan bahwa rata-rata pertumbuhan panjang mutlak pada perlakuan padat tebar 2 ekor per liter tidak berbeda nyata dengan perlakuan 4 ekor per liter, tetapi berbeda nyata dengan perlakuan 6 ekor per liter dan 8 ekor per liter. Sementara pada pertumbuhan bobot mutlak pada perlakuan 2 ekor per liter berbeda nyata terhadap perlakuan lainnya. 
Pada kepadatan yang rendah diduga larva ikan gabus mampu memanfaatkan wadah, ruang gerak, dan pakan secara efisien serta akan berdampak pada pertumbuhan ikan. Perlakuan dengan padat tebar tinggi menyebabkan kondisi ikan menjadi kurang sehat sehingga pemanfaatan pakan tidak optimal dan mengakibatkan terganggunya pertumbuhan ikan (Hartini,2007). 

Menurut Hepher dan Pruginin (1981) dalam Yulianti (2007), selain faktor internal seperti jenis ikan dan sifat genetik, pertumbuhan ikan juga dipengaruhi oleh faktor eksternal antara lain faktor lingkungan, pakan, serta ruang gerak. Peningkatan nilai rata-rata pertumbuhan panjang dan bobot mutlak menunjukkan bahwa kepadatan yang rendah memiliki kemampuan memanfaatkan ruang gerak dengan baik dibandingkan dengan kepadatan yang tinggi, karena dengan padat tebar yang berbeda dalam wadah yang luasnya sama pada masing-masing perlakuan terjadinya persaingan antar individu juga akan meningkat, terutama persaingan memperebutkan ruang gerak sehingga individu yang kalah akan terganggu pertumbuhannya dan juga dimungkinkan terdapat persaingan dalam hal mendapatkan pakan. 
Dengan adanya ruang gerak yang cukup luas ikan dapat bergerak secara maksimal. Hal ini didukung oleh pendapat Rahmat (2010) dalam Arini et al., (2013), menyatakan bahwa pada padat penebaran yang tinggi ikan mempunyai daya saing dalam memanfaatkan makanan, dan ruang gerak sehingga akan mempengaruhi laju pertumbuhan ikan tersebut.

Fisika Kimia Air
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan didapat nilai fisika kimia air kolam pendederan larva ikan gabus selama pemeliharaan satu bulan disajikan dalam Tabel di bawah ini.

Tabel . Kisaran nilai fisika kimia air pendederan larva ikan gabus


Berdasarkan dari hasil penelitian yang telah dilakukan nilai fisika kimia air berupa suhu, pH, oksigen terlarut, dan amonia masih berada dalam kisaran toleransi. Suhu merupakan faktor yang mempengaruhi laju metabolisme dan kelarutan gas dalam air (Zonneveld et al., dalam Extrada et al., 2013). kisaran suhu yang diperoleh adalah 27-32oC, hal ini diakibatkan oleh perubahan cuaca yang mengakibatkan terjadinya fluktuasi suhu. 
Kisaran nilai suhu tersebut masih berada pada batas toleransi. Hal ini sesuai dengan pendapat Muslim (2007), menyatakan bahwa kisaran toleransi suhu yang mampu ditolerir oleh ikan gabus adalah 25,5-32,7 oC. Menurut Effendi (2003), peningkatan suhu akan menyebabkan penurunan kadar oksigen terlarut sehingga keberadaan oksigen terlarut sering kali tidak mampu memenuhi kebutuhan bagi organisme akuatik untuk melakukan proses metabolisme dan respirasi. 

Hasil pengukuran nilai pH adalah 5,2-7,8. Berdasarkan Syafei et al., (1995) dalam Fitriliyani (2005), nilai pH di perairan yang optimal untuk pertumbuhan ikan adalah 6,2-7,8. Sementara Effendi (2003), menyatakan sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap perubahan nilai pH sekitar 7-8,5. Pillay (1995) dalam Sasanti danYulisman (2012), menyatakan ikan gabus merupakan ikan yang masih dapat bertahan hidup pada kondisi air yang asam dan basa.

Kandungan oksigen terlarut selama penelitian ini berkisar 2,08-7,06 mg.L-1. Nilai tersebut menunjukkan kisaran kualitas air yang masih dapat ditolerir untuk pemeliharaan larva. Menurut Kordi (2011), ikan gabus merupakan ikan yang mampu hidup pada perairan dengan kandungan oksigen rendah hingga 2 mg.L-1. Effendi (2003), menyatakan kadar oksigen terlarut akan berfluktuasi secara harian dan musiman, tergantung pada pencampuran (mixing) dan pergerakan (turbulence) massa air, aktivitas fotosintesis, respirasi dan limbah (effluent) yang masuk ke badan air.

Kandungan amonia selama penelitian berkisar antara 0,006-0,072 mg.L-1. Berdasarkan hasil pengukuran diketahui bahwa nilai amonia ini masih berada dalam kisaran toleransi. Meskipun ikan gabus juga mampu mentolerir kandungan amonia yang tinggi (Bijaksana, 2010). Menurut Jianguang et al., dalam Extrada et al., 2013), kemampuan toleransi ikan gabus terhadap kandungan amoni terlarut pada pH berbeda yaitu pada konsentrasi amonia lebih dari 0,54 mg.L-1 pada pH 8,0 sampai dengan 1,57 mg.L-1 pada pH 10,0.

Tahap Pendederan dan Pembesaran Ikan Gabus
Pendederan ikan gabus dilakukan dengan maksud memelihara larva yang baru menetas dan sudah habis kuning telurnya (yolk sack) ke dalam kolam untuk memperoleh ikan yang seukuran sejari (fingerling). Pendederan biasanya dibagi menjadi 2 bagian, yaitu pendederan I dan pendederan II.

Pendederan I dilakukan di dalam bak atau kolam yang lebih kecil, berukuran 5×2 m dengan kedalaman 1 m. Kolam ini dipasangi hapa dengan ukuran mata 500 mikron (0,5 mm) yang berukuran 100×75 cm dan tinggi 60 cm.

Banyaknya hapa yang dipasang bergantung pada benih yang akan ditebar. Kepadatan penebaran di dalam hapa pada pendederan I, yaitu 30.000 ekor/m2 atau 30 ekor/liter air. Jadi, ke dalam bak tersebut dapat ditampung sebanyak 100.000—150.000 ekor larva, hasil dari 3—5 buah sarang, dengan kedalaman air 50 cm. Lama pemeliharaan di dalam pendederan I ini sekira 2 bulan. Dengan pakan yang disuplai dari luar, akan dihasilkan benih seukuran 1—2 cm dengan tingkat hidup mencapai 20%.

Untuk pendederan II, dibutuhkan kolam yang luasnya 50 m2 dengan ukuran 5×10 m dan kedalaman kolam 0,7 meter. Kolam dipupuk dengan kotoran ayam sebanyak 0,5—1,5 kg/m2, tergantung dari kesuburan kolam. Lama pemeliharaan di pendederan II adalah 4 bulan dan akan dihasilkan benih ikan berukuran 10 cm (30—50 g) dengan tingkat kehidupan bisa mencapai 100%.

Setelah pendederan, baru dilakukan pembesaran. Kolam yang dibutuhkan seluas 200—600 m2. Usahakan kolam memperoleh air baru dengan konstruksi pematang kolam dari tanah dengan terlebih dahulu dipastikan tidak bocor. Idealnya, kolam dengan pematang yang ditembok. Di dalam kolam ditempatkan beberapa tempat persembunyian berupa ban bekas atau daun kelapa karena ikan gabus menghendaki lingkungan yang agak remang-remang.

Terlebih dahulu kolam dipupuk dengan kotoran ayam dengan dosis 0.5—1.5 kg/m2. Kolam diairi dengan air yang sudah lewat saringan. Untuk benih berukuran 100 g dapat ditebarkan 20 ekor/m2, sedangkan yang berukuran 175 g dapat ditebarkan sebanyak 8 ekor/m2. Dalam tempo 5 bulan, benih yang beratnya 100 g dapat tumbuh menjadi 250 g/ekor, sedangkan yang berukuran 175 g dapat mencapai berat 400 g/ekor selama 6 bulan.


Referensi
  1. Bijaksana, U. 2011. Pengaruh beberapa parameter Air pada Pemeliharaan Larva Ikan Gabus (Channa striatas Blkr) di dalam Wadah Budidaya. Temu Teknisi Balai Benih Ikan Air Tawar se-Kalimantan Selatan. Kalimantan Selatan.
  2. Hartini S, Sasanti A.D, Taqwa FH. 2013. Kualitas Air, Kelangsungan Hidup Dan Pertumbuhan Benih Ikan Gabus (Channa Striata) Yang Dipelihara Dalam Media Dengan Penambahan Probiotik. Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia, 1(2) :192-202.
  3. Makmur, S. 2004. Pertumbuhan Ikan Gabus (Channa striata Bloch) Di Daerah Banjiran Talang Fatima DAS Sumatera Selatan. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia. Pusat Riset Perikanan Budidaya. 10(6): 1-6.
  4. Muflikhah, N., S. Makmur, dan N.K. Suryati. 2008. Gabus. Badan Riset Kelautan dan Pusat Riset Perikanan Tangkap Balai Riset Perikanan Perairan Umum.
  5. Harianti.2013. Fekunditas dan Diameter Telur Ikan Gabus (Channa striata Bloch, 1793) Di Danau Tempe, Kabupaten Wajo. Jurnal Saintek Perikanan Vol. 8, No. 2, 2013 :18-24.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar