Minggu, 26 September 2021

Pengolahan Hasil Perikanan - Terasi

Terasi atau belacan adalah salah satu produk awetan yang berasal dari ikan dan udang rebon segar yang telah diolah melalui proses pemeraman atau fermentasi, disertai dengan proses penggilingan dan penjemuran terasi. Pada umumnya bentuk terasi berupa padatan, kemudian teksturnya agak kasar, dan memiliki khas aroma yang tajam akan tetapi rasanya gurih (Pierson, 2013).
Kamu mungkin sudah cukup familiar dengan terasi. Salah satu jenis bumbu masak yang terbuat dari ikan atau udang yang difermentasikan hingga punya rasa dan aroma khas tertentu. Menurut buku “Makanan Tradisional Indonesia: Kelompok Makanan Fermentasi dan Makanan yang Populer di Masyarakat” (2016) karya Eni Harmayani, Umar Santoso, dan Murdijati Gardjito terbitan Gadjah Mada University Press, terasi umumnya berbentuk pasta dan memiliki warna hitam kecoklatan atau kemerahan. 

Bedanya Terasi Cirebon dan Madura, Dilihat dari Warna Terasi juga sering disebut sebagai belacan di Indonesia. Warna hitam pada terasi biasanya berasal dari pigmen ikan. Sementara terasi yang berwarna coklat kemerahan berasal dari pigmen udang. Menurut Executive Chef GH Universal Hotel Bandung Anton Kuswendi, karena aroma dan rasa terasi yang khas itulah penggunaan terasi tidak terlalu luas. Namun terasi cukup fleksibel pengolahannya, bisa digunakan langsung saat mentah atau pun dimasak. 

Terasi atau belacan digunakan di masakan tertentu dan penggunaannya tidak banyak, misalkan sup dan sambal,” jelas Anton pada Kompas.com, Jumat (23/4/2021). Terasi punya aroma dan rasa yang sangat kuat. Biasanya terasi dibakar atau digoreng dulu sebelum digunakan pada masakan untuk memunculkan rasa dan aroma yang lebih nikmat. Penggunaan terasi juga akan membuat masakan jadi punya rasa dan aroma yang lebih kaya. 

Terasi merupakan bumbu penting khususnya di sajian khas Asia Tenggara. Daerah di Indonesia yang terkenal sebagai penghasil terasi adalah Bangka, Cirebon, Tuban, dan Lombok. Terasi dari daerah Bangka sering disebut belacan. Menurut Travelling Chef Wira Hardiansyah dalam berita Kompas.com, terasi Bangka mudah dikenali karena memiliki warna cerah merah hingga ungu. 
Terasi Bangka juga punya aroma dan rasa gurih yang kuat serta memiliki tekstur yang agak kasar,” imbuh Wira. Lalu terasi yang berasal dari Tuban, Jawa Timur terkenal karena tidak menggunakan pengawet dan dibuat dari udang rebon berkualitas. Sementara terasi Lombok punya ciri khas warna gelap pekat dan bearoma gurih menyengat. Pasalnya, terasi Lombok tak hanya dibuat dengan udang rebon saja, tapi juga ada terasi ikan dan terasi campuran dengan rasa dan aroma yang khas. 

Terasi di Rembang, Jawa Tengah disebut terasi petis karena bahannya perpaduan antara terasi dengan petis. Rasanya lebih gurih dan aroma yang menyengat. Terasi di negara lain Terasi tak hanya ada di Indonesia saja. Kuliner Asia Tenggara lain seperti Melayu dan Thailand banyak juga yang menggunakan terasi. 

Istilah belacan umum digunakan di Malaysia dan Singapura, serta beberapa bagian di Indonesia. Kemudian di Myanmar disebut ngapi seinsa, sedangkan di Filipina disebut bagoong alamang. Di Thailand dikenal dengan kapi. Vietnam ada mam ruoc dan mam tom. Jepang dan Korea juga ada memiliki bahan makanan mirip terasi. Ada fermentasi udang atau hewan laut kecil lainnya yang disebut shiokara di Jepang. Sementara di Korea dikenal dengan nama sae woo jeot. “Bentuknya lebih mirip petis di Indonesia, yakni pasta. Bisa dicampur dengan air untuk dijadikan kaldu atau bumbu cocol,” imbuhnya. Hasil fermentasi serupa bisa ditemui di kawasan Kamboja, Laos, dan beberapa daerah Filipina (daerah Luzon dan Visaya), dan Myanmar.

Ada dua macam terasi diperdagangkan di pasar, yaitu terasi udang dan terasi ikan. Jenis terasi udang umumnya mempunyai warna cokelat kemerahan pada produk yang dihasilkan, sedangkan pada terasi ikan hasilnya berwarna kehitaman. Terasi biasa digunakan sebagai penyedap sehingga pemakaian terasi dalam masakan sangat sedikit, hal ini mengakibatkan kandungan yang terdapat dalam terasi tidak banyak berperan (Yuniar, 2010).

Terasi merupakan produk awetan ikan atau rebon yang telah diolah dengan proses pemeraman dan fermentasi, lalu dilakukan penggilingan dengan cara penumbukan dan penjemuran selama sehari. Proses pembuatan produk terasi juga ditambahkan garam yang berfungsi untuk bahan pengawet, bentuknya seperti pasta dan berwarna hitam-coklat, dan bisa dengan bahan pewarna sehingga menjadi kemerahan. Bau khas dari terasi sangatlah tajam dan biasanya dipergunakan sebagai sambal terasi (Nasution, 2013). Kandungan gizi terasi disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Kandungan gizi terasi

Sumber: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2012)

Terasi adalah salah satu produk hasil fermentasi ikan atau udang yang mengalami perlakuan penggaraman (tanpa diikuti dengan penambahan warna), kemudian didiamkan beberapa saat agar terjadi proses fermentasi. Dalam pembuatan terasi proses fermentasi berlangsung karena adanya aktivitas enzim yang berasal dari ikan (udang). Fermentasi adalah salah satu proses penguraian senyawa-senyawa yang lebih sederhana oleh enzim atau fermentasi yang berasal dari tubuh ikan itu sendiri atau dari mikroorganisme dan berlangsung dalam kondisi lingkungan terkontrol. Proses penguraian ini berlangsung dengan atau tanpa aktivitas mikroorganisme, terutama dalam golongan jamur dan ragi (Afrianto dan Liviawati, 2005).

Proses Pembuatan Terasi Udang
Menurut Hadiwiyoto (1983), langkah-langkah pembuatan terasi adalah sebagai berikut:

1. Pencucian
Rebon, udang kecil atau ikan yang masih segar dicuci dengan air bersih agar kotoran, lendir dan bahan-bahan asing yang terikut serta pada waktu penangkapan menghilang.

2. Penjemuran
Rebon yang telah bersih dijemur pada tempat terbuka yang terkena sinar matahari langsung. Pada proses penjemuran tidak diperkenankan memakai lapisan tebal agar rebon cepat kering. Rebon yang dijemur harus dibolak-balik dan apabila terdapat kotoran maka dibuang. Tujuan penjemuran adalah untuk mengeringkan rebon agar tidak basah atau lembek pada saat digiling.

3. Penggilingan
Rebon yang sudah kering digiling atau ditumbuk sampai halus, kemudian ditambahkan garam atau kadang-kadang ditambahkan zat warna dan tepung tapioka. Jumlah bahan-bahan yang ditambahkan akan menentukan mutu terasi tersebut.

4. Pemeraman
Setelah itu adonan yang telah jadi dibuat gumpalan-gumpalan dengan dikepal- kepal, lalu dibungkus dengan tikar atau daun kering. Kemudian diperam selama semalam. Pemeraman ini merupakan proses fermentasi tahap awal.

5. Pemeraman II
Setelah hari kedua bungkusnya dibuka, kemudian adonan dihancurkan lagi dengan cara digiling atau ditumbuk sampai halus. Setelah dianggap cukup, dibuat gumpalan-gumpalan sekali lagi dan dibungkus seperti semula.

6. Pemeraman III
Pemeraman selanjutnya dilakukan selama 4-7 hari. Pemeraman ini merupakan proses fermentasi tahap II, pada proses ini akan mulai timbul bau khas terasi. Setelah pemeraman selesai, terasi diiris-iris dalam ukuran-ukuran tertentu untuk dijual. 

Diagram alir pembuatan terasi dapat dilihat pada Gambar 2.


Gambar 2. Diagram alir pembuatan terasi Sumber: Hadiwiyoto (1983)

Standar Mutu Terasi
Berdasarkan SNI 2716.1–2009, SNI 2716.2–2009 dan SNI 2716.3–2009, terasi udang adalah produk olahan hasil perikanan dengan menggunakan bahan baku yang mengalami perlakuan fermentasi. Bahan baku utama untuk membuat tereasi udang yaitu udang segar dan udang kering. Jenis bahan baku yang digunakan yaitu udang rebon.

Bahan baku kering secara organoleptik mempunyai karakteristik sebagai berikut. : 
  • Kenampakan : utuh, bersih, warna spesifik jenis
  • Bau : spesifik jenis
  • Tekstur : padat, kompak
Bahan tambahan yang digunakan yaitu air dan es. Bahan utama lainnya yang digunakan adalah garam. Peralatan yang digunakan untuk membuat terasi udang adalah alat penggiling, alat pengering, bak/ember plastik, keranjang plastik, meja proses, pengaduk, dan timbangan. Persyaratan untuk peralatan dan perlengkapan yang digunakan dalam penanganan terasi udang adalah tidak mengelupas, tidak berkarat, tidak merupakan pencemaran jasad renik, tidak retak dan mudah dibersihkan. Semua peralatan dalam keadaan bersih sebelum, selama, dan sesudah digunakan.

Penanganan dan pengolahan untuk terasi udang adalah:
  1. Penerimaan bahan baku, yaitu bahan baku\udang segar dan udang kering serta bahan lainnya. Bahan baku yang diterima diuji secara organoleptik untuk mengetahui mutu secara cepat, cermat, dan saniter. Bahan baku diberi kode dan diidentifikasi untuk kemudahan dalam penelusuran tracebillity dan diperlukan sampai produk akhir.
  2. Sortasi, dilakukan untuk mendapatkan bahan baku yang mutunya baik dan sejenis yang sesuai spesifikasi. Udang dipisah dari ikan dan benda asing lainnya secara cepat, cermat, dan saniter. Suhu produk dipertahankan antara 0–5 oC agar udang rebon tetap segar.
  3. Pencucian dengan menggunakan air bersih secara cepat, cermat, dan saniter.
  4. Penirisan, bertujuan untuk mendapatkan udang rebon tiris dan sesuai spesifikasi. Udang rebon dimasukkan kedalam wadah keranjang hingga tiris dan dilakukan secara cermat dan saniter.
  5. Penimbangan, dilakukan untuk mendapatkan berat udang rebon guna menentukan konsentrasi garam.
  6. Penggaraman, udang rebon dimasukkan kedalam wadah kemudian ditaburi garam sesuai spesifikasi, selanjutnya diaduk sampai homogen secara cepat, cermat, dan saniter.
  7. Pengeringan I, udang rebon diletakan secara merata diatas alat pengeringan sampai setelah kering.
  8. Penggilingan I, udang rebon digiling secara cepat, cermat, dan saniter di alat penggilingan.
  9. Fermentasi, udang giling dimasukkan kedalam wadah tertutup rapat tanpa rongga udara dan diperam selama 11–12 jam pada suhu ruang.
  10. Pengeringan II. Setelah difermentasi, udang rebon diletakan di alat pegeringan sampai setengah kering.
  11. Penggilingan II, terasi digiling secara cepat dan cermat.
  12. Pencetakan, adonan terasi udang yang telah digiling untuk kedua kalinya ditimbang dan dilakukan pencetakan.
  13. Pengepakan, produk akhir terasi udang dimasukan ke dalam kemasan.
Selanjutnya produk dimasukkan ke dalam master karton secara cepat, cermat, dan saniter sesuai label 

Referensi

  1. Adawyah, R. 2007. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. Bumi Aksara. Jakarta.
  2. Anonimous.(2004). Direktorat Ikan Konsumsi dan Produk Olahan. Jakarta: Dit. Jen.Peningkatan Kapasitas Kelembagaan dan Pemasaran- Departemen Kelautan dan Perikanan.
  3. Aryansfirdaus, 2012 ,http://jurnal.unmuhjember.ac.id/index.php/AGRITROP/article/view/435
  4. Dasir, Suyatno, 2019,  Teknologi Pengolahan dan Pengawetan Ikan, Noer Fikri Offset, Palembang 
  5. Hadiwiyoto. 1993.Teknologi pengolahan hasil perikanan. Liberty. Yogyakarta.
  6. Muchtadi, T. R. 1995. Teknologi Proses Pengolahan Pangan. Departemen Pendidikan dan kebudayaan, Direktorat jendral pendidikan Tinggi, Pusat Antar Universitas Pangan & Gizi. Institut Pertanian Bogor, Bogor.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar