Ikan merupakan salah satu sumber bahan pangan yang banyak mengandung protein yang sangat dibutuhkan oleh manusia karena selain lebih mudah dicerna juga mengandung asam amino dengan pola yang hampir sama dengan pola asam amino yang terdapat di dalam tubuh manusia. Namun, ikan memiliki sifat yang sangat mudah busuk (highly perishable) disebabkan kandungan airnya yang sangat tinggi (70-80%) sehingga perlu penanganan yang baik setelah ditangkap/panen.Ikan diartikan dalam kondisi segar bila 1) baru ditangkap, belum disimpan atau diawetkan, atau 2) memiliki mutu asli dan belum mengalami perubahan walaupun secara alami. Ikan yang menurun mutunya, mata menjadi keruh, merah muda dan tenggelam. Insang yang berwarna merah cerah akan berubah menjadi buram, kelabu, coklat bahkan kehijau-hijauan.
Komposisi kimia pada ikan, yaitu air, protein, lemak, glikogen, dan non protein nitrogen berhubungan erat dengan tingkat kesegaran ikan. Selain kondisi biokimia dan fisiologis, teknik penanganan pasca panen turut memengaruhi proses kemunduran mutu ikan yang dapat ditandai dengan kerusakan-kerusakan fisik, mekanis, kimiawi dan mikrobiologis pada ikan. Tahapan kemunduran ikan diawali dari kondisi pre rigor, dimana otot ikan menjadi lemas terkulai dan lepasnya lendir dari kelenjar bawah kulit ikan dan dilanjutkan dengan keadaan rigor mortis, dimana daging ikan menjadi mengeras dan kejang, diikuti post rigor ditandai dengan daging menjadi lunak hingga terjadi kebusukan.
Proses Pengolahan dengan Penerapan Suhu Tinggi
Pengolahan dan pengawetan pada suhu tingi adalah pengolahan dan pengawetanproduk makanan menggunakan panas atau suhu yang tinggi dan sangat tinggi dalampengolahannya guna untuk mematikan mikroba berbahayadan menginaktifkan enzim.
Penerapan suhu tinggi dapat mematikan mikroba dan menginaktifkan enzim karena;
a) Suhu tinggi menyebabkan denaturasi enzim-enzim yang terdapat di dalam sel-sel mikroba.
b) Dengan terjadinya denaturasi enzim tersebut, struktur molekul protein yang terdapat di dalam sel mikroba menjadi terpecah.
c) Suhu tinggi juga menyebabkan terjadinya pemecahan molekul- molekul organik kompleks lainnya.
Dua alasan paling penting kenapa penerapan suhu tinggi diperlukan, adalah keamanan produk serta kualitas produk terkait memperpanjang daya simpannya.
a. Pasteurisasi dan Blancing
1. Pasteurisasi
Pasteurisasi adalah sebuah proses panas yang digunakan untuk memperpanjang umur simpan produk pangan dengan cara mengurangi atau memperlambatkan pertumbuhan jumlah mikroorganisme dalam produk tanpa mempengaruhi sifat-sifat fisiko-kimiawi dan organoleptiknya serta mampu memperpanjang daya simpan pada makanan.
Proses pengolahanpasteurisasi memanfaatkan suhu tinggi tetapi tidak melebihi titik didih air (1000 C’). Pasteurisasi digunakan untuk menginaktifkan enzim, membunuh sebagian bakteri pembusuk maupun patogen, seperti bakteri, protozoa, kapang, dan khamir.
Penggunaan pasteurisasi disesuaikan dengan karakteristik bahan yang akan diolah dan biasanya bahan yang dipasteurisasi tidak tahan terhadap panas. Produk perikanan yang biasa dipasteurisasi adalah rajungan, kepiting, oyster. Menurut Badan Standarisasi Nasional (2002), bahwa suhu dalam wadah pasteurisasi rajungan 1800 – 1900 F atau 82,20 – 87,80 C selama 115 – 118 menit.
2. Blanching
Proses blanching hampir sama dengan pasteurisasi, hanya waktunya berlangsung singkat (hanya beberapa detik). Proses ini dapat mencapai titik didih atau tidak. Biasanya diterapkan pada sayuran dan buah-buahan (mempertahankan kecerahan warna). Pada produk perikanan biasanya bertujuan untuk membentuk tekstur (disarankan untuk kerang-kerangan) Perlakuan blanching harus diikuti dengan pengeringan dan pendinginan (Freeze Drying). Proses blanching menyebabkan terjadinya denaturasi protein dan keluarnya air dari dalam produk.
Blansing merupakan suatu cara pemanasan pendahuluan atau perlakuan pemanasan tipepasteurisasi yang dilakukan pada suhu kurang dari 100ºC selama beberapa menit, dengan menggunakan air panas auat uap. Proses blansing termasuk ke dalam proses termal dan umumnya membutuhkan suhu berkisar 75-95ºC selama 10 menit. Tujuan utama blansing ialah meninaktifkan enzim diantaranya enzim peroksidase dan katalase walaupun sebagian mikroba yang ada dalam bahan juga turut mati.
1) Jenis Metode Blansing
Secara garis besar metode blansing yang sering diterapkan ada 2 (dua), yaitu : blansing dengan air panas, dan blansing dengan uap panas.
2) Tujuan Blansing
Tergantung dari proses selanjutnya, tujuan blancing dapat berbeda-beda. Di dalam proses pengeringan dan pembekuan, blancing bertujuan untuk menginaktifkan enzim yang tidak diinginkan yang mungkin dapat merubah warna, tekstur, citarasa, maupun nilai nutrisi selama penyimpanan. Di dalam pengalengan fungsi blancing adalah untuk melayukan jaringan agar supaya mudah dikemas, menghilangkan gas dari dalam jaringan, menginaktifkan enzim dan menaikkan suhu awal bahan sebelum disterilisasi.
b. Sterilisasi dan Ekshausting
1. Sterilisasi
Sterilisasi merupakan pengolahan yang menggunakan suhu sangat tinggi, dapat melebihi titik didih air. Suhu yang digunakan untuk sterilisasi adalah 1210C selama 15 menit dengan mengacu pada spora bakteri termophilus seperti Clostridium botulinum dan Bacillus lebih resisten pada suhu tersebut. Sterilisasi dapat merusak nilai gizi bahan yang diolah oleh karena itu dikenal adanya sterilisasi komersial. Sterilisasi komersiil merupakan tingkat sterilisasi dimana semua bakteri patogen dan pembentuk toksin, mikroorganisme jika ada dan yang dapat tumbuh dibawah penanganan dan kondisi penyimpanan normal dapat dimusnahkan.
Makanan yang telah disterilisasi komersial mungkin masih mengandung sejumlah kelompok mikroba dalam bentuk spora yang tahan panas, akan tetapi spora ini sudah inaktif atau tidak dapat membelah diri dan hanya dapat hidup bila diisolasi dan ditumbuhkan.
2. Ekshausting (Penghampaan)
Ekshausting adalah proses pengeluaran udara/gas dari dalam wadah atau bahan. Tujuan ekshausting diantaranya adalah untuk mencegah pertumbuhan bakteri aerobic dan proses oksidasi bahan yang dikemas. Dengan demikian penerapan ekshausting terutama diperlukan dalam tahapan proses pengalengan produk.
Ekshausting dapat dilakukan dengan berbagai cara di bawah ini. Metode mana yang dipilih tergantung dari sifat-sifat produknya.
a) Ekshausting termal.
b) Cara pengisian panas-panas (hot filling). Bahan makanan dipanaskan sampai 71-82°C, kemudian diisikan panas-panas ke dalam kemasan dan langsung ditutup.
c) Secara mekanis dengan menggunakan pompa vakum.
d) Dengan cara menginjeksikan uap air panas ke dalam head space untuk menggantikan udara dan gas-gas, kemudian kaleng ditutup, lalu didinginkan agar uap air mengkondensasi vakum.
Referensi:
- Afrianto, E. dan E. Liviawaty, 1989.Pengawetan dan Pengolahan Ikan. PT Kanisius. Yogyakarta.
- Astawan, I. 2007. Penanganan dan pengolahan hasil perikanan.Universitas terbuka, Jakarta
- Adawyah, R. 2008. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. Jakarta. Bumi Aksara.
- Departemen Kelautan dan Perikanan, 2003. Teknologi Pengolahan Ikan di Indonesia. Kerjasama Direktorat Mutu dan Pengolahan Hasil Perikanan, Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap dengan Japan International Cooperation Agency (JICA). Jakarta.
- Hadiwiyoto. (1993). Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan. Jogjakarta: Penerbit Liberty.
- Masyamsir, 2001. Modul Penanganan Hasil Perikanan. Departemen Pendidikan Nasional, Proyek Pengembangan Sistem dan Standar Pengelolaan SMK, Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan, Jakarta.
- Seri Panduan Perikanan Skala Kecil. Versi 1 | Juni 201 4ISB N978-979-1461-375
Tidak ada komentar:
Posting Komentar