Penyakit adalah segala sesuatu yang dapat menimbulkan gangguan pada ikan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Gangguan terhadap ikan dapat disebabkan oleh organisme lain, pakan maupun kondisilinkungan yang kurang menunjang kehidupan lain. Dengan demikian, timbulnya serangan penyakit ikan di kolam merupakan hasil interaksi yang tidak serasi antara ikan, kondisi lingkungan dan organisme penyakit. Interaksi yang tidak serasi ini telah menyebabkan stres pada ikan sehingga mekanisme pertahanan diri dari yang dimilikinya menjadi lemah dan akhirnya mudah diserang penyakit (Lukistyowati dan Morina, 2005).
Penyakit dapat diartikan sebagai organisme yang hidup dan berkembang dalam tubuh ikan, sehingga organ tubuh ikan terganggu, akan terganggu pula seluruh jaringan tubuh ikan (Gusrina, 2008).
Manusia memegang peran penting dalam upaya mencegah terjadinya serangan penyakit pada ikan budidaya, baik di kolam, keramba, tambak, maupun dalam wabah budidaya lainnya, dan pada ikan liar di daerah aliran sungai, yaitu : dengan cara memelihara kelestarian interaksi anatara tiga komponem diatas ini berarti, kerugian yang diderita karena serangan penyakit sebenarnya dapat dihindari karena serangan penyakit sebenarnya dapat dihindari apabila mempunyai pengetahuan yang memadai mengenai cara menjaga keserasian antara ketiga komponem penyebab penyakit ikan. Di samping itu, ketelitian dan kecermatan juga sangat menentukan keberhasilan dalam pencegahan serangan penyakit ikan tersebut (Ghufran M.H., et al 2004).
Jamur merupakan organisme yang eukariotik, nonvascular, nonmotil, bereproduksi dengan spora, menyebar melalui angin atau air, memproduksi spora secara seksual dan aseksual, tergantung pada spesies dan kondisi. Seperti halnya tumbuhan, jamur memiliki pergantian generasi, memiliki dinding sel yang terbuat dari kitin. Bersifat heterotropik, yakni memanfaatkan material organik untuk kehidupannya, tidak berklorofil, sehingga tidak dapat melakukan proses fotosintesis. Jamur memproduksi exoenzim, menyimpan sediaan makanan dalam bentuk glikogen, membran sel memiliki sterol dan ergosterol sebagai pengganti
Infeksi jamur pada ikan terbagi atas dua kelompok, yaitu infeksi internal dan infeksi eksternal. Penyakit infeksi jamur merupakan infeksi sekunder (oportunistik) yang dapat mengakibatkan trauma, stress, masuknya bahan organik ke dalam perairan, suhu yang ekstrim, penanganan yang buruk, dan infeksi parasit atau bakteri atau virus.
Di Indonesia penyakit oleh jamur eksternal pada ikan air tawar pada umumnya termasuk dalam genus Achlya sp. dan Saprolegnia sp. Genus Aphanomyces yang patogenik, penyebab penyakit EUS (Epizootic Ulcerative Syndrome atau sindrom borok yang menyebar) merupakan infeksi primer yang disebabkan oleh jamur internal, yaitu Aphanomyces invadans.
Di Indonesia, EUS diduga muncul sejak tahun 1982 dan pada tahun 1984 diperoleh bukti secara histologis yang diambil dari ikan betutu (Oxyeleotris marmoratus) yang luka (Taukhid et al., 1997).Larval shrimp mycosis disebab oleh jamur Lagenidium spp. dan Sirolpidium spp. Infeksi Lagenidium spp. umumnya terjadi pada stadia nauplius, zoea hingga mysis. Apabila menyerang pada stadia zoea sering menyebabkan kematian masal di panti benih (hatchery). Sedangkan infeksi Sirolpidium spp. lebih sering terjadi pada stadia mysis hingga Post Larvae (PL) awal. Kedua jenis cendawan ini tumbuh optimal pada kisaran suhu air antara 25-34oC dan kisaran pH 7-9. Penyakit ini umumnya merupakan kompleks infeksi bersama patogen lainnya, dan mortalitas yang terjadi terutama karena gangguan terhadap proses ganti kulit (moulting).
Bio – Ekologi patogen :
• Infeksi Lagenidium spp. umumnya terjadi pada stadia nauplius, zoea hingga mysis. Apabila menyerang pada stadia zoea sering menyebabkan kematian masal di panti benih (hatchery).
• Infeksi Sirolpidium spp. lebih sering terjadi pada stadia mysis hingga Post Larvae (PL) awal.
• Kedua jenis cendawan ini tumbuh optimal pada kisaran suhu air antara 25-34 oC dan kisaran pH 7-9.
• Penyakit ini umumnya merupakan kompleks infeksi bersama patogen lainnya, dan mortalitas yang terjadi terutama karena gangguan terhadap proses ganti kulit (moulting).
Gejala Klinis :
• Nafsu makan menurun, pergerakan lemah, dan anemia.
• Pada tubuh larva udang (nauplius, zoea, mysis, PL) terlihat adanya hifa dan/atau miselia cendawan.
• Pada kondisi yang serius, sering dijumpai tubuh larva udang terlilit dan dipenuhi oleh cendawan.
Diagnosa :
• Pengamatan secara mikroskopis, pada bagian eksternal terlihat adanya hifa dan/atau miselia cendawan.
• Isolasi pada media semi solid (agar), dan diidenfikasi secara morfometris.
Pengendalian :
• Desinfeksi bak dan air sebelum digunakan.
• Menghindari penumpukan bahan organik dalam media pemeliharaan melalui penyiponan secara berkala.
• Hifa dan spora cendawan ini dapat diberantas dengan perendaman desinfektan, antara lain:
- Larutan Trefflan pada dosis 0,1 ppm selama 24 jam atau lebih untuk tujuan desinfeksi.
- Larutan Trefflan pada dosis 0,2 ppm selama 24 jam atau lebih untuk tujuan pengobatan.
- Perendaman formalin 10-25 ppm selama 24 jam.
Referensi
- Afrianto E. dan Evi L. 1992.Pengendalian Hama dan Penyakit Ikan. Kanisius.Yogyakarta. 89 hal.
- Daelami D. 2001.Agar Ikan Sehat. Penebar Swadaya. Jakarta 30 hal.
- Dalimunthe SY,. ( Januari 2006)., Manajemen Penyakit Ikan (Diktat Kuliah) Universitas Brawijaya,. Malang.
- Ghuffran H. dan Kordi K. 2004. Penanggulangan Hama dan Pnyakit Ikan. PT. Asdi Mahasatya. Jakarta.
- Donna Oc, Buku Saku Penyakit Ikan; milis-ipkani@googlegroups.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar