Selasa, 28 September 2021

Pengolahan Hasil Perikanan - Penggaraman

Penggaraman merupakan proses pengawetan yang banyak dilakukan di berbagai negara, termasuk Indonesia. Proses tersebut menggunakan garam (NaCl) sebagai media pengawet, baik yang berbentuk kristal maupun larutan. Pada proses penggaraman, pengawetan dilakukan dengan cara mengurangi kadar air dalam tubuh ikan dan dalam tubuh mikroba sehingga mikroba tidak dapat hidup dan berkembang lagi.Penambahan garam di luar tubuh ikan akan menciptakan lingkungan dengan tekanan osmotis lebih tinggi dibandingkan dengan daging ikan. Dengan demikian, cairan akan mengalir ke luar dari tubuh ikan. Aliran air akan terhenti apabila tekanan osmotis antara daging ikan dengan lingkungannya relatif sama.

Istilah penggaraman juga sering disebut pengasinan. Teknologi penggaraman biasanya tidak digunakan sebagai metode pengawetan tunggal, tetapi masih dilanjutkan dengan proses pengawetan lain seperti pengeringan ataupun dengan perebusan. Proses lanjutan ini akan menghasilkan tiga macam produk ikan asin yang berbeda, yaitu: ikan asin basah, ikan asin kering dan ikan asin rebus (ikan pindang).

1. Prinsip Penggaraman
Selama proses penggaraman, terjadi penetrasi garam ke dalam tubuh ikan dan keluarnya cairan dari tubuh ikan karena perbedaan konsentrasi. Cairan itu dengan cepat dapat melarutkan kristal garam atau mengencerkan larutan garam. Bersamaan dengan keluarnya cairan dari dalam tubuh ikan, partikel garam akan memasuki tubuh ikan. Lama kelamaan kecepatan proses pertukaran garam dan cairan semakin lambat dengan menurunnya konsentrasi garam di luar tubuh ikan dan meningkatnya konsentrasi garam di dalam tubuh ikan. Bahkan pertukaran garam dan cairan tersebut berhenti sama sekali setelah terjadi keseimbangan. Proses itu mengakibatkan pengentalan cairan tubuh yang masih tersisa dan penggumpalan protein (denaturasi serta pengerutan sel-sel tubuh ikan sehingga sifat dagingnya berubah).

Cara kerja garam di dalam menjalankan fungsi kedua sebagai berikut. Garam menyerap cairan tubuh ikan, selain itu garam juga menyerap cairan tubuh bakteri sehingga proses metabolisme bakteri terganggu karena kekurangan cairan, akhirnya bakteri mengalami kekeringan dan mati.

Ikan yang telah mengalami proses penggaraman, sesuai dengan prinsip yang berlaku, akan mempunyai daya simpan tinggi karena garam dapat berfungsi menghambat atau menghentikan reaksi autolisis dan membunuh bakteri yang terdapat di dalam tubuh ikan.

Kecepatan proses penyerapan garam dalam tubuh ikan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:
a. Kesegaran ikan
Proses penyerapan garam ke dalam tubuh ikan akan cepat apabila ikan dalam kondisi segar.

b. Kandungan lemak
Ikan yang mempunyai lemak yang tinggi akan menghambat proses penyerapan garam, karena lemak akan menghalangi masuknya garam ke dalam tubuh ikan.

a. Ketebalan daging ikan, Daging ikan yang tebal akan memperlambat proses penggaraman. 
b. Kehalusan kristal, garam Garam yang halus akan mudah larut dan menyerap ke dalam tubuh ikan. 
c. Suhu Viskositas, larutan garam akan semakin kecil ketika suhu larutan garam naik, dan hal ini akan mempermudah proses penyerapan garam ke dalam tubuh ikan.
f. Konsentrasi larutan garam, Apabila perbedaan konsentrasi antara larutan garam dan cairan tubuh ikan tinggi, maka proses penetrasi garam ke dalam tubuh ikan akan semakin cepat.

2. Metode Penggaraman
Metode penggaraman dapat dikelompokkan menjadi tiga macam, yaitu:
a. Penggaraman kering (dry salting)
Penggaraman kering merupakan metode penggaraman yang menggunakan kristal garam yang dicampurkan dengan ikan. Penggaraman kering dilakukan dengan menaburkan garam kristal pada lapisan ikan yang disusun rapi. Setiap lapisan ikan diselingi dengan lapisan garam. Dalam proses penggaraman ini, cairan tubuh ikan akan diserap oleh kristal garam yang mengakibatkan kristal garam mencair sehingga terbentuk larutan garam pekat. Larutan garam pekat inilah yang akan merendam seluruh lapisan ikan. dan pelumuran garam. Contoh proses penggaraman kering disajikan pada Gambar 1.

b. Penggaraman basah (wet salting)
Penggaraman kering dapat digunakan pada ikan yang berukuran kecil maupun besar. Jumlah garam yang digunakan umumnya adalah 10 - 35% dari berat ikan. Semakin lama waktu penggaraman, maka kadar air dalam ikan juga akan semakin berkurang. Hal ini disebabkan karena selama proses penggaraman, otot ikan akan menyerap garam dan kehilangan air. Metode penggaraman yang paling banyak digunakan adalah metode penggaraman kering. Metode penggaraman ini menghasilkan ikan asin yang lebih baik kualitasnya daripada menggunakan penggaraman basah

Pada metode penggaraman basah, garam yang digunakan dalam bentuk larutan (30 - 35%). Ikan yang akan digarami dimasukkan ke dalam wadah yang telah diisi larutan garam pekat. Bagian atas wadah ditutup dan diberi pemberat agar semua ikan terendam. Lama perendaman tergantung ketebalan dan derajat keasinan yang diinginkan. Larutan garam akan menghisap cairan dan ion-ion garam masuk ke dalam tubuh ikan. Contoh proses penggaraman basah disajikan pada Gambar 2.


c. Penggaraman kering tanpa kedap air (kench salting)
Metode penggaraman ini hampir sama dengan penggaraman dry salting yaitu menggunakan garam kristal. Hanya saja, pada metode ini tidak menggunakan wadah penyimpanan yang kedap air. Proses penggaraman dilakukan langsung di atas dek kapal/lantai atau dapat juga dilakukan di dalam wadah berupa keranjang yang tidak kedap air. Ikan dicampur dengan kristal garam, larutan air yang terbentuk dibiarkan mengalir dan terbuang. Pada metode ini terdapat beberapa kelemahan, yaitu garam yang diperlukan lebih banyak dan proses penggaraman yang terjadi berlangsung lambat. Contoh proses penggaraman kench saltingdisajikan pada Gambar 3.


3. Teknik Penggaraman
a. Persiapan

1) Persiapan bahan baku
Bahan baku ikan yang akan diawetkan dengan metode penggaraman harus dipisahkan berdasarkan jenis, ukuran, dan tingkat kesegarannya. Bahan lainnya adalah garam murni yang mengandung NaCl 99% agar kualitas produk yang dihasilkan baik. Banyaknya garam yang dibutuhkan yaitu antara 10% - 35%, tergantung tingkat keasinan yang diinginkan. Bahan baku yang segar dan berkualitas akan menghasilkan produk yang bermutu tinggi.

2) Persiapan peralatan
 Wadah yang harus disiapkan untuk proses penggaraman bisa terbuat dari semen, kayu, fiber, atau plastik. Wadah haruslah kedap air kecuali untuk metode kench salting wadah yang diperlukan berupa keranjang bambu.
 Penutup wadah yang dilengkapi dengan pemberat.
 Pisau atau golok.
 Timbangan
 Talenan
 Keranjang
 Tempat penjemuran atau para-para

b. Penyiangan ikan
Penyiangan dan pencucian bertujuan untuk menghilangkan kotoran, sisik dan lendir dengan membelah bagian perut sampai dekat anus, menghilangkan sisa kotoran, darah dan lapisan dinding yang berwarna

1) Untuk ikan yang berukuran besar perlu dilakukan proses penyiangan. Kemudian ikan dibelah menjadi dua sepanjang garis punggung ke arah perut.
2) Untuk ikan yang berukuran sedang proses penyiangan tetap dilakukan, tetapi ikan tidak perlu dibelah menjadi dua.
3) Sedangkan ikan yang berukuran kecil tidak perlu dilakukan prosespenyiangan, cukup dicuci sampai bersih.
4) Ikan dicuci bersih menggunakan air yang mengalir. Setelah melalui proses pencucian, ikan ditiriskan kemudian ditimbang.

c. Proses penggaraman
1) Metode dry salting
 Jumlah garam yang diperlukan berbeda-beda sesuai dengan ukuran ikan. Untuk ikan berukuran besar jumlah garam yang diperlukan sebanyak 20% - 30%. Sedangkan untuk ikan berukuran sedang jumlah garam yang diperlukan sebanyak 15% - 20%. Untuk ikan berukuran kecil jumlah garam yang diperlukan hanya sekitar 5%.
 Garam ditaburkan di dasar wadah. Kemudian di atasnya disusun ikan dengan bagian perut ikan menghadap ke bawah. Di atas lapisan ikan, garam ditaburkan kembali. Begitu seterusnya sampai semua ikan tertampung di dalam wadah. Bagian lapisan ikan paling atas ditaburi dengan garam setebal 5 cm.
 Wadah ditutup dengan penutup yang telah diberi pemberat.
 Proses penggaraman berlangsung selama 1 – 3 hari.
 Proses penggaraman dianggap selesai apabila terjadi perubahan tekstur ikan, daging ikan menjadi kencang dan padat.
 Setelah proses penggaraman selesai, ikan diangkat dari wadah penggaraman, dicuci, dan dibersihkan dari kotoran yang menempel.

2) Metode wet salting
 Konsentrasi larutan garam yang digunakan pada metode wet salting sesuai dengan tingkat keasinan yang diperlukan.
 Ikan disusun rapi dalam wadah yang telah disediakan. Kemudian larutan garam dimasukkan sampai semua ikan terendam.
 Wadah ditutup menggunakan pemberat.
 Bila konsentrasi cairan di dalam dan luar tubuh ikan sudah sama maka proses penggaraman dianggap selesai.
 Ikan diangkat dari wadah penggaraman, dicuci, dan ditiriskan.

3) Metode kench salting
 Pada metode ini wadah tidak diperlukan. Ikan ditumpuk pada bidang datar dan ditaburi garam secukupnya sampai semua tubuh ikan tertutupi garam. Tumpukan ikan ditutup menggunakan plastik.
 Proses penggaraman selesai apabila telah terjadi perubahan tekstur tubuh ikan menjdi kencang dan padat. Contoh proses penggaraman disajikan pada Gambar 4.


Gambar4. Proses penggaraman

d. Proses pengeringan
Setelah dilakukan proses penggaraman, sebelum ikan dijemur dilakukan pencucian ulang dengan cara ikan ditaruh dalam keranjang lalu dicuci dengan air bersih dengan tujuan untuk membersihkan sisa- sisa kotoran, sisik-sisik ikan yang melekat, kemudian ikan ditiriskan sebentar sebelum dijemur. Pencucian bisa dilakukan beberapa kali untuk mendapatkan hasil ikan yang bersih.

Seteleh dicuci dan ditiriskan, ikan dijemur di atas para-para yang sudah disiapkan.Proses pengeringan juga bisa dilakukan dengan memakai alat pengering mekanis. Penggunaan alat pengering mekanis tentunya tidak akan terpengaruh oleh kondisi cuaca dan tidak memerlukan waktu yang lama.

Pengeringan dengan sinar matahari banyak dilakukan karena energi panas yang digunakan murah dan berlimpah, namun akan menyebabkan hasil yang kurang baik, walaupun prosesnya relatif lebih cepat dibandingkan dengan pengeringan yang tidak langsung. Pengeringan dengan sinar matahari lebih baik dilakukan dengan meletakkan bahan di rak-rak yang sekurang-kurangnya setinggi 0,5 meter dari permukaan tanah. Di daerah yang intensitas sinar matahari mencapai 8 jam/hari atau lebih, diperlukan waktu pengeringan selama 3 hari berturut-turut. Keuntungan dari pengeringan dengan sinar matahari adalah biaya relatif lebih murah, pelaksanaan mudah, sedangkan kelemahannya adalah waktu pengeringan sukar untuk ditentukan serta kebersihannya sukar dikontrol. Untuk mengukur tingkat kekeringan ikan dapat dilakukan dengan cara yaitu ditekan dengan ibu jari dan telunjuk tangan pada tubuh ikan yang tidak akan menimbulkan bekas dan dilakukan dengan melipat tubuh ikan asin yang telah kering tidak akan patah.

e. Pengemasan dan Penyimpanan
Ikan yang telah selesai melalui proses penggaraman dan pengeringan dikemas menggunakan bahan pengemas yang bersih. Selanjutnya disimpan di tempat yang kering dan bersihserta memiliki ventilasi yang baik. Agar ikan asin yang dihasilkan mempunyai daya awet yang lama, maka proses pengemasan dan penyimpanan harus memenuhi kaidah- kaidah yang telah ditentukan.

4. Produk akhir hasil penggaraman
Teknik penggaraman merupakan teknik yang biasa dikombinasikan dengan proses pengawetan yang lain, seperti pengeringan atau perebusan. Dari proses penggaraman ini dikenal tiga macam ikan asin, yaitu:
a. ikan asin basah (tidak dikeringkan setelah proses penggaraman)
b. ikan asin kering (dikeringkan setelah proses penggaraman)
c. ikan asin rebus (ikan pindang, direbus setelah proses penggaraman).

Ikan Asin
Ikan asin adalah produk olahan hasil perikanan yang menggunakan prinsip perbedaan tekanan osmotik menggunakan garam. Selama proses pembuatan ikan asin, terjadi pula aliran kristal garam dari lingkungan ke dalam daging ikan. Akibatnya, daging ikan menjadi lebih gurih dan mikroba pembusuk akan mati.Daya awet ikan asin meningkat karena terjadi penurunan kadar cairan dan efek toksik dari garam.

Ikan asin yang sudah dikenal masyarakat merupakan ikan yang telah diolah atau diawetkan dengan metode penggaraman dan pengeringan (ikan asin kering). Pengolahan ikan asin dimulai dari penyiangan atau langsung pencucian, diikuti dengan penggaraman dan penjemuran atau pengeringan. Dalam proses tersebut yang dapat dibedakan adalah dalam proses penyiangan (yaitu ikan di belah dan ikan dalam bentuk utuh) dan pada proses penggaraman, jumlah garam yang digunakan, jangka waktu penggaraman dan penjemurannya. Hal tersebut disebabkan perbedaan jenis dan ukuran ikan atau cara pengolahan selanjutnya serta rasa asin yang diinginkan.

Kelemahan ikan asin antara lain rasanya terlalu asin, warnanya cenderung kekuningan, berubah warna, berlubang atau salt burn. Upaya untuk mencegah hal tersebut dapat dilakukan dengan penggunaan garam dengan kemurnian yang tinggi, pengaturan konsentrasi garam dan ukuran garam yang digunakan.

Ikan asin yang bermutu baik adalah jika memenuhi syarat Standar Industri Indonesia (SII), yaitu:
a. Mempunyai bau, rasa, dan warna normal, serta bentuk yang baik;
b. Berkadar air paling tinggi 25 %;
c. Berkadar garam (NaCl) antara 10 % - 20 %;
d. Tidak mengandung logam, jamur, juga tidak terjadi pemerahan bakteri; Garam merupakan faktor penting dalam proses pembuatan ikan asin harus mendapat perhatian. Kemurnian garam yang digunakan akan mempengaruhi mutu ikan asin sebagai produk akhir yang dihasilkan. Garam yang digunakan pada proses pengawetan produk hasil perikanan sebaiknya merupakan garam murni yaitu garam yang komposisi NaClnya besar (95%) dan sedikit mengandung unsur-unsur lain seperti MgCl2, CaCl2, MgSO4, CaSO4, lumpur serta kotoran lainnya. Jenis garam dapat dibagi dalam beberapa kategori seperti; kategori baik sekali, baik dan sedang. Dikatakan baik sekali jika mengandung kadar NaCl >95%, baik jika kadar NaCl 90–95%, dan sedang jika kadar NaCl antara 80–90%.

Unsur garam yang bukan NaCl mempunyai beberapa kelemahan, diantaranya:
 Garam yang mengandung Ca dan Mg lambat sekali menembus masuk ke dalam daging ikan, sehingga memungkinkan proses pembusukan tetap berjalan selama proses penggaraman. Selain itu produk ikan asin yang dihasilkan bersifat higroskopis.
 Garam yang mengandung 0,5 % - 1 %, CaSO4 menghasilkan produk yang kaku dan warnanya pucat (putih).
 Garam yang mengandung magnesium sulfat (MgSO4) atau magnesium klorida (MgCl2) menyebabkan produk ikan asin agak pahit.
 Garam yang mengandung besi (Fe) dan tembaga (Cu) menyebabkan ikan asin bewarna coklat, kotor dan kuning.
 Garam mengandung CaCl2 menyebabkan ikan asin berwarna putih, keras dan mudah pecah.

Garam memberi sejumlah pengaruh bila ditambahkan pada jaringan hidup yang segar. Garam akan berperan sebagai penghambat selektif pada mikroba pencemar tertentu. Mikroba pembusuk atau proteolitik dan pembentuk spora adalah yang paling mudah terpengaruh walau dengan kadar garam yang rendah sekalipun (6%).Mikroba patogen termasuk Clostridium botulinum kecuali Streptococcus aureus dapat dihambat oleh konsentrasi garam sampai 10 – 12%. Beberapa mikroba terutama jenis Leuconostoc dan Lactobacillus dapat tumbuh cepat dengan adanya garam. Garam juga mempengaruhi aktivitas air (aw) dari bahan sehingga dapat mengendalikan pertumbuhan mikroba.Beberapa mikroba seperti bakteri halofilik (bakteri yang tahan hidup pada konsentrasi garam yang tinggi) dapat tumbuh dalam larutan garam yang hampir jenuh, tetapi membutuhkan waktu penyimpanan yang lama untuk tumbuh dan selanjutnya terjadi pembusukan.

Ikan asin sering mengalami penurunan mutu selama penyimpanan karena kondisi lingkungan tempat penyimpanan tidak memenuhi persyaratan yang telah ditentukan. Kerusakan ikan asin biasanya disebabkan oleh aktivitas bakteri, jamur, maupun larva serangga.Ciri-ciri ikan asin kering yang sudah rusak atau memiliki kualitas jelek diantaranya adalah :
 Adanya bercak-bercak merah pada permukaan ikan yang mengindikasikan produk tercemar oleh bakteri halofilik (bakteri tahan garam).
 Adanya bercak-bercak hitam, biru, putih, atau hijau yang mengindikasikan produk tercemar oleh kapang.
 Ikan asin berbau asam yang mengindikasikan pertumbuhan mikroba akibat penyebaran garam yang tidak merata.
 Ikan asin berbau tengik yang mengindikasikan ikan asin sudah lama disimpan dan telah terjadi oksidasi lemak.
 Permukaan ikan asin kering, tetapi bagian dalam masih basah yang mengindikasikan proses pengeringan tidak tepat sehingga terjadi peristiwa case hardening.
 Rasa produk ikan asin pahit, hal ini disebabkan karena penggunaan garam yang tidak murni.

Ikan Pindang
Pemindangan merupakan upaya pengawetan sekaligus pengolahan ikan yang menggunakan teknik penggaraman dan pemanasan. Pengolahan tersebut dilakukan dengan merebus atau memanaskan ikan dalam suasana bergaram selama waktu tertentu di dalam suatu wadah. Wadah itu digunakan sebagai tempat ikan selama perebusan atau pemanasan dan sekaligus digunakan sebagai kemasan selama transportasi dan pemasaran. Garam yang digunakan berperan sebagai pengawet sekaligus memperbaiki cita rasa ikan, sedangkan pemanasan mematikan sebagian besar bakteri pada ikan, terutama bakteri pembusuk dan patogen. Selain itu, pemanasan dengan kadar garam tinggi menyebabkan tekstur ikan berubah menjadi lebih kompak. Ikan pindang pun menjadi lebih lezat dan lebih awet ketimbang ikan masih segar.

Jenis ikan yang biasa digunakan sebagai bahan baku pemindangan adalah ikan air laut yaitu tongkol (Euthynnus spp), tenggiri (Scomberomorus spp), kembung (Scomber spp), layang (Decapterus spp) dan ikan air tawar misalnya mas (Ciprinus carpio) dan nila (Tilapia nilotica) serta ikan air payau yaitu bandeng (Chanos chanos).

Mekanisme pengawetan ikan pindang
Mekanisme garam dalam pengawetan ikan pindang adalah dengan memecahkan (plasmolisis) membran sel mikroba, karena NaCl mempunyai tekanan osmotik yang tinggi. NaCl bersifat higroskopis sehingga dapat menyerap air dari bahan yang mengakibatkan awdari bahan tersebut menjadi rendah. Selain itu NaCl dapat mengurangi kelarutan oksigen, sehingga mikroba aerob dapat dicegah pertumbuhannya.

Perbandingan garam terhadap ikan bervariasi antara 10% sampai 35%. Pada saat meresap ke dalam tubuh ikan, garam menarik air yang mengakibatkan denaturasi protein. Daging menjadi berwarna keruh (apaque) dan tidak lengket serta menjadi mudah hancur. Proses ini memakan waktu selama 4-6 hari, kadar garam pada daging ikan naik menjadi kira-kira 20% dan ikan kehilangan 30% dari berat semula. Berdasarkan cara perebusan ikan dalam suasana bergaram, maka dalam prakteknya teknik pemindangan dibedakan atas dua kelompok:

a. Pemindangan garam, yaitu proses pemindangan dimana ikan dan garam yang telah tersusun dalam wadah kedap air dan telah ditambah sedikit air kemudian dipanaskan bersama-sama. Perubahan berlangsung agak lama sampai beberapa jam. Cairan perebus kemudian dibuang melalui lubang kecil di bagian bawah wadah.

Selanjutnya permukaan lapisan ikan paling atas ditutup dengan kertas dan di atas permukaan kertas ini disebarkan merata selapis garam. Kemudian pemasakan dilanjutkan lagi untuk menguapkan sisa air di sekitar ikan dan dasar wadah. Setelah selesai proses pemasakan kemudian wadah diberi penutup, diikat dan siap dipasarkan. Wadah perebus yang digunakan biasanya terbuat dari tanah (paso), logam (badeng), dan lain-lain.

b. Pemindangan air garam, yaitu proses pemindangan dimana ikan dan garam yang telah tersusun dalam wadah tembus air (besek, keranjang bambu) dicelupkan dalam larutan garam mendidih dan direbus selama waktu yang singkat dalam beberapa menit. Setelah perebusan, wadah dimana ikan tersusun kemudian diangkat, disiram atau direndam sebentar dengan air tawar mendidih untuk membersihkan permukaan ikan, selanjutnya ditiriskan dan didinginkan. Setelah itu produk siap untuk didistribusikan dan dipasarkan..

Pada prinsipnya, pembuatan ikan pindang terdiri dari beberapa tahap, yaitu:
a. Pemilihan bahan baku.
Ikan yang akan diproses menjadi ikan pindang dipisahkan sesuai jenis, ukuran, dan tingkat kesegaran.
b. Persiapan peralatan dan bahan.
Wadah yang digunakan untuk proses pemindangan bisa terbuat dari tanah liat atau besi/seng. Bila ikan tidak disusun secara langsung dalam tempat perebusan, maka diperlukan keranjang dari anyaman bambu sebagai tempat menyusun ikan. Peralatan lain dan bahan yang diperlukan diantaranya pisau, timbangan, talenan, saringan, air, dan garam.
c. Penyiangan dan pencucian.
 Ikan yang berukuran besar disiangi dengan cara dibuang isi perut, insang, dan sisik. Ikan dibelah dan dipotong-potong sesuai ukuran yang diinginkan.
 Ikan yang berukuran sedang hanya disiangi dengan membuang isi perut, insang, dan sisik tanpa proses pembelahan/ pemotongan. Pembuangan isi perut dilakukan dengan cara menariknya dari lubang tutup insang sehingga dinding perutnya tidak rusak atau robek.
 Ikan dicuci menggunakan air bersih yang mengalir.
 Ikan ditiriskan dalam keranjang dengan posisi rongga perut menghadap ke bawah agar tidak ada air yang menggenang di rongga perutnya.
 Ikan ditimbang untuk mengetahui jumlah garam dan bumbu yang harus ditambahkan pada proses pemindangan.

d. Penyusunan ikan.
Ikan disusun rapi dan teratur dalam wadah/keranjang. Jika ikan disusun secara langsung dalam wadah perebusan maka bagian bawah wadah dilapisi anyaman bambu atau daun pisang kering agar ikan tidak lengket di dasar wadah dan tidak hangus.

e. Pemberian garam.
Pemberian garam berfungsi untuk memberikan rasa gurih, menurunkan kadar air tubuh ikan, serta menghambat pertumbuhan bakteri pembusuk. Garam ditaburkan secara merata pada seluruh lapisan ikan. Garam yang digunakan berbentuk kristal sekitar 5% - 25%. Setelah garam ditaburkan pada semua lapisan ikan, selanjutnya dilakukan penambahan air untuk proses perebusan.

Selain menggunakan garam kristal, proses pemindangan juga bisa menggunakan larutan garam yang dituangkan ke dalam wadah yang telah berisi ikan. Semua ikan harus terendam agar mutu dan rasa ikan pindang yang dihasilkan seragam.

f. Perebusan.
 Wadah ditutup rapat dan dilakukan proses perebusan selama 0,5 – 1 jam tergantung ukuran ikan yang diproses.
 Pengecekan dilakukan secara berkala selama perebusan. Bila perlu, tambahkan air selama proses perebusan.
 Setelah selesai proses perebusan, ikan pindang ditiriskan dan didinginkan.

g. Pengemasan dan penyimpanan.
Ikan pindang yang telah matang didinginkan dan dikemas. Agar tidak terkontaminasi oleh kotoran dari luar, maka ikan pindang harus dikemas dengan rapat dan rapi sehingga mutunya tetap terjaga. Jangan menyimpan ikan pindang di tempat panas dan lembab karena akan menyebabkan aktivitas enzim dan bakteri pembusuk kembali meningkat. Ikan pindang yang dikemas dengan plastik vacum udara memiliki daya tahan yang lebih lama dibandingkan dengan cara pengemasan lainnya.

Agar daya awet ikan pindang lama, maka ada beberapa hal yang harus diperhatikan pada proses penyimpanannya, antara lain:

 Ruang penyimpanan harus bersih, kering, tidak lembab, dan sejuk. Ikan pindang bisa juga disimpan dalam ruang pendingin.
 Sirkulasi udara tempat penyimpanan harus lancar.
 Tidak menyimpan benda-benda asing yang dapat mencemari produk di tempat penyimpanan ikan pindang.
 Wadah penyimpanan ditutup rapat agar tidak terkontaminasi dari luar.

Keberhasilan proses pemindangan dan kualitas produk yang dihasilkan dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya:
a. Kesegaran ikan. 
b. Kualitas garam
c. Sanitasi dan higiene.
d. Pengemasan dan penyimpanan.

Umur simpan ikan pindang bervariasi tergantung metode pemindangan yang digunakan, yaitu antara 2 hari sampai 3 minggu. Bila disimpan di udara terbuka, daya awet ikan pindang hanya sekitar 2 – 3 hari. Ikan pindang yang berukuran besar seperti tongkol, mempunyai daya awet yang lebih singkat dibandingkan dengan ikan pindang yang berukuran kecil, seperti ikan layang atau lemuru.

Pengemasan dan penyimpanan ikan pindang harus benar-benar diperhatikan agar mutu ikan pindang tidak menurun. Wadah ikan harus tertutup rapat agar tidak terkontaminasi oleh kotoran dari luar dan disimpan ditempat yang kering dan sejuk. Jangan menyimpan wadah di tempat panas atau lembab, karena akan menyebabkan aktivitas bakteri dan enzim pembusuk kembali meningkat.

Kerusakan awal pada ikan pindang terlihat dengan mulai berlendir, lembek, dan lengket. Baunya pun menjadi tidak sedap. Kerusakan selanjutnya makin hebat, yaitu tumbuh jamur. Di dalam kondisi tersebut, pindang tidak layak lagi dikonsumsi.Contohikan pindang yang kualitasnya jelek disajikan pada Gambar 5.


Gambar 5. Ikan pindang yang kualitasnya jelek

Ikan pindang yang baik harus memenuhi kriteria tertentu. Cara paling mudah untuk menilai mutu ikan pindang yaitu dengan menilai mutu sensorisnya. Memang ada cara pengujian lain yang lebih objektif, yaitu pengujian kimia dan mikrobiologis. Namun, kedua cara pengujian itu hanya untuk melengkapi mutu sensoris. Minimal empat parameter sensoris yang dinilai, yaitu :

a. Rupa dan Warna
Ikan utuh tidak patah, mulus tidak terluka atau lecet, bersih, tidak terdapat benda asing, tidak ada endapan lemak, garam atau kotoran lain. Warna spesifik untuk tiap jenis, cemerlang, tidak berjamur, dan tidak berlendir

b. Bau
Bau spesifik pindang atau seperti bau ikan rebus, gurih, segar, tanpa bau tengik, masam, basi atau busuk.

c. Rasa
Gurih spesifik pindang, enak, tidak terlalu asin, rasa asin merata, dan tidak ada rasa asin.

d. Tekstur
Daging pindang kompak, padat, cukup kering, dan tidak berair atau tidak basah (kesat).Mutu ikan pindang yang berkualitas tinggi..


Referensi
  1. Abbas Siregar Djarijah, Ir . 1995. Ikan Asin. PT Kanisius – Yogyakarta.
  2. Ali, Hikmah M. Pengemasan, Pengepakan, dan Pelabelan Hasil Ternak. 2008. Teknologi Hasil Ternak, niversitas Hassanudin. Makasar
  3. A.S. Murniyati, Ir dan Sunarman, Ir . 2000. Pendinginan Pembekuan dan Pengawetan Ikan. PT Kanisisus. Yogyakarta. Buckle et al. 1985. Ilmu Pangan. UI Press. Jakarta .
  4. Budiman, Muhammad Syarif. 2004. Teknik Penggaraman dan Pengeringan. Dikdasmen Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta.
  5. Budiman, Muhammad Syarif. 2004. Teknik Pemindangan. Dikdasmen Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta.







Tidak ada komentar:

Posting Komentar