Rabu, 30 September 2020

Lobster Air Tawar - Sekilas tentang Budidaya


Jenis udang lobster air tawar baru mulai dikembangkan untuk budidaya petani ikan diIndonesia pada awal tahun 2000-an, hal ini disebabkan karena banyak masyarakat Indonesia yang masih belum mengenal sosok fisik lobster air tawar, padahal selain memiliki fisik yang menarik untuk dijadikan udang hias, lobster juga dapat digunakan untuk udang konsumsi yang harganya mahal sebagai penyedia protein hewani (Sukmajaya, 2003).

Lobster memiliki karakteristik yang berbeda dengan udang jenis lain. Rasa daging lobster air tawar lebih enak, kenyal dan gurihnya melebihi lobster air laut. Selain itu lobster air tawar memiliki lemak, kolesterol dan garam yang rendah sehingga aman dikonsumsi untuk semua kalangan. Kandungan seng cukup tinggi sehingga dapat meningkatkan vitalitas pada manusia (Hartono et al., 2005).

Kelebihan lain lobster air tawar yaitu karakternya yang tidak mudah stress dan tidak mudah terserang penyakit. Asalkan kebutuhan pakan, kualitas air dan kebutuhan oksigen terpenuhi maka lobster dapat tumbuh dan berkembangbiak dengan cepat (Hartono et al., 2005).

Berkembangnya usaha budidaya lobster air tawar tidak terlepas dari tingginya permintaan pasar, terutama ekspor luar negeri. Namun belum ada data pasti mengenai permintaan lobster air tawar oleh beberapa Negara. Harga lobster dalam negeri pun cukup mahal dibandingkan harga udang yang lain, yaitu Rp 200.000 – Rp 300.000 per kg (Hartono et al., 2005).

Kendala yang dihadapi dalam pengembangan usaha budidaya lobster air tawar merupakan permasalahan yang belum dapat dipecahkan oleh petani lobster. Kendala – kendala tersebut antara lain sebagai berikut:
  • Belum banyak ilmu pengetahuan alam, khususnya biologi yang membahas berbagai spesies dalam lobster dihabitat aslinya
  • Belum berkembangnya pengetahuan tentang teknik adaptasi dalam usaha domestik lobster air tawar yang berasal dari habitat alam
  • Belum banyak diketahui teknik pemijahan udang lobster air tawar secara semi buatan
  • Masyarakat petani ikan belum banyak yang memahami teknik persiapan wadah dan media, penebaran benih, pemeliharaan benih, panen dan packing serta pengangakutan (Sukamajaya, 2003).
Berbagai permasalahan tersebut mau tidak mau harus dicarikan jalan keluar yang rasional dan bijaksana. Diawali dari permasalahan – permasalahan tersebut, penyusun ingin lebih mendalami mengenai kegiatan yang berhubungan dengan pembesaran lobster air tawar dari mulai penyiapan wadah dan media pembesaran, pemeliharaan benih yang meliputi pakan, pengelolaan kualitas air dan hama penyakit lobster sampai pemanenan dan pengangkuatan benih termasuk pada transportasi benih.

Biologi Udang Lobster

1. Klasifikasi
Menurut Holthuis dalam Patasik klasifikasi lobster (2004) adalah sebagai berikut:
Filum : Arthopoda
Subfilum : Mandibula
Kelas : Crustacea
Subkelas : Malacostraca
Serie : Eumalostraca
Super-ordo : Eucarida
Ordo : Decapoda
Subordo : Reptantia
Seksi : Macrura
Famili : Parastacidae
Genus : Cherax
Spesies : C. comunis, C. monticola, C. tenuimanus, C.destructor C. waselli

2. Morfologi

Menurut Patasik (2004) Seperti halnya jenis crayfish lainnya, Cherax sp. Memiliki susunan morfologi yang terdiri dari 3 segmen utama yaitu, kepala dada (Chepalotorax), dan badan (abdomen), dan bagian ekor (telson). Secara lengkap susunan morfologinya sbb;

a. Kepala-dada (Chepalotorax)
Pada bagian kepala-dada (Chepalotorax) terdapat rangka penutup kepala berupa kulit tebal yang tersusun dari bahan yang berupa kapur (chitin) dengan bahana utama calcium carbonate terdapat tonjolan memanjang kea rah depan yang disebut rostrum, rostrum merupakan salah satu bagian tubuh yang dapat digunakan sebagai petunjuk dalam melakukan identifikasi jenis udang-udangan. Rostrum sangat pendek dengan posisi mendatar dan memiliki bentuk menyerupai kerucut pada sisinya terdapat duri halus, masing-masing sebanyak 1 pasang.

Beberapa anggota tubuh pada chepalotorax berturut-turut kearah belakang adalah mata bertangkai yang dapat digerakkan, first antene berbentuk cambuk pendek yang terdiri dari 4 cambuk, second antene berbentuk cambuk panjang yang terdiri dari 2 cambuk. Kedua pasang antena ini berfungsi sebagai alat peraba dan keseimbangan pada saat bergerak dan berenang, Anggota selanjutnya adalah mandibular, maxilla, dan exopodite mendibel.



Gambar 1. Lobster Air Tawar

Pada bagian bawah kepala-dada terdapat kaki jalan (periopoda). Kaki jalan terdiri dari 5 pasang, masing-masimg 1 pasang kaki jalan pertama, kaki jalan pertama ini berukuran besar dan sangat kokoh menyerupai kaki kepiting atau lebih dikenal dengan nama capit (chela). Selain berfungsi sebagai kaki jalan, capit juga berfungsi sebagai senjata untuk membela diri serta sebagi alat untuk memotong atau merobek makanan yang berukuran besar dan keras. Kaki jalan kedua dan ketika berukuran lebih kecil jika dibandingkan dengan kaki jalan pertama, Selain untuk berjalan, kaki jalan kedua dan ketiga juga digunakan untuk menjepit dan memasukkan makanan ke dalam mulut. Pada kedua ujung kaki jalan dan ketiga terdapat capit kecil yang dikenal dengan nama dactilopodite.

Berbeda dengan kaki jalan keempat dan kelima, pada ujung kaki jalan keempat tidak terdapat capit seperti pada kaki jalan pertama, kedua dan ketiga. Ujung kaki keempat dan kelima hanya berupa sapit berfungsi untuk menyobek selaput spermatogonum pada saat pemijahan. Adapun jumlah ruas pada kaki jalan, baik pada kaki jalan pertama, kedua dan ketiga, keempat, dan kelima masing-masing 7 (tujuh) ruas.

b. Abdomen (badan)
Abdomen merupakan bagian tubuh antara chepalotoraax dan telson, pada cherax sp. Abdomen tertutup oleh kulit keras dan terdiri dari 5 segmen. Keseluruhan segmen dikenal dengan pleura yang susunannya kearah telson menyerupai susunan genteng. Pleura 1 menindih pleura 2, pleura3 menindih pleura 3 demikian selanjutnya hingga pangkal telson.

Pada bagian bawah abdomen terdapat kaki renang (pleopoda) yang strukturnya berupa-selaput tipis dan masing–masing terdiri dari 3 ruas Pada cherax sp. Selain untuk bereang pleopoda juga berfungsi sebagai tempat untuk melekatkan telur. Tepi dan ujung pleopoda betina terdiri dari bulu-bulu halus yang berfungsi untuk melekatkan telur yang telah dibuahi dan sekanjutnya akan dierami pada ruangan dibawah abdomen (brood chamber).

c. Ekor (telson)
Telson merupakan bagian yang paling belakang dari tubuh lobster secara keseluruhan, bagian ekor terdiri 2 yaitu 1 helai telson dan 4 helai uropoda (ekor kipas). Keseluruhan bagian telson berfungsi untuk berenang atau bergerak mundur secara cepat kearah pereiopoda sehingga menimbulkan sentakan yang cukup kuat untuk mendorong seluruh tubuh kearah belakang (mundur).

B. Sarana Pembesaran Lobster
Sarana pokok, penunjang, maupun sarana pelengkap yang digunakan dalam pengoperasian pembesaran udang lobster harus dirancang sedemikian rupa untuk menjamin keberhasilan produksi maupun keuntungan ekonomis.

Sarana Pokok
Sarana pokok meliputi bak pemeliharaan benih, bak kultur pakan, bak penetasan artemia serta bangunan dan peralatan yang digunakan dalam kegiatan pokok pembesaran.

a. Bak Pemeliharaan Benih
Menurut Anindiastusti et al., (1996), bak pemeliharaan benih harus mampu menampung sejumlah volume air yang dibutuhkan bagi benih udang dan sekaligus menghasilkan kondisi lingkungan yang optimal.

Bentuk bak ini bervariasi dan didesain agar mudah dibersihkan selama pemeliharaan benih, misalnya bak berbentuk persegi empat. Bak berbentuk segi empat disesuaikan dengan luas dan bentuk lahan yang tersedia. Namun, yang perlu diperhatikan dalam pembuatan bak atau kolam lobster adalah ukurannya. Ukuran bak yang ideal sekitar 200 cm x 100 cm x 50 cm. Bak yang terlalu luas akan sulit mengontrol , terutama jika ada lobster yang moulting (Hartono et al., 2005).

Bak pemeliharaan benih dapat terbuat dari bahan-bahan beton, semen atau fiber glass. Permukaan bak harus dicuci agar tidak ditempeli oleh spora, bakteri, jamur dan sebagainya.

Untuk mencegah luapan air bak dan menciptakan kondisi air yang mengalir, sebaiknya dibuat aliran saluran pembuangan. Saluran ini dapat dipasang di dinding bak dengan cara melubangi dinding pada ketinggian 30 cm. Lubang pembuangan dapat pula dibuat di bagian tengah atau pinggir bak dengan cara memasang pipa paralon berdiameter 1 inci (2,5 cm). Namun, lubang tersebut harus ditutup dengan kawat kasa agar lobster tidak mudah kabur. Lubang pembuangan sebaiknya dibuat sedemikian rupa sehingga mempermudah saat pengurasan air bak (Hartono et al., 2005).

b. Bak Penetasan Artemia
Bak penetasan Artemia sebaiknya transparan dengan bagian bawahnya berbentuk kerucut untuk memudahkan pemisahan cangkang dan nauplii artemia.

Menurut Sumartono (1996), bak penetasan artemia dapat terbuat dari fiber glass atau plastik dengan volume berkisar antara 20 – 30 liter serta dilengkapi dengan pipa aerasi yang dapat dihubungkan dengan wadah penetasan. Di atas wadah penetasan diberi lampu yang dihubungkan dengan jarak ± 50 – 80 cm dari wadah penetasan untuk memudahkan pemanenan karena nauplii artemia bersifat fototaksis positif (mendatangi sinar).

c. Pipa Paralon
Pipa paralon berfungsi sebagai tempat persembunyian sekaligus tempat perlindungan dari cahaya matahari yang berlebihan. Karena, lobster cukup peka terhadap sinar matahari yang berlebihan (Hartono et al., 2003).

Pipa paralon yang digunakan mempunyai ukuran yang berbeda sesuai dengan umurnya untuk umur 1-2 bulan diameter pipa 0,5.incii umur 3-4 bulan berdiameter 2 incii dan umur 5-6 dengan diameter 4 inchi (Hartono et al., 2005).

Pipa paralon yang digunakan sebaiknya saling direkatkan dengan lem atau diikat dengan kawat. Jumlah pipa – pipa yang diikat tergantung dengan besar kecilnya pipa (Hartono et al., 2005).
Sarana Penunjang

Sarana penunjang terdiri dari bak penampungan air, instalasi aerasi atau blower dan peralatan pendukung lainnya.

a. Bak Penampungan Air
Bak ini digunakan untuk menyalurkan air tawar bersih ke bak atau sarana yang memerlukan air bersih.

b. Aerator
Aerator digunakan untuk meningkatkan jumlah oksigen terlarut di dalam air. Aerator juga berfungsi sebagai media pemeliharaan sekaligus pelepas gas – gas beracun dalam air yang dapat membahayakan kelangsungan hidup lobster. Kekurangan oksigen dapat menyebabkan lobster menjadi stress bahkan dapat mengalami kematian (Patasik, 2004).

c. Peralatan Pendukung
Peralatan pendukung yang sebaiknya tersedia adalah pH tester, Heater dan selang penyedot kotoran. Alat – alat tersebut hanya sewaktu – waktu digunakan (Hartono et al., 2005).

C. Sumber Air
Menurut Hartono (2005), Air menjadi kebutuhan uutama budidaya lobster. Selain sebagai media internal, air juga sebagai media eksternal bagi lobster. Sebagai media internal, air berfungsi sebagai pengangkut bahan pakan dan memperlancar metabilisme dalam tubuh lobster. Sebagai media eksternal, air berfungsi sebagai habitat lobster sehingga tanpa air, tidak mungkin lobster bias hidup.

Hartono (2005), juga mengatakan beberapa sumber air tawar yang dapat digunakan untuk memelihara lobster adalah air sumur dan air PAM atau air ledeng. Namun, kedua sumber air tersebut tidak dapat langsung digunakan, tetapi harus diolah terlebih dahulu dan disesuaikan dengan kualitas air yang dinginkan lobster. Air yang berasal dari sumur (air tanah) dapat langsung digunakan tanpa harus diolah terlebih dahulu. Namun, air PAM (air ledeng) harus diuapkan selama 10-12 jam sebalum digunakan. Penguapan air ledeng dimaksudkan untuk mengurangi kandungan klor di dalamnya. Air dengan kandungan klor yang tinggi dapat dipastikan memiliki pH yang tinggi pula. Dengan penguapan, pH air ledeng dapat kembali mendekati normal.

D. Teknik Budidaya
1. Penyiapan Wadah dan Media
a. Persiapan Bak dan Pengaturan Aerasi
Sebelum digunakan atau diisi air bersih, bak harus dibersihkan dari segala kotoran. Dinding bak digosok dengan menggunakan lap yang telah dicelupkan dalam sabun atau deterjen. Setelah dinding dan dasar bak bersih, maka dibilas dengan air tawar dan dikeringkan selama 1–2 hari. Batu aerasi, pemberat dan selang aerasi juga harus dibersihkan sebelum dipasang di dalam wadah pemeliharaan benih.

Penyiapan wadah dan media ini bertujuan untuk menciptakan lingkungan yang optimal bagi benih hidup, berkembang dan tumbuh, serta menghilangkan/mengurangi potensi serangan mikroorganisme terhadap benih. Mengingat benih merupakan stadia yang paling kritis maka penyiapan wadah pemeliharaan benih harus dilakukan secara seksama. Wadah pemeliharaan benih sudah disiapkan 2–3 hari sebelum benih ditebarkan (Effendi, 2004).

b. Persiapan Air Media
Setelah bak selesai dibersihkan, maka selanjutnya bak dapat diisi dengan air bersih yang sebelumnya telah disiapkan. Suplai air yang berasal dari tanah (sumur) atau sumber lainnya ke bak penampungan dalam wadah pemeliharaan benih dapat dilakukan dengan menggunakan pompa air. Pengisian air untuk lobster adalah 25–30 cm. Sebaiknya permukaan air bak di berikan tanaman air barupa enceng gondok atau selada air sebanyak setengah bagian permukaan air (Patasik, 2004).

2. Penebaran Benih
Persiapan dan seleksi terhadap benih yang akan dipijahkan penting dan mutlak dilakukan. Seleksi benih bertujuan untuk memperoleh benih yang baik. Induk yang baik akan menghasilkan benih yang baik pula. Seleksi benih dilakukan dengan cara mengenali sifat-sifat dan morfologinya (Patasik, 2004).

Jika ingin menyiapkan benih maka beberapa hal yang harus diperhatikan sebagai berikut :
  1. Benih harus atau terbebas dari penyakit parasit
  2. Pertumbuhan lebih cepat diantara yang lain
  3. Aktif memangsa setiap makanan yang diberikan
  4. Gerakan lincah
  5. Anggota tubuhnya lengkap
Untuk memilih dan menyiapkan benih harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
  • Anggota tubuh lengkap
  • Harus sehat bebas dari parasit
  • Memperhatikan pada penebaran ,jika di kolam maka padat penebaran sekitar 50 ekor/m2 namun untuk penebaran yang ideal sebanyak 10 ekor/m 2
  • Ukuran panjang sekitar 2 cm dengan umur 2 bulan
Kegiatan selanjutnya adalah melakukan penebaran benih. Penebaran benih dilakukan apabila wadah pemeliharaan benih berbeda dan terpisah dengan wadah penetasan telur. Umumnya terdapat perbedaan kualitas air antara media pemeliharaan benih dan penetasan telur. Oleh karena itu, benih perlu diadaptasikan terlebih dahulu terhadap kondisi kualitas air, khususnya suhu (Effendi, 2004).

Hal ini perlu dilakukan agar benih tidak stress akibat perbedaan lingkungan yang sangat mencolok. Penebaran benih udang lobster dilakukan dengan menebar benih secara merata keseluruh bagian wadah pemeliharaan. Dengan demikian, lobster tidak akan saling mengganggu antara satu dengan lainya. Waktu penebaran sebaiknya pada pagi atau sore hari (Patasik, 2004)

3. Pemeliharaan Benih
Pemeliharaan benih merupakan kegiatan yang sangat menentukan dalam keberhasilan suatu pembenihan udang. Hal ini disebabkan sifat benih yang merupakan stadia paling kritis dalam siklus hidup udang sehingga pemeliharaan benih merupakan kegiatan yang paling sulit (Effendi, 2004).

Lebih lanjut Effendi (2004) menjelaskan bahwa, terdapat beberapa faktor yang menyebabkan pemeliharaan benih udang memiliki tingkat kesulitan yang paling tinggi dalam pembenihan dan pembesaran, antara lain:
Tubuh benih kecil dan bukaan mulutnya juga kecil sehingga pemberian pakan benih dan pengelolaan lingkungan relatif sulit
Benih membutuhkan pakan alami dan belum ada pakan buatan yang bisa menandingi pakan alami, padahal kultur pakan alami juga memiliki tingkat kesulitan yang tinggi

a. Pemberian Pakan
Menurut Effendi (2004), pemberian pakan dalam pemeliharaan benih merupakan faktor yang sangat menentukan. Berdasarkan kondisi benih yang membutuhkan pakan bergizi tinggi untuk pertumbuhannya, maka benih harus diberikan pakan sesuai kriteria, yaitu:

1). Berukuran kecil, lebih kecil dari bukaan mulut benih
2). Bergerak sehingga mudah dideteksi dan dimangsa oleh benih
3). Mudah dicerna dan mengandung nutisi yang tinggi

Lobster termasuk jenis udang pemakan segalanya (omnivor) seperti cacing-cacingan, plankton, dan tanaman air (Hartono et al., 2003).

Lebih lanjut Hartono et al., (2003) menyatakan bahwa, terdapat perbedaan tujuan pemberian pakan pada saat kegiatan pembenihan dan pembesaran, sehingga mengakibatkan perbedaan pola makan pada benih udang lobster. Pada budi daya lobster, pemberian pakan ditujukan untuk mempercepat pertumbuhan lobster agar cepat menghasilkan telur dan anakan sehingga pemberian pakannya beragam dan diberikan secara intensif. Sedangkan pada kegiatan pembesaran, pemberian pakan diberikan untuk memberikan energi selama masa pertumbuhan udang.

Pada dasarnya jenis pakan yang biasa diberikan pada lobster sangat baragam. Namun, untuk mempermudah hobiis mendapatkannya, lebih praktis dalam memberinya, dan tetap memenuhi zat gizi yang dibutuhkan lobster maka pakan yang biasa dipilih antara lain pellet udang galah. Pellet udang galah cukup baik diberikan pada lobster karena kandungan gizinya cukup. Biasanya yang cocok untuk lobster dewasa adalah jenis pelet D.2 atau D.3 Pellet tersebut dapat dibeli di toko-toko pakan ikan dan udang. Selain pelet, lobster sebaiknya diberi pula pakan tambahan berupa cacing merah atau cacing tanah, baik yang masih segar maupun dalam keadaan beku ( Hartono et al., 2003).

Jumlah pakan setiap kali pemberian disesuaikan dengan kemampuan lobster menghabiskannya pada saat pemberian. Pakan diberikan sedikit demi sedikit dan dihentikan ketika lobster sudah kenyang yang ditandai dengan tidak mau makan lagi ketika disodorkan pakan. Disarankan tidak memberi pakan sekaligus dan tidak tak terbatas (ad-libitum) karena pakan yang mengendap dapat menyebabkan kualitas air turun. Pemberian pakan pada lobster sebaiknya dilakukan secara teratur, yaitu setiap hari sekitar pukul 08.00-09.00 wib dan 17.00-18.00.wib. Namun, jika pada siang hari lobster terlihat lapar, dapat diberi pakan secukupnya (Hartono et al., 2003).

Jenis pakan yang diberikan dapat berupa cacing namun disamping itu juga dilakukan pemberikan pakan tambahan. Pakan pellet udang dan cacahan usus ayam rebus merupakan pakan tambahan yang paling baik bagi pertumbuhan lobster karena kandungan proteinnya tinggi. Selain itu, khususnya pellet udang, kandungan zat lain selain protein sudah lengkap sehingga lobster tidak akan kekurangan zat gizi (Hartono et al., 2006).

Lobster dalam kolam diberi pakan satu kali sehari, yaitu sore hari menjelang malam sekitar pukul 18.00 – 19.00. Pakan pellet udang dan rebusan usus ayam dapat diberikan berselang satu hari atau berselang satu minggu. Artinya, jika minggu ini diberikan pakan pellet udang maka minggu berikutnya diberi cacahan usus ayam rebus (Hartono et.al., 2006).

Agar pakan yang diberikan sesuai dengan kemampuan daya cerna lobster maka jumlahnya harus disesuaikan dengan jumlah pakan yang diberikan pada 10 hari pertama sejak tebar sebanyak 100 gr/hari/m2. Jumlah pakan tersebut harus ditambah setiap sepuluh hari berikutnya sebanyak 50 gr (Hartono et.al., 2006).

Anak loster dalam bak dapat diberikan pakan buatan berupa pellet udang galah (D1, D2 dan D3). Masing–masing pellet tersebut memiliki ukuran butiran yang berbeda. Pellet D3 cocok untuk anakan yang masih berumur 1-2 bulan, pellet D2 untuk anakan umur 2-4 bulan, dan pellet D3 untuk lobster dewasa yang sudah berumur 5 bulan atau lebih. Selain pellet, anakan lobster dapat pula diberi pakan alami segar seperti cacing sutera atau cacing merah.

Pakan diberikan setiap sekitar pukul 08.00-09.00 wib dan sore hari sekitar pukul 16.00-17.00 wib. jumlah pemberian pellet disesuaikan dengan jumlah anakan yang ada di dalam bak dan kemampuan anakan mengonsumsi pakan. Sebagai bahan perbandingan, setiap lobster dewasa hanya mampu menghabiskan pakan sekitar 2 – 3 gram per hari (Hartono et.al., 2006).

b. Pengelolaan Kualitas Air
Pengelolaan air bertujuan untuk menyediakan hidup yang optimal bagi benih untuk bisa hidup, berkembang dan tumbuh. Kondisi air di dalam bak pemeliharaan harus dijaga kualitasnya. Ini dimaksudkan agar lobster tetap kondisi sehat, tidak stress atau terserang penyakit. Untuk itu, air bak sebaiknya dikontrol secara berkala, beberapa cara yang biasa dilakukan agar kondisi air tetap jernih atau tidak keruh antara lain menyedot kotoran, menyaring dan menguras.

i. Menyedot Kotoran
Menurut Sugama (1993), kualitas air pemeliharaan akan menurun dengan adanya akumulasi dan penguraian sisa-sisa pakan atau benih yang mati.

Kotoran yang mengendap akibat sisa pakan dan sekresi lobster dapat menyebabkan air keruh, kandungan amoniak menjadi tinggi, dan oksigen terlarut berkurang. Jika kotoran dibiarkan mengendap di dasar bak, lobster akan stress bahkan bisa mengalami kematian. Untuk mencegah hal itu sebaiknya dilakukan penyedotan kotoran setiap 3 kali sehari. Penyedotan dilakukan dengan selang penyedot (Hartono et.al., 2003).

ii. Menguras dan Mengganti Air Bak
Kotoran yang mengendap di dasar bak akibat sisa pakan dan sisa sekresi yang tidak dibuang dapat menyebabkan lobster stress dan nafsu makannya berkurang. Kotoran tersebut mengandung kadar amoniak yang tinggi sehingga air akan terlihat keruh. Untuk membersihkannya, secara berkala kotoran disedot menggunakan selang. Setelah disedot ketinggan air berkurang sehingga bak harus ditambah air kembali (Hartono et.al., 2005).

Selain penyedotan kotoran, air bak juga perlu dikuras dan diganti dengan air baru. Caranya, air kolam disedot hingga ketinggian air 5 cm. Setelah itu, semua lobster diambil dengan cara diserok, lalu dipindahkan ke wadah atau akuarium. Selanjutnya, bak dikuras hingga bersih. Setelah kegiatan pengurasan dan pergantian air selesai, lobster dimasukan kedalam bak yang telah dibersihkan dan diberikan pipa paralon. Pengurasan dan pergantian air secara totol cukup dilakukan setiap dua minggu sekali (Hartono et.al., 2005).

iii. Pengukuran Kualitas Air
Untuk mengetahui kualitas air pemeliharaan, maka setiap hari dilakukan pengecekan faktor penentu kualitas air seperti kadar keasaman (pH), suhu, kesadahan (dH), kandungan oksigen terlarut (DO), serta kandungan karbon dioksida (CO2) dan gas lainya.

Kadar keasaman sangat menentukan kehidupan lobster di dalam air. Kadar keasaman air dapat diketahui dengan cara mengukurnya menggunakan alat khusus pengukur pH seperti kertas lakmus dan pH tester. Penggunaan kertas lakmus cukup dengan dicelupkan kedalam air yang akan diperiksa. Setelah itu, kertas dikeluarkan dari air. Dalam hitungan detik, kertas akan berubah warna kehijauan atau kebiruan. Warna kehijauan atau kebiruan berarti basah. Untuk mencocokan nilai pH air pada kemasan kertas lakmus terdapat indikator warna. Penggunaan pH tester lebih mudah digunakan karena cukup dicelupkan sebagian kedalam air yang akan diukur kadar keasamannya. Pada saat dicelupkan, akan muncul nilai secara digital. Kadar kesamannya yang diinginkan lobster berkisar 7 – 8 (Hartono et.al., 2003).

Suhu dikur dengan menggunakan Thermometer. Umumnya lobster air tawar menyukai air dengan suhu 19-25 0C (Hartono et.al., 2003).

Kadar kesadahan (dH) diukur menggunakan hardness tester. Alat ini cukup sederhana dan praktis pengguannya, yaitu cukup dicelupkan kedalam air sehingga akan tertera nilainya secara digital (Hartono et.al., 2003).

Kesadahan dan keasaman air merupakan 2 penentu kualitas air yang saling mempengaruhi. Umumnya air yang memiliki pH rendah memiliki tingkat kesadahan rendah. Biasanya, kondisi tersebut disebabkan oleh adanya dekomposisi bahan organik. Lobster air tawar sangat menyukai air dengan kesadahan sekitar 10 – 200 dH (Hartono et.al., 2003).

Adanya karbon dioksida di dalam air akibat hasil buangan (sekresi) lobster air tawar. Dalam jumlah tertentu kadar CO2 dapat menjadi racun sehingga jika dibiarkan akan membunuh lobster. Lobster air tawar masih bisa hidup normal pada kadar CO2 10 mg per liter.

Salah satu penyebab paling utama berkurangnya kandungan oksigen di dalam air adalah kandungan amoniak. Agar kandungan oksigen dalam air cukup dan stabil sebaiknya di dalam bak dipasang aerator. Alat ini berfungsi untuk menyuplai oksigen dari udara ke air. Mahluk hidup di dalam air termasuk lobster air tawar sangat membutuhkan kreativitas agar kebutuhan oksigen terpenuhi. Oksigen dibutuhkan lobster air tawar untuk bernapas. Kebutuhan oksigen terlarut dalam air yang diinginkan lobster mencapai 7 ppm (Hartono et.al., 2003).

c. Pengelolaan Hama dan Penyakit
Lobster termasuk udang yang tahan terhadap serangan hama dan penyakit. Sehingga hama dan penyakit yang cukup menggaggu dalam proses pembesaran lobster air tawar masih jarang ditemukan. Untuk lobster yang dipelihara dengan sistem in door, maka keberadaan hama masih dapt ditanggulangi dan tidak terlalu membahayakan karena jarang ditemukan. Hama yang sering ada pada pemeliharaan lobster sistem indoor adalah lumut. Lumut dapat masuk dalam wadah pemeliharaan karena air yang tidak disaring sebelum dimasukkan dalam wadah pemeliharaan benih.

Keberadaan lumut di dalam wadah pemeliharaan meskipun sebenarnya tidak membahayakan lobster, tetapi jika jumlahnya terlalu banyak akan mengganggu pertumbuhan dan pergerakan lobster. Agar lumut dapat dikendalikan pertumbuhannya sebaiknya secara berkala lumut dibersihkan dengan cara diserok (Hartono et.al., 2006).

Sedangkan untuk lobster yang dipelihara dalam wadah outdoor, maka hama lebih banyak datang dan menyerang, baik hama penyaing, pemangsa maupun perusak. Kodok merupakan salah satu hama yang mengganggu, terutama saat masih kecil (kecebong). Hal ini dikarenakan kecebong merupakan saingan lobster dalam mendapatkan makanan yang diberikan. Untuk itu, sebaiknya secara berkala kolam dibersihkan dari kecebong (Hartono et.al., 2006).

Lebih lanjut Hartono et.al., (2005) mengatakan bahwa saat ini yang patut diwaspadai oleh pembudi daya adalah serangan hama berupa tikus air, burung laut dan kucing. Hewan tersebut dapat memangsa lobster jika pembudi daya tidak melakukan pengawasan dengan baik.

Sampai saat ini belum ditemukan satu pun jenis penyakit yang menyerang lobster. Namun demikian pembudidaya harus tetap waspada karena kemungkinan suatu saat akan muncul penyakit baru.

Untuk mencegah lobster dari berbagai penyakit, sebaiknya kebersihan air dan pakan harus dijaga. Air bak harus diganti secara teratur dan berkala. Begitu pula dengan pakan, sebelum diberikan harus dicuci bersih agar bibit penyakit ikut terbuang (Hartono et.al., 2003).

d. Sampling
Menurut Widodo et.al. (2005), sampling (pengambilan contoh) bertujuan untuk menduga populasi udang di dalam wadah pemeliharaan. Pengambilan sampling udang dilakukan dengan cara mengambil udang kemudian dikumpulkan dalam ember dan dihitung jumlahnya. Dengan demikian, dapat diperoleh jumlah total udang dan perkiraan nilai kelangsungan hidup (SR) serta bobot rata-rata udang untuk menentukan biomassa udang (Widodo et.al., 2005).

4. Pemanenan Hasil
a. Panen untuk Benih
Dalam pemanenan benih berukuran 1-2 cm, alat yang digunakan adalah ember plastik 20 liter, scoopnet berukuran (20×10) cm, daun pisang atau cabikan plastik ikan, terutama jika jarak antara wadah pemanenan dan wadah penampungan relatif jauh. Sementara itu, saat yang baik untuk pemanenan adalah sebelum jam 9 pagi, berada di lingkungan terbuka, dan hasil panen ditempatkan dalam wadah dengan jumlah maksimum 20 ekor per wadah (Sukmajaya, 2003).

Cara panen dimulai dengan menurunkan air di dalam wadah hingga kedalaman air tinggal 15 – 20 cm. Jika wadah yang digunakan berupa akuarium, cara mengeluarkan air dengan syfoning dan jika berupa bak atau kolam tanah, tinggal membuka lubang pengeluaran. Setelah itu, benih lobster di tangkap menggunakan scoopnet secara perlahan dan hasil tangkapan dimasukkan ke dalam ember yang telah dilengkapi air jernih dan alat lain (Sukmajaya, 2003).

b. Panen untuk Konsumsi
Lobster siap konsumsi mulai bisa dipanen pada umur 7 bulan. Lobster dengan umur tersebut sudah mencapai 90 – 100 gram per ekor atau 10 – 20 ekor per kilo gram. Biasanya lobster yang dipanen pada umur sekitar 7 bulan ditujukan untuk memenuhi permintaan pasar dalam negeri. Namun, untuk konsumsi ekspor, lobster baru bisa dipanen pada umur 10 – 12 bulan dengan berat tubuh 150 – 200 gram atau hanya 5 – 7 ekor per kilogram. Pasar ekspor, terutama jepang sangat menyukai lobster berukuran besar (Hartono et.al., 2005).

Cara panen untuk konsumsi cukup sederhana, yaitu dengan cara menguras air kolam. Setelah air kolam habis, tempat persembunyian diambil dan dipisahkan ke tempat lain. Selanjutnya, lobster diserok satu per satu dengan mengunakan serok jala. Lobster yang terjaring di masukan kedalam ember atau baskom yang berisisi air secukupnya (Hartono et.al., 2006).

c. Pengemasaan
Pengemasan udang memegang peranan yang sangat penting, terutama dalam upaya untuk menjaga keselamatan benih selama pengangkutan. Ada beberapa teknik pengemasan yang dapat dilakukan, yaitu dengan menggunakan kantong plastik dan dengan menggunakan styrofoam.

i. Pengemasan dengan Plastik
Pada dasarnya, proses pengemasan benih lobster dengan menggunakan plastik sama dengan proses pengemasan ikan hias. Perbedaaannya hanya pada jumlah plastik yang dipakai. Pada pengemasan benih lobster, jumlah plastik yang digunakan sebanyak dua lapis atau lebih. Ini dimaksudkan agar pada saat pengangkutan tidak terjadi kebocoran yang disebabkan oleh capit lobster.

Proses pengemasan benih lobster dengan menggunakan plastik dilakukan dengan cara sebagai berikut:

a. Wadah plastik diisi air sebanyak sepertiga bagian wadah. Setelah itu benih lobster dimasukkan dalam wadah dengan jumlah 100-200 ekor untuk ukuran 2 inchi
Selain itu, dimasukkan pula satu persatu lembaran daun papaya. Daun papaya tersebut berfungsi agar lobster tidak mabuk di perjalanan
Wadah yang sudah berisi lobster dan daun papaya diisi oksigen Ikat wadah plastik dengan karet gelang selanjutnya kemasan siap diangkut. Perbandingan oksigen dengan air 3-1

ii. Pengemasan dengan Kotak Styrofoam
Wadah untuk mengemasan loster sebenarnya banyak pilihan. Yang penting lobster diangkut dengan menggunakan wadah pengemasan tersebut. Oleh karena lobster memiliki capit yang setiap saat bisa merobek dan mancapit maka wadah harus kuat dan tahan dengan capitannya. Kantong plastik yang biasa digunakan untuk mengemas ikan hias tidak cocok untuk mengemas lobster ukuran konsumsi karena plastik mudah sobek jika terkena capit. Untuk itu, wadah seperti kotak styrofoam merupakan pilihan tepat. Sebenarnya wadah lain seperti ember yang memiliki penutup bisa dijadikan wadah pengemasan jika tempat tujuan pengiriman lobster tidak terlalu jauh. Namun, sebaiknya disarankan menggunakan styrofoam karena lebih praktis dan umum digunakan (Hartono et.al., 2006).

Lebih lanjut Hartono et.al.,(2005) mengungkapkan bahwa pengemasan dengan mengunakan kotak styrofoam lebih banyak diinginkan untuk calon induk atau lobster dewasa. Namun, seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa pengemasan dengan menggunakan wadah kemasan ini juga bisa digunakan untuk benih lobster dalam jumlah yang banyak. Berikut proses pengemsannya:
  1. Kotak styrofoam diisi air dengan ketinggian 7 cm
  2. Lobster dimasukkan dalam wadah dengan kepadatan 10 kg lobster dengan ukuran styrofoam 75 cm x 42 cm
  3. Satu per satu lembar daun papaya dimasukkan agar lobster tidak mabuk perjalanan
  4. Kotak Styrofoam ditutup dan diberi lakban agar tidak mudah lepas
  5. Kotak styrofoam berisi lobster siap dingkut.

d. Pengangkutan
Standar benih lobster air tawar untuk ekspor berukuran 10 gram. Pertimbanganya, benih dengan ukuran tersebut memiliki kemampuan adaptasi terhadap lingkungan lebih cepat dibandingkan dengan benih berukuran kecil. Dengan demikian, penyediaan pakan bisa dilakukan dengan memanfaatkan pakan alami. Disamping itu, pengangkutan akan efisien karena kotak pengangkutan standar internasional dapat diisi benih lobster air tawar sebanyak 1000 ekor dengan tingkat mortalitas maksimum 5 % (Sukmajaya, 2003).

Menurut Sukmajaya (2003), dalam hal ini pengangkutan benih lobster air tawar dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :
  • Menyiapkan wadah yang terdiri dari kotak syirofoam standar internasional, serpihan atau potongan busa kecil, plastik transparan berukuruan (20×40) cm, plastik kecil (10×5) cm, es batu, lakban atau malam, oksigen, dan label.
  • Masukan potongan busa kecil ke dalam plastik yang sebelumnya telah diseterilisasi mengunakan ultraviolet dan rendam di dalam air jernih.
  • Memasukan benih yang sehat atau tidak mengandung penyakit sesuai dengan hasil pemeriksaan dan pemberian perlakukan sesuai dengan standar karantina.
  • Mengisi oksigen murni, menutup, serta mengikat plastik secara ketat, sehingga tidak terjadi bocor.
  • Memasukan plastik ke dalam wadah pengangkutan dan menutupnya. untuk menghindari kebocoran, tutup wadah pengangkutan diberi perekat berupa malam atau lakban.
  • Memberi label dengan keterangan hewan hidup, asal perusahan, ukuran, serta keterangan nomor sesuai dengan lisensi atau sertifikat
  • Menyusun di dalam mobil dan mengangkut.

Referensi:
  1. Lukito,A., & Prayugo, S. (2007). Panduan Lengkap Lobster Air Tawar. Jakarta: Penebar Swadaya. Coldiron, D. (2010). Crayfish.
  2. Maria, G.E.K, 2011., Budidaya Lobster Air Tawar, Puslatluh, BPSDM-KP, Kementerian Kelautan dan Perikanan
  3. Kurniawan, T. Dan Hartono, 2007. Pembe - saran Lobster Air Tawar Secara Cepat. Penebaran Swadaya, Jakarta

1 komentar:

  1. ayo segera bergabung dengan saya di D3W4PK
    hanya dengan minimal deposit 10.000 kalian bisa menangkan uang jutaan rupiah
    ditunggu apa lagi ayo segera bergabung, dan di coba keberuntungannya
    untuk info lebih jelas silahkan di add Whatshapp : +8558778142
    terimakasih ya waktunya ^.^

    BalasHapus