Minggu, 26 September 2021

Pengolahan Hasil Perikanan - HACCP Pengalengan Ikan

Pengalengan ikan merupakan proses pengawetan ikan dengan memanaskannya pada suhu tertentu kemudian menempatkan ikan tersebut dalam wadah tertutup seperti kaleng. Wadah tersebut harus kedap udara, air, mikroorganisme, dan benda asing lainnya. Pengalengan ikan sendiri mampu menambah umur simpan suatu produk ikan mulai dari 1 hingga 5 tahun.
Proses pengalengan ikan sendiri terdapat beberapa tahap, di mana setiap tahap pastinya perlu memperhatikan poin kritis. Tahap-tahap tersebut adalah sebagai berikut.

Penyiapan wadah (kaleng)
Dalam langkah penyiapan wadah ini, kebersihan kaleng harus dipastikan sebelumnya melalui proses pencucian. Kemudian ada juga proses labelling atau kode tentang tanggal, tempat, maupun nomor batch pengolahan.

Penyiapan bahan mentah
Bahan mentah alias bahan baku yang diperlukan adalah ikan. Nah, ikan ini akan dilakukan sortasi terlebih dahulu mana yang memenuhi spesifikasi. Kemudian ada proses pembersihan dan juga cutting untuk memotong kepala ikan serta mengeluarkan isi perut.

Pengisian (filling)
Pada proses ini akan dilakukan pengisian ikan dan bumbunya ke dalam kaleng. Pengisian pun sudah diatur sedemikian rupa, dalam ukuran kaleng tertentu, berapa ikan yang harus dimasukkan, dan lain sebagainya. Kaleng / wadah harus 10% kosong dari kapasitas wadah setelah pengisian untuk memberi ruang saat proses sterilisasi apabila ada pengembangan isi.

Penghampaan udara (exhausting)
Pada proses ini akan dilakukan penarikan oksigen dan gas-gas lain dari wadah, kemudian baru kaleng ditutup. Tujuan dari proses ini adalah mencegah kaleng mengalami korosi dan mencegah terjadinya perubahan / kerusakan pada produk.

Penutupan wadah
Pada proses penutupan wadah, pastinya diatur sesuai standar agar faktor-faktor penyebab pembusukan tidak lagi bisa masuk ke dalam kaleng. Setelah penutupan, dilakukan pemeriksaan ulang dan pembersihan apabila ada bahan-bahan yang menempel pada bagian luar kaleng.

Sterilisasi
Proses sterilisasi meliputi proses pemanasan wadah dengan suhu tertentu dalam jangka waktu tertentu, biasanya 121°C selama 20-40 menit (tergantung produk makanannya). Tujuannya adalah menghilangkan faktor-faktor penyebab kerusakan makanan.

Pendinginan (cooling)
Selanjutnya adalah proses cooling di mana produk didiamkan / diistirahatkan dulu agar air yang menempel di wadah setelah pemanasan cepat menguap. Selain itu juga agar produk dalam kaleng tidak over cooking.

Labelling dan Penyimpanan
Pemberian label bertujuan untuk memberi tanda tanggal produksi dan penentuan masa kedaluwarsa produk. Kemudian dilakukan penyimpanan dengan suhu tertentu untuk menjaga kualitas ikan kaleng tetap baik sebelum distribusi.

Pengendalian HACCP pada Pengalengan Ikan 

A. HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point)
HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) adalah suatu sistem jaminan mutu yang mendasarkan kepada kesadaran bahwa hazard (bahaya) dapat timbul pada berbagai titik atau tahap produksi tertentu, tetapi dapat dilakukan pengendalian untuk mengontrol bahaya-bahaya tersebut. HACCP lebih mengutamakan tindakan antisipasi dan pencegahan daripada mengandalkan pengujian produk akhir (Winarno, 2004).

Tujuh prinsip HACCP adalah:
1. Mendaftar semua potensi bahaya yang berhubungan dengan produksi pangan pada semua tahapan, menganalisa bahaya dan menentukan tindakan pencegahan untuk pengendaliannya.
2. Menentukan critical Control Point (CCPs).
3. Menetapkan batas kritis yang harus dicapai untuk menjamin bahwa CCP berada dalam kendali.
4. Menetapkan prosedur pemantauan/pengendalian (monitoring) dari CCP dengan cara pengujian atau pengamatan.
5. Menetapkan tindakan koreksi jika hasil pemantauan menunjukkan bahwa CCP tertentu tidak terkendali.
6. Menetapkan prosedur verifikasi yang mencakup pengujian tambahan dan prosedur penyesuaian yang menyatakan bahwa sistem HACCP berjalan efektif.
7. Menetapkan penyimpanan catatan dan dokumentasi mengenai semua prosedur, prinsip-prinsip HACCP dan penerapannya. (Winarno, 2004) 

Tahap-tahap penerapan HACCP pada industri pangan meliputi:
1. Penyusunan tim HACCP (maksimum 5 orang dan minimum 3 orang, anggota tim harus mendapat pelatihan penerapan HACCP dan inspeksi HACCP secara cukup).
2. Pendeskripsian produk.
3. Identifikasi tujuan penggunaan produk.
4. Pembuatan diagram alir.
5. Verifikasi diagram alir di unit produksi.
6. Pendaftaran semua potensi bahaya, penganalisaan bahaya, dan penentuan tindakan pencegahan.
7. Penentuan CCPs.
8. Penetapan batas kritis untuk setiap CCPs.
9. Penetapan sistem monitoring untuk setiap CCP.
10. Penetapan tindakan koreksi untuk penyimpangan yang mungkin terjadi.
11. Penetapan prosedur verifikasi.
12. Penetapan penyimpanan catatan dan dokumentasi.

B. Deskripsi produk

Komposisi:
mackerel, air, pasta tomat, garam, xanthan gum.

Nutrition fact/100g:
- Total fat : 12,7 g
- Saturated fat : 7,3 g
- Cholesterol : 22,5 mg
- Protein : 12,6 g
- Total karbohidrat : 0 g
- Serat pangan : 2,4 g
- Gula : 0,1 g
- Natrium : 255 mg
- Total energi :165 kCal

C. Diagram Alir Proses Pengalengan



1. Pembersihan wadah (kaleng)
Proses pembersihan harus rutin dilakukan untuk menjamin mutu dan keamanan produk pangan yang dihasilkan. Pembersihan secara fisik dilakukan dengan cara penyikatan, penyemprotan dengan air, atau penyedotan dengan pembersih vakum. Pembersihan secara kimia dilakukan dengan menggunakan deterjen, basa, atau asam, atau gabungan dari cara fisik dan kimia.

Dalam proses pembersihan dibutuhkan sumber air bersih dan air panas, serta desifektan yang aman bagi pangan, di mana tidak akan terdapat sisa-sisa desinfektan tersebut baik berupa bau maupun sisa desinfektan yang sulit dihilangkan. Apabila hal-hal tersebut tidak diperhatikan, maka produk yang dihasilkan akan terpengaruh, baik dari segi cita rasa maupun keamanannya.

Program pembersihan dan desinfeksi harus dilakukan terus- menerus secara berkala serta dipantau ketepatan dan efektivitasnya serta dicatat. Catatan program pembersihan harus mencakup:

1. Luasan, benda, peralatan atau perlengkapan yang harus dibersihkan
Pada suatu proses pengalengan, pada alat-alat yang digunakan terkadang terdapat sisa kotoran dari kegiatan produksi sebelumnya sehingga harus dibersihkan. Peralatan yang digunakan sebaiknya tidak memiliki sudut yang tajam yang dapat mengakibatkan kesulitan dalam pembersihan serta menyebabkan adanya kotoran yang tertinggal karena merupakan sudut mati yang sulit dibersihkan. Kaleng yang digunakan umumnya berbentuk silinder atau balok namun dengan sudut-sudut yang melengkung, sehingga untuk pembersihannya akan lebih mudah.

2. Karyawan yang bertanggung jawab terhadap pembersihan, cara dan frekuensi pembersihan
Pada tahapan ini baik dilakukan dengan menggunakan alat maupun secara manual (manusia), tetap harus ada bagian yang mengontrol dan mengawasi proses ini agar berjalan dengan baik dan rutin dan disertai dengan pencatatan sehingga dapat terpantau dengan baik.

3. Cara memantau kebersihan
Sebaiknya peralatan yang digunakan dapat dibongkar, sehingga ketika dibersihkan alat-alat tersebut dapat dibersihkan hingga bagian dalamnya di mana terkadang ada kotoran yang masuk ke bagian dalam mesin. Selain itu, sebaiknya dihindari menggunakan peralatan yang terbuat dari kayu, karena peralatan dari kayu umumnya memiliki sudut-sudut yang sulit dibersihkan dan juga akan rawan apabila dimakan oleh rayap dan terkadang serbuk-serbuk kayu tersebut dapat mengkontaminasi produk. Akan lebih baik apabila peralatan yang digunakan yaitu peralatan yang terbuat dari aluminium atau baja tahan karat (stainlessteel).

2. Pemberian kode
Pemberian kode harus sangat diperhatikan. Dalam proses produksi akan terdapat berbagai macam bahan-bahan yang akan dibutuhkan dalam proses produksi, maka dari itu tiap bahan harus diberi kode masing-masing agar tidak terjadi kesalahan dalam penggunaan bahan. Sebagai contoh, terkadang ada larutan yang memiliki ciri-ciri yang sama, padahal yang satu merupakan desinfektan dan yang lain adalah larutan untuk disampurkan dalam bahan. Apabila tidak dilakukan pengkodean maka bisa-bisa desinfektan tersebut yang dicampurkan dalam makanan yang juga dikarenakan kesalahan dalam penempatan di mana seharusnya bahan- bahan yang berbahaya tidak boleh disimpan pada satu tempat bersama dengan bahan lainnya. Sebagai contoh lain, untuk pipa dalam pabrik juga perlu diberi kode yang menunjukkan masing-masing fungsi. (Departemen Agroindustri Keamanan Pangan, 2010)

3. Sortasi/grading
Dalam memilih bahan yang akan digunakan, harus memperhatikan kondisi kesegaran bahan agar mampu menghasilkan mutu dan kualitas produk yang baik. Kesegaran ikan dapat dilihat berdasarkan hal-hal berikut:

1. Mata
Memilih ikan yang metanya masih bening dan cerah serta apabila ditekan matanya masih menonjol dan tidak masuk.

2. Sisik
Ikan yang segar, sisiknya masih terlihat bercahaya dan masih utuh serta melekat kuat. Salah satu ciri ikan segar adalah lendir masih terlihat jernih dan tidak terlalu kental.

3. Insang
Ikan yang masih segar, insangnya berwarna merah cerah. Ikan yang tak segar lagi ingsangnya berwarna coklat pucat dan berlendir, serta berbau amis.

4. Daging
Warna daging ikan juga dapat digunakan sebagai parameter kesegaran, apabia warna dagingnya masih cerah dan tidak pucat, berarti ikan tersebut masih segar selain itu apabila ditekan maka akan terasa keras dan kenyal, sedangkan ikan yang sudah tidak segar lagi dagingnya lembek dan membekas bila ditekan.

5. Aroma
Ikan yang masih segar mengeluarkan aroma air segar atau air laut. Jika mulai berbau anyir, ikan sudah mulai busuk. (Anonimus1, 2010)

4. Pembersihan
Pembersihan bertujuan untuk menghilangkan kotoran-kotoran dan mengurangi mikroba awal dari bahan baku. Pencucian dilakukan dengan cara merendam atau menyemprot ikan dengan air dingin.

5. Penyiangan dan Pencucian
Penyiangan ikan meliputi penghilangan kepala, ekor, dan tulang, serta pembersihan isi perut dan insang. Pembersihan isi perut dan insang bertujuan untuk mengurangi mikroba awal. Setelah penyiangan dilakukan pencucian kembali untuk menghilangkan darah dan lendir pada ikan. (Anonimus2, 2003)

6. Penambahan garam 1-2% (b/b) dan minyak
Larutan garam dan minyak digunakan sebagai medium pengalengan ikan. Garam yang digunakan untuk membuat larutan garam harus murni dan tidak mengandung magnesium klorida, kontaminan yang biasanya terdapat pada garam yang tidak dimurnikan. Jika garam terlalu banyak mengandung magnesium klorida maka dapat terbentuk kristal dalam ikan kaleng. Keuntungan penggunaan larutan garam adalah mencerahkan kenampakan ikan dengan menghilangkan lendir yang tersisa dan mengencangkan kulit. Minyak yang digunakan biasanya terbuat dari minyak nabati, misalnya minyak kedelai dan minyak zaitun. (Anonimus2, 2003)

Penambahan medium bertujuan untuk memberikan penampilan dan rasa yang spesifik pada produk akhir, sebagai media pengantar panas sehingga memperpendek waktu proses, meningkatkan derajat keasaman, dan mengurangi terjadinya karat pada bagian dalam kaleng. Ikan termasuk ke dalam makanan golongan berasam rendah, yaitu mempunyai kisaran pH 5,6 - 6,5. Medium pengalengan dapat meningkatkan derajat keasaman (menurunkan pH), sehingga produk dalam kaleng menjadi awet. Clostridium botulinum tidak dapat tumbuh pada pH di bawah 4,6.

7. Pengisian (Filling)
Pengisian bahan dilakukan dapat dilakukan menggunakan tangan ataupun dengan mesin. Pengisian bahan kedalam kaleng jangan terlalu penuh dan harus di sisakan tempat kosong (head space) di atas wadah (max 10% dari kapasitas wadah) agar pada saat proses sterilisasi masih ada tempat untuk pengembangan isi, karena bila tempat kosong yang disisakan terlalu kecil akan berbahaya karena ujung kaleng akan pecah akibat pengembangan isi selama pengolahan, sebaliknya bila tempat kosong tersebut terlalu besar, maka udara yang terkumpul di dalam ruang lebih banyak, sehingga dapat menyebabkan oksidasi dan perubahan warna ikan. (Anonimus3, 2009)

8. Pembuangan udara/ penghampaan
Penghampaan dilakukan untuk memperoleh keadaan vakum dalam wadah yaitu dengan jalan mengeluarkan udara terutama oksigen yang ada dalam head space. Penghampaan ini dapat dilakukan menggunakan pompa vakum atau dengan pengisian panas (bahan di panaskan 71-82°C kemudian diisikan panas kedalam wadah dan langsung di tutup). Proses ini harus di jaga agar benar-benar hampa supaya tidak ada oksigen dalam bahan yang dapat menyebabkan aktivitas mikroba. (Anonimus3, 2009)

9. Penutupan wadah/sealing
Penutupan kaleng dilakukan dengan alat khusus. Sealing harus sempurna, supaya faktor-faktor penyebab kerusakan tidak dapat masuk lagi ke dalam wadah setelah dilakukan sterilisasi, sebab kebocoran dapat merusak produknya. Sebelum wadah ditutup diperiksa dahulu apakah head space-nya sudah cukup dan sesuai dengan perhitungan. Setelah ditutup sempurna, kaleng/wadah perlu dibersihkan jika ada sisa-sisa bahan yang menempel pada dinding kaleng / wadah. Pencucian dilakukan dengan air panas (suhu sekitar 82,2 oC) yang mengandung larutan H2PO4dengan konsentrasi 1,0 – 1,5 %, kemudian dibilas dengan air bersih beberapa kali. (Anonimus3, 2009)

10. Sterilisasi
Sterilisasi bertujuan untuk membunuh bakteri patogen dan pembusuk. Sterilisasi merupakan CCP pada pengalengan ikan. Suhu pemanasan pada sterilisasi harus mencapai ±121ºC dengan waktu 20-40 menit. Bahaya bila suhu dan waktu sterilisasi tidak terpenuhi adalah adanya mikroba kontaminan yang belum mati dapat menyebabkan kerusakan produk dan mengganggu kesehatan konsumen seperti Clostridium botulinum. Monitoring dilakukan terhadap air yang dipakai. Air yang kotor dapat menyebabkan kontaminasi bakteri.

11. Pendinginan
Pendinginan bertujuan untuk mencegah tumbuhnya spora-spora dari bakteri perusak yang belum mati (shocking thermal). CCP pada pendinginan ini adalah penyemprotan dengan air dingin sampai suhu mencapai 35-40 ºC. Bahaya bila suhu pendinginan di bawah suhu kamar adalah air yang menempel pada wadah sulit menguap dan dapat menyebabkan karat. Monitoring dilakukan terhadap air yang dipakai. Air yang kotor dapat menyebabkan kontaminasi bakteri.

12. Penyimpanan
CCP pada penyimpanan ini meliputi suhu ruang penyimpanan, kelembaban, dan tidak terpapar cahaya matahari langsung. Suhu ruang penyimpanan adalah suhu kamar atau suhu rendah (di bawah 10 ºC), bertujuan untuk mencegah kerusakan dan pembusukan. Kelembaban ruang penyimpanan harus rendah untuk mencegah karat dan tumbuhnya jamur. Bahaya dari suhu penyimpanan yang terlalu tinggi adalah mempercepat kerusakan cita rasa, warna, tekstur, dan vitamin.

Kesimpulan

CCPs pada pengalengan ikan meliputi proses:
  • Pengisian (filling) harus disisakan ruang kosong (max 10% dari kapasitas wadah) agar pada saat proses sterilisasi masih ada tempat untuk pengembangan isi.
  • Penghampaan dengan menggunakan pompa vakum atau dengan pengisian panas (bahan di panaskan 71-82°C kemudian diisikan panas kedalam wadah dan langsung di tutup) supaya tidak ada oksigen dalam bahan yang dapat menyebabkan aktivitas mikroba.
  • Penutupan wadah (sealing) harus sempurna supaya faktor-faktor penyebab kerusakan tidak dapat masuk lagi ke dalam wadah setelah dilakukan sterilisasi.
  • Sterilisasi harus mencapai ±121ºC dengan waktu 20-40 menit agar seluruh mikroorganisme patogen mati.
  • Pendinginan dilakukan dengan penyemprotan air dingin sampai suhu mencapai 35-40 ºC untuk mencegah tumbuhnya spora-spora dari bakteri perusak yang belum mati (shocking thermal).
  • Suhu ruang penyimpanan adalah suhu kamar atau suhu rendah (di bawah 10ºC), bertujuan untuk mencegah kerusakan dan pembusukan. Kelembaban ruang penyimpanan harus rendah untuk mencegah karat dan tumbuhnya jamur.
Referensi
  1. Anonimus1. 2010. Memilih Ikan Segar. http://kosmo.vivanews.com.
  2. Anonimus2. 2003. Pengalengan Ikan. http://unhas.ac.id/gdln/dirpan/pengalengan.
  3. Anonimus3. 2009. Pengalengan Ikan. http://www.x3- prima.com/
  4. Amanda Gabriella Chandra, dkk, 2010, Pengendalian HACCP pada Pengalengan Ikan, Program Studi Teknologi Pengolahan Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Katolik Widya Mandala, Surabaya 
  5. Departemen Agroindustri Keamanan Pangan. 2010. Diklat Cara Produksi Pangan yang Baik (Good Manufacturing Practice). http://pjj- vedca.depdiknas.go.id/ peng_hasil_pert/ modul/GMP.pdf,
  6. Winarno, F.G. dan Surono. 2004. HACCP dan Penerapannya dalam Industri Pangan. Bogor: M-Brio Press.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar